BAB 49
10 Tahun Berlalu
"Sekarang, aku sudah bisa berhenti berkhayal dan menerima realita. Sekarang, aku tahu, realita tidak seburuk yang kukira. Setidaknya, realita benar-benar ada, dan khayalan seperti berlari, tapi tiap langkah semu."
TOILET selalu menjadi sahabat terbaik Sandra Hasta Widjaja sejak kecil bila dirinya gugup. Gugup apa pun itu. Ketika Sandra sedang menjalani Ujian Kenaikan Kelas SD, dia bolak-balik kamar mandi karena mules, sehingga dicurigai oleh gurunya. Sandra masih ingat saat itu sang guru berada persis di samping tempat duduk Sandra selama sisa ujian berlangsung. Ternyata, gugup itu tak pernah hilang di umur Sandra yang menginjak 27 tahun saat ini. Perempuan itu masih saja gugup karena pentas drama yang ia buat akan segera tampil di Sanggar Sandiwara. Sandra masih bertahan untuk tidak ke toilet, karena, Sandra harap, kebiasaan ini bisa diubah.
"Monitor, semua udah siap?" suara Zanna di sebelah Sandra bergaung, membuat Sandra yang tadinya sibuk mondar-mandir di backstage kini berhenti dan melihat ke arah sahabat karibnya sejak SMA itu.
Zanna sedang membawa walkie-talkie, papan jalan di lengan kanan, dan rambut lurus yang dikucir kuda. Penampilannya benar-benar seperti orang sibuk, dan memang kenyataannya seperti itu. Zanna adalah editor penerbitan yang paling dicari karena kinerjanya yang cepat dan tangkas. Bukan karena Zanna bisa menuntaskan tiga naskah dalam sebulan saja, tapi naskah yang ia pegang selalu mendapat gelar best seller dan top ten. Sandra masih heran mengapa perempuan itu suka rela membantunya di Sanggar Sandiwara. Mengatur anak-anak kecil dan segalanya itu tidak semudah yang terlihat.
"Semua udah siap," suara dari walkie-talkie menjawab, kini, Zanna beralih pada Sandra. "Udah bisa dimulai pentasnya?"
Sandra mengerjap, kemudian mengepalkan tangannya ke arah lutut. "Sebentar, um..., gue ke toilet dulu."
Sandra mengambil langkah seribu ke lorong toilet dan menyelesaikan urusannya di sana. Seperti yang diduga, hanya mules, dan setelah Sandra di toilet, semuanya menjadi lebih tenang dan pikiran Sandra lebih jernih.
Sandra membuka pintu bilik toilet, kemudian hendak ke luar, ketika dirinya menangkap figurnya dari refleksi cermin. Sandra berdiam di sana sebentar, mengamati wajahnya. Sandra sekarang tidak sekuat dulu. Waktu syuting film R, Sandra mampu tidur hanya dua jam. Sekarang, jangankan dua jam, lima jam saja, Sandra masih sangat kelelahan. Di usianya ini, Sandra juga sudah melihat kemunculan keriput yang Sandra duga akan terjadi di usia 30 atau 35-nya. Wajahnya juga tidak semanis dulu, sekarang lebih pucat dan bening. Sandra mengingat kata-kata Mama dahulu kalau Sandra seperti dirinya ketika masih muda. Mungkin, Sandra akan mengatakan hal itu pada anak-anaknya nanti ketika mereka sudah remaja.
Sandra tertawa geli pada pikirannya sendiri. Ya ampun, menikah saja belum, sudah memikirkan anak.
Sandra mengingat pentas drama dan segera kembali ke backstage. Alam bawah sadar Sandra, dia tahu, bahwa bukan karena toilet lah yang membuat gugupnya hilang, tapi, karena lorong toilet selalu mengingatkan Sandra akan sesuatu. Seseorang.
Sandra mengingat seorang laki-laki yang umurnya setahun di atas Sandra, ketika UKK pada hari itu, laki-laki itu menenangkan Sandra di lorong toilet, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan Sandra percaya. Dan Sandra tenang.
Laki-laki itu Sadena.
***
DARI sekian banyak hal yang Sadena syukuri, mendapati acara Haha & Hihi masih berlangsung di tahun ke-lima belasnya adalah salah satunya. Entahlah, hanya sebuah perasaan bahwa sejak awal kariernya, Haha & Hihi sudah menjadi bagiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
S: Sadena, Sandra & Sandiwara
Ficção AdolescenteSUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU Part lengkap "Mungkin bagimu sandiwara, tapi bagiku ini nyata."