BAB 32

112K 12.4K 1K
                                    

MATA Sadena menatap tajam seorang perempuan dengan celemek berwarna cokelat tua. Seolah dengan tatapannya itu bisa membuat si perempuan melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Lengan Sadena menumpu pada meja yang membatasi mereka, membuat yang perempuan semakin salah tingkah dan tangannya gemetar menuliskan kalimat 'Selamat' yang diusahakan seindah mungkin sesuai permintaan Sadena.

"Udah belum?" tanya Sadena dengan nada memaksa dan tak sabar.

"B-Belum, sebentar...," ucap perempuan bernama... Nayra, kemudian dengan pipi bersemu, kembali berusaha fokus menuliskan huruf demi huruf indah di gelas plastik.

Sadena menatap gelas itu dan Nayra bergantian. "Jangan pake tanda hati. Berlebihan."

"Iya, Kak, enggak...," ucap Nayra sambil meneguk ludahnya. Niatnya lantas surut.

Nayra mengira pagi ini dia akan menjalani pekerjaannya sebagai pegawai kafe seperti biasa. Namun, ketika melihat seorang laki-laki muncul dengan pakaian necis dan kacamata hitam, jantung Nayra nyaris terpecah belah dan berceceran di mana-mana. Maksud Nayra, jarang sekali ada artis yang datang ke tempat ini, di pojok kota Jakarta yang tidak terlihat siapa pun. Pelanggan kafe ini juga orang-orang yang bekerja di sekitar sini dan butuh kopi. Mereka orang-orang sibuk. Artis ini, Sadena Purnama Kalis, orang tersibuk yang Nayra tahu, dan orang itu ada di sini. Sekarang.

"Ini..., Kak," ucap Nayra seraya menyodorkan gelas plastiknya.

Sadena mengamati gelas plastik itu seolah Nayra baru saja membuat maha karya. Dia tersenyum samar ke arah Nayra dan jantung Nayra mungkin meledak sekarang.

"Thanks," ucap Sadena mengembalikan gelas plastik itu lagi. "Diisi susu cokelat hangat, gak pake gula, dan banyakin susu kental manis yang vanilla."

Nayra mengangguk menerima pesanan Sadena. Dengan cekatan tangannya bergerak dan berusaha mengalihkan perhatiannya pada hal yang ia sukai, yaitu membuat minuman. Sementara, Sadena menoleh ke arah belakang, di mana Ladit yang tertinggal pun terburu-buru masuk ke dalam kafe menghampiri Sadena.

"Kok gue ditinggal, Den?" tanya Ladit.

"Jalan lo kayak Putri Solo," jawab Sadena sekenanya.

Bukannya marah diledek, Ladit malah terkekeh. "Kok lo kayak Alvaro?"

Sadena berdiri tegak dan menatap Ladit dengan sepasang matanya yang tampak tajam. Membuat Ladit yang lebih pendek lima senti merasa jengah. "Alvaro? Alvaro novel R? Memang, dia beneran ada?"

Merasa bahwa Sadena sudah ketinggalan berita, Ladit kini tertawa.

"Den, kalo Seth aja ada, kenapa Alvaro enggak?" tanya Ladit. "Gue, Alvaro, Seth, dan om-om yang lain ada, Den. Mereka semua temen baik penulis novelnya."

Sadena menautkan alis. "Berarti, mereka bakal ikut syuting. Di scene 65."

Scene di mana Sadena (Re: Raja) akan menyanyikan lagu untuk Sandra (Re: Ratu) di ulang tahun Ladit (?)—Sadena lupa, intinya, di saat itu, Sadena (Re: Raja) mulai dekat dengan Sandra (Re: Ratu).

"Ini sudah," ucap Nayra merasa puas dengan kemampuannya membuat minuman, memberikan gelas itu pada Sadena, namun terpekik melihat Ladit. "Ladit!"

Mata Ladit melebar. "Nayra!"

"Ladit!" seru Nayra dengan pipi bersemu. "Kok ke sini?"

Sadena merasa kesal karena gelas minuman itu nyaris saja jatuh dari tangan Nayra andai Sadena tidak menangkapnya tangkas. Sadena mengamati Nayra dan Ladit yang sudah mengobrol akrab.

Ladit. Nayra. Ladit. Panggil-panggil nama saja terus, sampai yang lain berasa mengontrak.

"Kalian saling kenal?" tanya Sadena.

S: Sadena, Sandra & SandiwaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang