BAB 2

190K 17.4K 545
                                    

"Cinta seorang Ibu mengalahkan cinta dalam bentuk apa pun."

===============

"AKU pulang!" seruan itu datang dari Sandra.

Setelah melepas sepatu di teras, perempuan berumur 17 itu melangkah cepat ke dalam rumah minimalis dua lantai milik orangtuanya. Tampak mamanya sedang bersama laptop di ruang keluarga yang berhubungan langsung dengan dapur—mereka tidak memiliki ruang tamu, toh, tamu yang berkunjung biasanya hanya saudara yang dekat, jadi tidak perlu ruang tamu. Sang Mama melepas kacamatanya sementara si anak salim.

"Ma, Sandra ke rumahnya Olip, ya!" cengir Sandra, berlutut di hadapan Mama.

"Gak makan dulu?" tanya Mama sambil menutup laptopnya. "Mama sengaja pulang cepet dari kampus buat masakin kamu orek tempe, loh, San. Makan dulu gih sama Olip."

"Tapi filmnya bentar lagi mulaiii, Maaa," bantah Sandra.

"Ya kan kamu nontonnya di rumah Olip bukan di bioskop. Jangan lebay deh, ah, makan dulu abis itu boleh main, oke?" Mama bangkit dari sofa menuju dapur. Sandra terpaksa mengekorinya.

Sandra berdiri di samping Mama dan mengambil nasinya sendiri, sementara Mama menghangatkan orek tempe. Sejurus kemudian, Sandra dan Mama sudah duduk berhadapan. Sandra sibuk makan, Mama sibuk liat anaknya.

"Kenapa, Ma?" tanya Sandra heran.

"Kamu tuh ya," mulai Mama. "Kalo diliat-liat, cantiknya kayak Mama dulu pas SMA. Rambutnya kecokelatan, matanya teduh, bibirnya mungil, ah, pokoknya tiada tara."

Sandra tersedak. Gimana enggak? Ini Si Mama mulai narsis kayak biasa. Sumpah deh, kadang Sandra heran kenapa bisa orangtuanya senarsis ini? Padahal Sandra gak pernah sekalipun narsis, gimana mau narsis, swafoto atau selfie aja, Sandra jaraaang banget.

"Banyak kali yang lebih cantik daripada Sandra," elak Sandra sambil minum air putih untuk meredakan nyeri tenggorokannya karena tersedak.

Mama mengangguk. "Iya. Tapi dipermak."

Kejam banget sih, Mama.

"Mama gimana hari ini? Ada mahasiswa yang rese, gak?" tanya Sandra mengalihkan topik.

Mama mengangkat bahu. "Seresenya anak orang, ya namanya juga anak, San. Salah sendiri jadi dosen, tanggung jawab morilnya tinggi."

Mama berprofesi sebagai dosen. Dia sangat teratur, efisien, efektif, dan kondusif di berbagai situasi—bukannya semua dosen begini, tapi Mama yah, salah satunya. Mama juga sering mengatur jadwal Sandra supaya tidak ada waktu terbuang. Pokoknya, semuanya sudah direncakan sebaik mungkin, deh. Yang terpenting buat Sandra, seperti itu kata Mama.

Selesai makan, Sandra langsung bergegas ke rumah Olip. Namun Mama mencegatnya.

"Apa lagi, Maaa?" seru Sandra lelah.

Mama merentangkan kedua lengannya sambil cemberut manja. "Peluk."

"Ya ampun, iya, iya," Sandra memeluk Mama singkat, kemudian nyengir. "Sandra pergi dulu, Ma!"

"Hati-hati!"

"Ya ampun, Ma, rumahnya Olip kan di sebrang Sandraaa."

"Ya kan kamu nyebrang, bahaya."

Untung Mama sendiri.

"Iya, Mama," Sandra memeluk Mama sekali lagi. "Sandra sayang sama Mama."

"Mama juga sayang sama Sandra. Ya udah, sana pergi, Mama mau kerja lagi," usir Mama sambil menepuk pundak anaknya.

Sandra terkekeh geli, mengangguk, dan berlari kecil menuju rumah Olip yang ada di seberang rumahnya.

===============

29-09-2017

S: Sadena, Sandra & SandiwaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang