BAB 9

128K 13.1K 787
                                    

"Aku takut pada kenyataan bahwa aku lebih mencintaimu. Seolah aku memberimu pistol berisi peluru dan secara sukarela, aku bersedia ditembak olehmu. Aku takut."

=======================

Kelambu yang menutupi sofa santai di halaman belakang sedikit dibuka oleh tangan dari luar. Membuat Sandra lantas menoleh ke arahnya, terduduk ketika melihat wajah laki-laki yang sangat familiar muncul di sana. Dengan senyumnya yang menawan dan penuh teka-teki yang sulit Sandra pecahkan.

"Aku udah denger dari Olivia," ungkap laki-laki itu sebagai maksud dan tujuannya berdantang ke rumah Sandra sore ini.

Sandra merapikan rambutnya yang acak-acakan sehabis bangun tidur, menyingkap kelambu, dan mengajak laki-laki itu untuk duduk di ruang keluarga. Sementara yang laki-laki bisa melihat kantung mata pada wajah Sandra, membuatnya yakin hal ini cukup membuat Sandra kepikiran sampai tidak masuk sekolah.

"Sorry, aku baru bisa dateng," lanjut laki-laki itu dengan jemari saling memilin, tanda bahwa dia sangat gugup menunggu reaksi Sandra.

Namun, Sandra hanya tersenyum ke arahnya sambil mengusap puncak kepala laki-laki itu. Membuat yang laki-laki merasa sangat bersalah karena berbagai alasan. Membuatnya menunduk, tidak bisa membalas tatapan Sandra yang begitu polos dan tulus.

"Yudith Sayang," panggil Sandra lembut. "Kamu kan sekarang di sini."

Yudith membalas senyum Sandra, mengambil tangan perempuan itu dan menggenggamnya erat. "Semangat terus, San. Memang, sekarang pasti susah banget buat kamu, tapi aku yakin kalo kamu bisa. Belum ada momennya aja."

Sandra mengangguk. "Thanks, ya."

"Aduaduuuh," suara Mama menyelak percakapan antara Sandra dan Yudith. Tentu saja keduanya tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, membuat mereka menghela napas lelah melihat Mama duduk di tengah-tengah Sandra dan Yudith. "Kalian tau 'bukan muhrim' gak? Duduk deket-deketan, pegangan tangan, Mama kan ngiri!"

Yudith memasang senyum canggung sambil menggeser duduknya sedikit menjauh dari mamanya Sandra. Sementara, Sandra menepuk jidatnya melihat kelakuan Sang Mama yang super lebay.

"Yudith ke sini buat support Sandra. Mama tau kan, kemarin Sandra gagal audisi karena perut Sandra mules?" omel Sandra langsung. "Terus, Mama kenapa gak ke kampus? Hari ini kan ada jam kuliah, Ma. Nanti mahasiswa Mama ngamuk loh, kalo Mama telat."

"Dan ninggalin kalian di sini? Emmm, no to the way," Mama langsung cemberut. "Mama kan cuma punya kamu satu-satunya, San. Mama gak mau masa depan kamu hancur gara-gara cowok ini. Udahlah, San, putusin aja, ya, ya, ya."

Yudith menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, membuat Mama menoleh ke arahnya. "Bercanda, Yudith Sayang, he-he-he."

Itu sama sekali bukan bercanda.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa mules? Emang terjadi sesuatu? Ada apa?" tanya Mama dengan sinar mata khawatirnya yang biasa.

"Ya, biasalah," jawab Sandra sekenanya. Dia tidak ingin Mama mengetahui kejadian yang super bikin perutnya mules kemarin.

"Ada sesuatu, ya? Ada cogan, ya? Ah, Mama tahu! Kamu udah mau move on dari Yudith, kan? Udah gak suka sama dia, kan? Akhirnya, mata batin kamu terbuka, Nak. Mama bangga," cerocos Mama tanpa mempedulikan ekspresi wajah Yudith yang super tak enak sekarang.

"Ma," tegur Sandra sambil menatap wajah Yudith, cemas terlukis di wajah perempuan itu. Ucapan Mama halus, namun tajam.

"Apa? Orangnya gak suka sama kamu? Ah, salah itu orang. Emang kamu kurangnya apa? Cantik, iya. Pinter, gak usah ditanya lagi. Jago akting? Wah, udah pakarnya. Ya kamu mah kurangnya kalo tidur susah dibangunin aja," lanjut Mama, kemudian bangkit dari sofa dan menghadap ke arah Sandra dan Yudith.

"Yudith," panggil Mama dengan nada yang langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Jadi lebih tegas dan menyeramkan, aura dosennya keluar.

"Y-Ya, Tante?" tanya Yudith sambil meneguk ludahnya, takut.

"Kamu tadi masuk ke rumah tanpa salam ke Tante, kan?" tanya Mama. "Sopan begitu?"

Yudith menundukkan kepalanya. "Saya kira Tante gak ada, tadi...."

"Oh, kalo Tante gak ada, emang kamu mau ngapain sama Sandra?" sang Mama mulai menyerang, membuat Sandra merasa jengah dan akhirnya berdiri.

"Kalo Mama sama Yudith masih mau berantem, berantem aja. Tapi Sandra capek. Sandra ke kamar dulu," putusnya, kepalanya sangat pusing dan alarm di perutnya kembali datang.

"Sandra!" baik Mama maupun Yudith sontak memanggil nama itu. Kemudian mereka saling tatap, Mama bersedekap, sementara Yudith kembali menunduk.

"Oke, Yudith, ceramah hari ini berkaitan dengan generasi berencana dan nikah di umur yang matang," ungkap Sang Mama. "Dan tujuh alasan kenapa pacaran dilarang, dalam berbagai aspek. Ya, semoga sih, lecturer dari saya bisa bikin kamu putus sama Sandra, terus balik kalo udah mapan. Eh, syukur-syukur kalo gak balik."

"Tante—" Yudith berniat memotong, namun mama Sandra mengangkat tangannya.

"Tuh, kan, sopan begitu?" tanya mama Sandramembuat Yudith harus menelan kekesalan selama lebih dari satu jam mendengarceramah dan siraman rohani.  

=======================

15 Oktober 2017

S: Sadena, Sandra & SandiwaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang