Him

1.3K 117 49
                                    

Seulrin's diary
25 Mei 2017
Tujuanku adalah, untuk bahagia.

Satu sudut dinding rumah yang kosong telah hidup saat Seulrin memasang foto keluarganya kembali.

Setelah kejadian kemarin Seulrin banyak berpikir, mungkin karena begitu merindukan kakak satu-satunya yang tak lagi berada di sampingnya.

Pilihan terbaik mengenang mereka adalah tanpa mengurangi tiap kenangan yang ada di dalam rumah, termasuk foto keluarganya.

Seseorang yang telah tiada masih hidup di dalam ingatan. Namun, akan benar-benar tiada saat seseorang ditinggalkan melupakannya.

Ia tidak ingin menjadi orang yang melupakan satu sama lain, karena mereka adalah rumah bagi Seulrin semenjak ia menapaki dunia yang tidak menaruh belas kasihan.

Di usapnya canvas pelan sembari menghirup aroma teh chamomile yang baru di seduhnya setelah mandi. Menikmati sebuah foto yang seolah bergerak, menyisakan seulas senyum tegar namun kuat.

"Bagaimana kabar kalian? bersenang-senang di sana?" memandangnya beberapa detik lalu berbalik, menaruh tehnya di atas meja tepat di samping buku diary yang terbuka, menyibakkan gorden dan menggeser pintu kaca selebar mungkin.

Ia juga ingin mendapatkan kesenangan di kala matahari terbit menyapa.

Berdiri lama, menutup kedua mata dan menghirup udara embun adalah candu. Belum 2 menit merasakan ketenangan, ponsel di atas meja berdering.

Seulrin segera meraih dan tidak heran dengan ulah siapa yang meneleponnya kembali.

"Halo, kali ini apalagi?"

Taehyung yang menelepon di seberang tertawa. "Kau melihat langitkah? coba keluar," suruhnya dengan suara khasnya.

"Kau juga sedang melihatnya? apakah kita wifi yang terkoneksi satu sama lain?" gelak Seulrin memandang langit cerah yang di penuhi gumpalan awan berbentuk seperti marshmallow.

Terdengar tawa yang tak kalah besar di seberang. "Benarkah? apakah kita ini jodoh? tidak mungkin!" soraknya heboh.

"Kau meneleponku hanya untuk itu?"

Taehyung tertawa, "benar, sangat indah," jedanya. "Seperti ingin memilikinya."

Seulrin menjauhkan ponsel dari telinga, aneh sekali lelaki ini. "Baik, aku tutup. Selamat pagi Taehyung."

"Seul–"

Seulrin memutus sambungan telepon Taehyung sambil mendongak, lelaki aneh itu berhasil menciptakan lengkungan tipis alami di bibir mungilnya.

Gadis itu melangkah menuju sofa, menutup buku diary-nya yang terbuka dan menyeruput perlahan tehnya yang masih hangat.

"Apakah aku mengajak Jimin saja hari ini? aku masih berhutang traktiran kepadanya." Monolognya sambil mengecek ponsel, mengusap layar hijau dan mendekatkan benda tipis itu ke telinga.

Bunyi panggilan berdering cukup lama sampai seseorang itu mengatakan halo.

"Halo, Jimin? kau sibuk hari ini?"

-----()-----

Seulrin memilih cafe di sudut kota dengan nuansa alam yang begitu menenangkan mata. Datang sepuluh menit lebih cepat karena tidak ingin membuat Jimin menunggu karena ialah yang membuat janji.

LOST | Kim TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang