SEPATU hak tinggi Hana Syafira berbunyi nyaring di lorong koridor sekolah. Perempuan bermata cokelat terang itu kini berbalik menghadap Sandra Hasta Widjojo. Tatapannya begitu tajam dan dingin, seolah Sandra bukan dianggap sebagai 'manusia' lagi, melainkan salah satu jamur penganggu yang menghalangi jalan hidupnya.
Tanpa banyak bicara, Hana menyerahkan sebuah amplop plastik bening ke hadapan Sandra. Sandra menatap amplop yang isinya itu sudah terlihat. Foto-foto kebersamaan Sandra dengan Sadena. Sandra menariknya kasar dan membuka isinya. Ada saat Sadena mengantarnya pulang, ada saat Sadena menjemputnya di sekolah, ada saat di pentas Lulu, ada juga saat di GOR Matahari Jaya dan... Villa Bude.
Kalau Hana menyuruh orang memata-matai mereka, Sandra bilang ini keterlaluan.
"Lo mengancam gue sekarang," ucap Sandra setelah meremukkan foto-foto itu dalam kepalan tangannya.
Hana bergerak mendekat hingga jaraknya hanya mencapai satu langkah kaki dari Sandra. "Ya. Supaya orang kayak lo sadar di mana tempat lo," alis Hana naik sebelah seiring melukiskan senyum miring, "Yaitu di bawah gue."
Sandra mendekat, menatap berani mata dingin di hadapannya. "Yang lo lakukan percuma. Karena mengambil milik orang lain bukan cara gue."
Hana kehabisan kata.
***
SUASANA basecamp jadi sepi setelah kepergian Hana dan Sandra.
Sadena ingin sekali mengajak Thama 'mengobrol' soal tidak mengganggu orang-orang yang Sadena sayangi, tapi sebentar lagi dia harus take dan mau tak mau, Sadena harus bersiap-siap. Meski begitu, mata Sadena tak berhenti lepas dari figur Thama yang sekarang sedang memainkan ponselnya. Thama yang akhirnya menyadari tatapan tajam Sadena, kini menoleh perlahan dan melayangkan senyum miringnya, seolah tahu apa pikiran Sadena.
Gue senang ganggu pikiran lo. Gue puas, kira-kira, itu yang sekarang Thama katakan pada Sadena.
Sadena menggertakkan giginya dan berdiri secara mendadak.
"Ya amplooop, Sadena, jadi tumpah ini bedaknya, gimandosdos," seru penata rias dengan heboh.
Sadena menghadap ke arah Thama. "Berdiri lo."
Thama yang sedang menyilangkan kakinya dengan kedua tangan di saku celana, menatap Sadena seolah menemukan mainan baru yang lebih menarik dibanding Candy Crush.
"Kalo gak mau?" tanya Thama.
Sadena hendak menarik kerah kemeja Thama ketika pintu basecamp terbuka dan figur Sandra membuat perhatian Sadena teralih. "Sandra, Hana ngapain kamu?"
"Hah!" ucap Thama mendengus geli.
Sandra menatap ke arah Sadena, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi malah melengos ke kursinya, bersiap-siap untuk take. Melihat itu, Sadena mematung. Kenapa? Apa Sadena punya salah padanya?
"Sadena, balik sini! Bentar lagi lo take," ucap penata riasnya membuat Sadena terpaksa kembali.
Thama tiba-tiba berdiri dan duduk di samping Sandra. Lengannya dia tumpukan pada meja rias, kemudian mendekatkan wajahnya pada Sandra. "Jadi, lo udah tahu apa yang seharusnya lo ucapkan ke gue?"
Sandra yang sedang menutup matanya karena sedang dirias, kini membukanya dan menatap Thama. "Hmm... gue tahu," Thama menaikkan alis, menunggu, tapi Sandra menatapnya tajam, "Pergi lo."
Thama terbahak, "Kalo lo bilang gitu, gue makin semangat ganggu lo."
Sandra menggertak giginya dengan kesal, ingin sekali dia membalas Thama, menamparnya, malah, tapi Sandra tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
S: Sadena, Sandra & Sandiwara
Teen FictionSUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU Part lengkap "Mungkin bagimu sandiwara, tapi bagiku ini nyata."