BEL pulang berbunyi nyaring di seantero SMA Matahari Jaya.
Sandra memasukkan barang ke dalam tasnya, bersiap pulang, sampai ia menyadari ponselnya tidak ada. "Eh, ponsel gue mana, ya?"
Zanna yang mendengar itu sesaat menelan ludah, lalu berpura-pura akting. "Nih, di gue, tadi lo ninggalin di kantin."
"Kok baru lo kasih?" tanya Sandra tanpa menyadari pertanyaannya membuat Zanna merasa tersudut, karena merasa bersalah pada apa yang telah ia lakukan. "Kan bisa kasih tadi pas jam istirahat kedua, Zann."
"Ah, baru inget, gue kan orangnya pelupa," ucap Zanna sambil berusaha menutupi tawa canggungnya.
Sandra menoleh ke arah Zanna dan mengangkat bahu. "Ya gue mau bilang apa lagi. Gue pulang duluan, ya, mau istirahat. Besok gue reading naskah di rumah lo, ya?"
Zanna mengangguk mantap. "Tapi gak apa-apa ya rumah gue kecil soalnya."
"Selo aja sih, Zann," ucap Sandra, menggembil pipi teman sebangkunya. "Rumahku istanaku."
Zanna tertawa hambar ketika Sandra keluar kelas dengan langkah begitu ringan. Setelah Sandra benar-benar pergi, Zanna memukul kepalanya berkali-kali dengan kaki dihentak-hentak. Sampai-sampai teman yang lain heran melihat tingkahnya.
"Bego, bego, bego! Lo bikin sahabat lo dalam masalah aja sih, lo, bego. Fangirling lo kan bisa ditahan, bego!" umpat Zanna sambil menggigit bibirnya. "Maafin gue Sandra, huhuhuhuhu."
Sementara, Sandra yang berjalan menyusuri koridor sudah menyusun rencana sesampainya di rumah. Sandra akan istirahat sepuasnya, mengobrol lama dengan ayah dan ibu, dan berjalan-jalan di sekitar perumahan. Sandra merasa ide itu sangat brilian hingga melihat kerumunan di dekat gerbang sekolah, yang terasa sangat de javu.
Sandra menghentikan langkahnya dan berusaha berpikir cepat. Namun, pikirannya terasa melambat dan Sandra kini pada pilihan, akankah Sandra menunggu hingga kerumunan itu bubar, atau Sandra tetap berjalan tanpa menghabiskan waktu berharganya?
Sandra memilih tetap berjalan setelah sekitar lima menit hanya di sana. Karena, bagi Sandra, tidak mungkin Sadena datang lagi ke sekolahnya membuat keributan setelah laki-laki itu menyuruh Sandra melupakannya. Bahkan di lokasi syuting, Sandra dan Sadena hanya berinteraksi seperlunya. Sepertinya..., Sadena menepati janjinya.
Tebakan Sandra memang tidak meleset, namun yang terjadi malah lebih parah. Thama berada di sana, bersandar pada mobil, dengan memakai tuxedo lengkap dasi kupu-kupu berwarna pink. Matanya mencari ke segala arah berusaha menemukan seseorang.
Apa-apaan?
Sudah gila, ya?
Sebelum sempat Sandra kabur, Thama sudah menangkap figurnya. Dengan senyum lebar, Thama menghampiri Sandra. Sandra membeku di tempat ketika semua mata kini tertuju padanya.
Ketika mereka hanya berjarak dua langkah, Thama menyapa. "H-Hai."
Gugup macam apa itu, Thama?
Bukannya dia, yang dulu tidak mau take dengannya?
Kenapa ironi sekali, sih?
Kenapa Sandra tidak dibiarkan tenang?
Thama menarik tangan Sandra dan sontak semua perempuan di sekelilingnya memekik seperti lumba-lumba. Sandra menutup wajahnya dengan tangan yang tidak digeret Thama ke mobil. Sumpah, siapa pun, Sandra hanya ingin pergi dari situasi memalukan ini.
Kenapa sih dengan cowok dan kebiasaannya menjemput cewek di sekolah?
"Kita mau ke mana?" tanya Sandra ketika berada di dalam mobil Thama yang lumayan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
S: Sadena, Sandra & Sandiwara
Novela JuvenilSUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU Part lengkap "Mungkin bagimu sandiwara, tapi bagiku ini nyata."