BAB 43

85.5K 11K 1.7K
                                    

BAB 43

LIMA JAM SETELAH INSIDEN

SADENA menggebrak pintu basecamp. Semua orang di dalam terkejut, termasuk Hanna Syafira yang wajahnya sedang dirias oleh make-up artist. Seth, Thama, dan Mail mengikuti langkah Sadena dengan wajah cemas sekaligus tegang. Sadena mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan cepat, lalu tertuju pada Hanna, yang menatapnya dengan sorot terkejut.

"GAK USAH PURA-PURA, LO!" gelegar kemarahan dalam suara Sadena membuat Mail, managernya, langsung menarik tangan Sadena dan mencoba menahan amarah Sadena. Sadena menepis tangan Mail kelewat kasar dan bergerak cepat ke arah Hanna. "MAU LO APA?"

Hanna, yang baru kali ini dibentak oleh orang-apalagi oleh Sadena yang tidak pernah memperlakukan siapa pun secara kasar, membalas ucapan Sadena dengan suara gemetar. "Sa-Sadena?"

"MAU LO APA, HAH?" seru Sadena naik pitam. Sadena menyingkirkan perlengkapan make-up di meja rias Hanna hingga pecah berkeping-keping. Make-up artist Hanna memekik kaget. Orang-orang menghentikan aktivitas mereka secara sekejap.

"SADENA!" Thama menarik bahu Sadena untuk melihat ke arahnya. "GAK GINI CARANYA."

Sadena tidak peduli lagi. Mau dengan cara apa, dia hanya ingin Sandra kembali.

Sandra-nya kembali.

***

LIMA JAM SEBELUM INSIDEN

BERTEMAN dengan Zanna selama sekitar sebulan ini, Sandra jadi mengetahui tabiat cewek satu itu-keras kepala. Subuh ini ketika Sandra berada di teras memakai sepatu, terlihat city car berwarna silvernya meluncur ke pekarangan rumah Sandra. Sandra harus berkali-kali menghela napas untuk meredakan kemarahannya. Maksud Sandra, selama ini, dia tidak ingin merepotkan orang-orang. Tapi, beberapa orang tidak pernah mengerti. Contohnya ya, Zanna ini. Ah, Thama dan Sadena, juga.

Hati Sandra seolah dicubit mengingat Sadena, jadi, untuk sekarang Sandra tidak akan membahas tentang laki-laki itu.

"Good morning, Sunshine!!!" seru Zanna sambil bersandar di kap mobil, suaranya penuh keceriaan yang teramat, membuat Sandra nyengir lebar dan menghampirinya.

"Gue kan udah bil-"

"Get in, Loser," Zanna memotong ucapannya, benar-benar tidak menanggapi protes Sandra, apa pun bentuk protes itu. Sandra menarik napas panjang dan akhirnya mengikuti Zanna yang sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil.

Saat Sandra sedang memakai sabuk pengamannya, matanya berjengit terkena pantulan cahaya dari arah depan. Melihat mobil yang familiar, dan mengingat pembicaraannya dengan seseorang di telepon tadi malam, Sandra jadi ingat bahwa pagi ini, Thama juga bersikeras akan menjemputnya. Sandra mengusap jidatnya. Harus apa lagi dia?

"Itu-San-Gilak!" seru Zanna terbata-bata melihat pujaan hatinya-setelah Sadena-keluar dari mobil yang berada tepat di depan mobilnya.

Thama menghampiri jendela Sandra. Sandra menurunkan jendelanya dan memasang tampang memelas. "Gue udah sama Zanna, Tham."

Zanna nyaris tidak bernyawa di sebelah Sandra karena menahan napas, saking syoknya melihat Thama. THAMA.

"Yah," Thama cemberut. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku jeansnya. "Yaaah."

"Thama," peringat Sandra dengan nada suara sedikit memelas. "Sorry."

"Misi, misi," suara Zanna membuat Sandra dan Thama menatap ke arahnya. Ternyata, Zanna sudah menyiapkan kertas dan pulpen. "Bisa tanda tangan di sini?"

Sontak suasana semi serius itu pecah karena ucapan Zanna. Thama akhirnya menjaga image dan melakukan apa yang ia lakukan pada penggemar pada umumnya. Karena suasana gelap dan Zanna bilang make-up-nya sekarang tidak on-point, Zanna tidak berfoto bersama dulu.

Thama akhirnya melepas Sandra pergi bersama Zanna setelah sepuluh menit meminta Sandra untuk berjanji padanya untuk berhati-hati-Thama juga meminta izin untuk kembali dulu ke rumahnyakarena setnya baru mulai di jam sepuluh pagi. Zanna tidak menganggap Thama berlebihan, namun entah kenapa, pagi itu, Zanna merasa ada yang berbeda. Perasaannya merasa ada hal buruk yang akan terjadi, dan ketika hal itu terjadi, Zanna mengeyahkannya dengan memikirkan hal-hal baik dalam hidupnya.

Jalanan pada pukul tiga pagi memang terasa sangat sepi dan mencekam. Perasaan bahwa ada yang sedang mengikuti mereka juga tidak membantu Zanna selain merasa cemas. Hanya Sandra sepertinya orang yang kurang peka menghadapi sekitarnya. Perempuan itu tengah membaca skripnya sambil mengangguk-anggukkan kepala.

"San," panggil Zanna di tengah perjalanan mereka di jalan tol.

Sandra menoleh, menurunkan skripnya sampai ke pangkuan. "Kenapa? Mau mampir ke rest area? Kayaknya Mc'D gak ada deh di sekitar sini."

"Bukan itu," ucap Zanna dengan nada lebih jengkel dibanding biasanya. Gini nih, kalo ngomong sama orang yang lambat. "Itu mobil di belakang kita. Liat, deh."

Sandra sontak menengok ke belakang. Matanya menyipit mengamati mobil itu. Dirinya ingin melihat pengemudi di dalamnya, namun kaca mobilnya terlalu gelap.

"Liat," jawab Sandra.

"Dari perumahan sampe sini, dia di belakang kita terus, San."

Sandra menautkan alisnya. "Aneh."

Astaga.

"Dia ngikutin kita, San."

Sandra kini melotot ke arah Zanna. "Serius lo?"

Face palm.

"Sandra," kini Zanna menengok ke arahnya sekilas. "Bagaimana caranya lo survive di dunia ini dengan pikiran lambat lo?"

Jawaban itu tidak pernah terjawabkan karena mobil di belakangnya tiba-tiba menyalip dengan kecepatan tinggi, menghadang mobil Zanna, membuat Zanna terpaksa menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. Zanna dan Sandra terlonjak ke depan, jantung berdegup kencang, dan tiba-tiba, semua momen tiap detiknya terasa melambat.

Orang berjaket hitam keluar dari mobil hitam itu. Membawa palu di tangan kanannya yang terbalut sarung tangan. Kemudian memecahkan kaca mobil dari sisi Zanna. Zanna berteriak kencang dan berusaha melawan dengan kepalan tangannya. Pecahan kaca berserakan di mana-mana. Beberapa permukaan kulit Zanna tergores dan menimbulkan luka darah.

"Mati," desis orang itu.

Orang itu mengayunkan palu ke arah kepala Zanna, membuat Sandra berteriak kencang dan menerjang ke arah mereka.

Sandra tidak mengingat apa pun lagi.

***

#ZannaDeservedBetter :'D

S: Sadena, Sandra & SandiwaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang