"I'm so happy."
=========================
INI situasi yang super duper aneh. Sandra berdiri di hadapan juri bersama Sadena. Sementara Sadena tampak santai, super santai, Sandra malah bingung setengah mati kenapa akhirnya mereka malah seperti ini.
Setelah ditarik Sadena tiba-tiba, Sandra benar-benar ling-lung. Mereka kembali masuk ke dalam ruang audisi. Wajah sutradara berubah cerah ketika melihat Sandra dan langsung menyuruh mereka untuk bersandiwara berdua.
Serius, Sandra bahkan tidak tahu skrip apa yang akan mereka mainkan. Dan, apa ini sebuah pertanda, atau hanya permainan. Sandra ingin berharap, namun ia takut harapannya kosong belaka.
"Yuk," ucap Sadena membuat Sandra yang dari tadi menunduk kini melihat ke dalam mata Sadena. Ada keyakinan dalam mata itu yang entah kenapa membuat Sandra yakin, seyakin-yakinnya bahwa Sadena juga..., ah, Sandra tidak sudi berharap.
"Gimana?" tanya Sandra heran, berusaha menunjukkan ketidakmengertiannya secara halus. Padahal, benaknya ingin sekali bersumpah serapah tentang situasi yang canggung ini.
Sadena mengangkat bahu. "Show me."
Astaga. Jadi, Sandra harus memulai akting lebih dulu? Kalau dia gagal, bagaimana? Kalau, Sadena malah tertawa dan menganggapnya lelucon, bagaimana? Tidak, tidak. Bagaimana kalau—
Terlalu banyak bagaimana. Semua orang menunggu. Detik terus berjalan. Sandra harus melakukan sesuatu.
Menarik napas panjang, Sandra mundur perlahan, memusatkan konsentrasinya pada satu adegan yang sangat ia sukai dalam novel R. Sandra berusaha memposisikan dirinya sebagai Ratu. Betapa terenyuh dan gelisahnya Ratu ketika Raja mengetahui rahasia kecil yang ia simpan. Betapa Ratu tidak ingin melepas Komplotan Rahasia, membuat ia harus memilih, Raja atau hal yang disukainya.
Sandra bergerak maju, Sadena sudah menghadap ke arahnya. Wajah Sandra menunjukkan rasa dilema yang nyata. Satu titik air mata menetes begitu saja, melewati bibir Sandra yang bergetar, menahan tangis.
"Kenapa cuma gue yang disikapi berbeda?" tanya Sandra. "Ladit, Edo, bahkan Resta bisa masuk Komplotan Rahasia. Kenapa cuma gue?"
Sadena mengedip perlahan, berusaha mencocokkan adegan yang kemungkinan Sandra maksud. Kemudian, ekspresi wajah Sadena berubah. Ada keresahan dan serba salah di sana. Mata cokelatnya menatap Sandra lekat. Sandra berusaha mengenyahkan debaran yang disebabkan oleh mata itu. Karena ini hanya sandiwara, dan selamanya seperti itu.
Tanpa peringatan, tiba-tiba Sadena memeluk Sandra, erat, seolah mereka sudah lama tidak bertemu, dan memang kenyataannya begitu. Sandra berusaha untuk tetap fokus pada sandiwara ini, sementara benaknya melanglang buana, apa Sadena juga berdebar sama kuatnya? Gugup sama banyaknya?
"Ratu keluar dari sana, ya?" pinta Sadena lembut, lagi-lagi, nada resah itu muncul ke permukaan.
Sandra menggeleng perlahan, mengeratkan pelukannya. Tidak, Ratu tidak mau.
"Kenapa? Komplotan Rahasia nggak baik buat Ratu," ucap Sadena, kini keresahan itu meningkat, membuat Sandra segera melepas pelukannya.
Sandra berseru, sangat kencang hingga air matanya terus mengalir. "Raja nggak ngerti!"
Sandra berbalik pergi, namun Sadena dengan tangkas menahan tangannya. "Rat."
Sandra tahu ini tidak sesuai skrip, tapi, kata-kata yang ia lontarkan tidak bisa ia tarik kembali. Dan, entah kenapa, kata-kata ini lebih cocok. Sandra berkata lirih, "Kita putus."
Sadena mengerjap, seolah mereka memang berpacaran di dunia nyata, dan Sandra memutuskan hubungan mereka. Sandra merasa bersalah melihat Sadena seterluka itu, hingga sampai akhirnya Seth menyerukan kata 'cut', Sadena tetap pada posisinya.
Sandra menyentuh tangan Sadena, "Den?"
Sadena mengerjap, lagi-lagi mengerjap. Kemudian ekspresi wajahnya berubah hangat. Dia membalas genggaman tangan Sandra. "Nice one, San."
Katakan pada Sandra. Apa caranya, cara jitunya, supaya dia tidak jatuh hati pada senyum manis di wajah Sadena? Maksud Sandra, Sadena jarang tersenyum, dan senyumannya kali ini tulus.
Bagaimana Sandra tidak jatuh hati?
"Yak! Bagus kalian berdua," ucap Seth dengan senyum lebar, seolah baru menemukan permata baru ketika melihat Sandra. "Sandra, kamu boleh keluar. Terima kasih atas waktunya." Saat Sadena beranjak pergi mengikuti Sandra, Seth kembali bersuara, "Sadena tetap di sini."
Sandra ikut berhenti. Saking kikuknya, dia lupa membungkuk dan bilang terimakasih. Setelah melakukan sopan santun itu, Sandra pun beranjak pergi, sementara Sadena ditarik kembali ke meja juri untuk berdiskusi. Sandra meliriknya sekilas. Sadena yang tadinya mengobrol dengan produser sadar tatapan Sandra. Dia berhenti berbicara, tersenyum ke arah Sandra, dan melambaikan tangannya sekilas.
Astaga.
Sandra menutup pintu audisi. Seluruh sendinya lemas, membuatnya harus berpegang pada tuas pintu agar tubuhnya tidak melumer di lantai.
Hari ini adalah sebuah keajaiban.
Keajaiban manis, semanis senyum Sadena.
KAMU SEDANG MEMBACA
S: Sadena, Sandra & Sandiwara
Teen FictionSUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU Part lengkap "Mungkin bagimu sandiwara, tapi bagiku ini nyata."