KETIKA pentas drama berakhir, Sadena langsung menarik Sandra berjalan menuju backstage. Laki-laki itu sudah mengenakan kacamata dan masker untuk menyamarkan wajahnya lagi (tadi kedua alat itu ia lepas saat duduk). Sandra tahu jelas kemunculan Sadena di muka umum memang bisa memicu perhatian. Apalagi, bila ada seseorang di sampingnya. Dalam kasus ini, Sandra tidak ingin menjadi 'orang ketiga' di hubungan Sadena dan Hana Syafira, yang setelah Sandra cari tahu lebih lanjut, ternyata menjadi hubungan paling kontroversial. Bahkan, nama mereka jadi top pencarian di situs internet.
Setelah sampai backstage, Sadena mencari Lulu. Ternyata perempuan itu sedang berkumpul bersama teman-temannya, mengobrol riang dan bahagia, karena pertunjukkan mereka berhasil. Ketika Lulu mendengar panggilan Sadena, binar mata bocah itu semakin bersinar. Lulu langsung berlari ke arah Sadena dan memeluknya erat.
"Kakak datang!" seru Lulu riang. Lulu menoleh pada teman-temannya dengan semringah. "Kakak Lulu datang! Kakak Lulu datang!"
Sandra tersenyum tipis. Mau tidak mau, Sandra mengingat satu momen, satu momen di mana keyakinan Sandra akan dirinya dan Sadena akan terus bersama, menipis.
Tepuk tangan riuh terdengar dari segala penjuru gedung setelah pertunjukkan selesai. Sandra tersenyum ke segala arah, menyapu pandangan, berusaha mencari sosok laki-laki jangkung dengan senyum yang selalu membuat Sandra jatuh. Tidak menemukan sosok itu tidak membuat Sandra patah semangat. Laki-laki itu sudah berjanji bila dia tidak datang, dia pasti datang di backstage, jadi tunggulah dia, sampai datang.
Maka itu yang Sandra lakukan. Seorang perempuan bodoh yang mempercayai omongan laki-laki bodoh. Sandra terus menunggu di backstage, sampai semua teman-temannya pulang, sampai pengurus gedung pulang, sampai petugas kebersihan pulang, sampai hanya ada dirinya dan lampu neon yang berpijar di atas ruangan.
Sandra lapar, Sandra ingin pulang, Sandra ingin bertemu Sadena.
Dia pasti datang. Dia bilang, dia pasti datang, dan Sandra yang bodoh mempercayainya.
Sandra mengambil semua barangnya, juga pecahan hatinya yang berserakan, kemudian pulang dengan berjalan kaki, tak memedulikan keselamatan dirinya, menangis sepanjang perjalanan, menangis di rumah, menangis hingga hari esok.
Tanpa Sandra tahu, Sadena datang. Sadena datangsetelah Sandra memutuskan pergi.
Sandra menyeka air matanya yang dengan bodoh keluar begitu saja. Iri menyesak dalam dadanya melihat Sadena menepati janjinya pada Lulu, namun ada rasa lega yang teramat, karena Lulu tidak perlu merasakan apa yang Sandra rasakan dulu.
"Sandra?" sebuah suara dengan keterkejutan terdengar dari depan, sehingga Sandra mendongak.
Melihat ibu Sadena, Kanita, membuat kerongkongan Sandra mendadak kering. Sandra tidak tahu harus mengatakan apa. Sejak hari itu, Sandra tidak menghubungi Sadena, tidak juga menghubungi orangtuanya. Koneksi Sandra seakan terputus secara langsung tepat hari itu.
"Kamu..., apa kabar?" tanya Kanita yang juga kehilangan kata.
Sandra tidak pandai merangkai kata seperti penyair. Dia pandai mengekspresikannya.
Dengan tangis yang tertahan, Sandra merangkul Kanita dengan kedua lengannya, memeluk leher wanita paruh baya itu, yang wangi tubuhnya sangat ia rindukan, seperti menemukan kepingan dirinya yang hilang. Kanita awalnya terpaku, sampai akhirnya dia membalas pelukan Sandra dan mengelus punggung Sandra, menenangkan.
"Kamu ke mana aja, Sayang? Mama cari kamu, tapi kata Mamamu, kamu lagi sibuk belajar," ucap Kanita dengan nada cemas. "Sadena gak cerita kalau kamu dateng."
KAMU SEDANG MEMBACA
S: Sadena, Sandra & Sandiwara
Ficção AdolescenteSUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU Part lengkap "Mungkin bagimu sandiwara, tapi bagiku ini nyata."