Another memory

2K 230 139
                                    

Seulrin's diary
8 April 2017
Lukisan itu mengingatkan aku akan dirimu.

Aroma embun pagi menelusuk indera penciuman.

Seulrin begitu mencintai bau ini sampai-sampai rela duduk di atas balkon pukul 6 pagi dengan berselimut tebal lengkap dengan satu buku kecil di tangan.

Hari demi hari tak selalu baik, Seulrin masih di genangi air mata hingga pagi ini. Semuanya terjadi secara tiba-tiba, ia tak mengira bahwa foto keluarga yang terpajang di dinding kini sudah lenyap.

Juga di tiap sudut rumahnya.

Gadis itu menghela, kini keluarganya hanyalah sebatas pecahan memori yang tidak dapat bersatu kembali menjadi satu kesatuan utuh.

Berharap masih ada keajaiban jika hal itu bisa kembali, tapi sudahlah–tidak perlu berangan–angan yang membuat dirinya semakin terpuruk.

Seulrin memandang langit dengan mata berkaca dan bertekad.

Ia harus bangkit seperti matahari yang selalu terbit setelah bulan merenggut cahayanya.

-----()-----

Langkah kaki pelan namun ringan menapaki trotoar lembab, aroma embun masih terasa padahal matahari sudah mulai memamerkan diri.

Seulrin mengeratkan tas selempang di bahu, lima hari mengurung diri rasanya sudah cukup untuk memupuk sedih.

Ia melihat sekilas dirinya di pantulan cermin toko di bahu jalan, mata sembab dengan kantung mata hitam selalu membingkai wajah indahnya.

Lamunan Seulrin buyar saat seseorang yang baru saja lewat menjatuhkan benda hitam tipis berbentuk sebuah kartu atm namun polos tepat di sebelahnya.

Seulrin hendak mengambilnya, "Anda menjatuh–" ucapnya berhenti saat benda itu terlihat begitu familiar.

Benda ini? bukankah beda yang sama persis saat

"Maaf aku sangat buru-buru," lelaki berjas putih terengah-engah berbalik mendekat ke arahnya.

Seulrin menaikkan pandang, seseorang berkulit pucat dengan jas putih lengkap dengan tag dokter dan kacamata membingkai mata sipitnya tengah meraup oksigen sebanyak mungkin sambil meletakkan kedua telapak tangannya di pinggang.

Mungkin?

"Kekasihku seorang dokter, jika aku sudah siap, aku akan mengenalkannya kepadamu juga kepada Ayah dan Ibu."

Seulrin mengerjap, kepingan ingatan di masa lalu kembali mencuat, ia meraih benda itu cepat lalu menyodorkannya.

"Terima kasih banyak, nona," ia menyelipkan kembali kartu itu di saku jasnya bersiap pergi.

"Tunggu! maaf Uisa-nim, bisakah anda memperlihatkan benda itu sekali lagi kepadaku? aku ingin memastikan sesuatu hal."

Dokter itu tak terkejut, ia malah mengeluarkannya kembali dari kantung jas yang sama, namun kartu yang di keluarkan 100% berbeda dengan kartu yang jatuh sebelumnya.

"Bukannya?" Seulrin heran, benda itu benar-benar sebuah kartu atm, bukan kartu polos bewarna hitam seperti tadi yang terjatuh.

LOST | Kim TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang