Unbearable

2.7K 334 184
                                    

Seulrin's diary
1 April 2017
Semuanya terasa kosong, aku dan bayangku tengah memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan secercah kebahagiaan.

Berjalan sendirian menggunakan dress hitam selutut dengan mata sembab tak menjadi halangan untuk Seulrin mengunjungi seseorang yang telah lama tak bersua, di tambah hari ini adalah harinya.

"Kau merindukanku, bukan?" ujar Seulrin pada layar ponsel menampilkan foto seseorang yang hendak di kunjunginya hari ini.

Cuaca mendung seolah mendukung perasaannya kini, Seulrin mendongak sambil menghela, akhirnya ia telah sampai pada tempat yang mereka telah janjikan untuk bertemu. Sebuah gedung bertingkat dengan warna putih yang mendominasi.

Selama di perjalanan, Seulrin sama sekali tidak tahu bahwa ada seseorang lelaki mengikutinya sejak dari rumah hingga sekarang.

Lelaki itu kini bersembunyi di belakang pohon besar di depan gedung sambil mengintip.

"Gadis itu serius?" lelaki itu tampak kebingungan saat gadis itu masuk ke dalam tempat yang sama sekali tak ia duga.

Seulrin melangkahkan kaki dengan ragu, berjalan menuju pintu masuk dan menanyakan apakah hari ini ia bisa berkunjung.

Setelah Seulrin beranjak dan menaiki lift, lelaki itu berlari dan bertanya kepada penjaga di lantai berapa gadis itu pergi. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan ia berlari menuju lift di sebelahnya.

-----()-----

Seulrin berjalan pelan, air matanya bahkan sudah mengalir sejak ia berada di dalam lift beberapa menit lalu, hatinya begitu perih mengingat bahwa semua ini adalah nyata.

Gadis itu membawa sebuah mawar mekar bewarna putih, genggamanya semakin erat saat langkahnya tiba di sana, tubuhnya mendadak lemah.

Benda berbahan tanah liat berbentuk bulat di balik kaca membuat pandangan Seulrin semakin buram akibat genangan bening yang tercipta, di sampingnya terletak foto dirinya dengan seseorang itu tengah tersenyum lebar membuat nyeri di dada sebelah kiri Seulrin semakin terasa, mengingat bahwa senyuman itu tak akan pernah kembali.

Air mata yang sudah ia tahan sejak beberapa hari lamanya sudah tak terbendung, gadis itu terisak hingga lutut tak lagi mampu menopang tubuh.

Isakan demi isakan Seulrin menggema di seluruh penjuru ruangan penuh dengan abu semua orang terkasih yang telah tiada. Ia meminta maaf berkali-kali, memohon agar dirinya bisa ikut bersamanya dan memohon agar seseorang itu kembali.

Seulrin mengangkat pandangan, mengusap kaca itu pelan. "Aerin eonnie, maafkan aku....maafkan aku-aku tidak bisa mempertahankan mereka, aku harus bagaimana? bisakah kau kembali untukku?" isak Seulrin semakin menjadi mengingat beberapa hari lalu pengadilan mengabulkan gugatan cerai kedua orang tuanya.

Seulrin menepuk dadanya berkali-kali. "Aku sendirian, aku sakit! bawa aku! aku mohon!" pintanya lirih menatap foto kakaknya yang sudah tiada.

"Bawa aku eonnie.....bawa aku..." pinta Seulrin dengan suara parau, jiwa bahkan tubuhnya sudah tak kuat untuk menghadapi hari esok jika hidupnya berakhir seperti ini.

Tiba-tiba sebuah kain menutupi penglihatan Seulrin, ia tersentak menghentikan tangis hendak berdiri, namun seseorang itu lebih dulu menahan bahunya.

Aroma bunga lavender menelusuk indera penciuman, mata Seulrin sontak membesar.

"Kim Taehyung?" batinnya.

"Menangislah saat kakakmu tidak bisa melihatmu, dia akan sedih jika kau menangis di hadapannya seperti ini." Suara bariton lembutnya cukup membuat Seulrin terperanjat.

LOST | Kim TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang