MENDENGAR suara Hana Syafira, bagi Sadena, lebih menyebalkan dibanding dahulu. Sadena benar-benar ingin meremukkan barang tertentu untuk meredam kemarahannya. Dadanya bergemuruh, napasnya tidak teratur, dan matanya tajam fokus ke depan.
Sadena belum pernah gegabah mengendarai mobil tanpa managernya. Tapi kali ini, Sadena melakukan itu karena Sandra. Nama Sandra terucap dari bibir Hana Syafira dan runtuh semua pertahanan yang Sadena bangun selama ini.
Bahwa Sadena masih sangat peduli pada keselamatan Sandra.
Bahwa di malam yang dingin, Sadena masih memikirkan, apakah Sandra sudah melupakan cowok brengsek itu seperti dia melupakan Sadena?
Bahwa Sadena hanya ingin melihat bola mata Sandra dan senyum lebarnya, satu kali lagi.
Sadena memberhentikan mobilnya di lobi mall, memakai topi dan masker, kemudian menyerahkan kunci pada valley. Setelah mengucapkan terima kasih, Sadena bergegas menuju salah satu kafe. Perasaan Sadena tidak enak karena semua orang melihatnya, seolah penasaran, seolah tahu akan sesuatu.
Kecurigaannya berlipat ketika kerumunan di belakangnya semakin banyak, mengikuti tiap langkahnya, sambil ingin malu-malu menyapa, namun takut salah dugaan. Sadena mengeratkan topi dan maskernya, menunduk, dan tetap berjalan tenang.
Ketika sampai di dekat kafe, Sadena melihat melewati kaca transparan, di mana Hana Syafira sedang berkumpul bersama kerumunan orang-orang, tampak tertawa palsu, menikmati segala perhatian.
Jebakan.
Sadena perlahan menoleh ke belakang, dan ketika Sadena berlari, kerumunan di belakangnya memekik kegirangan dan ikut mengejar Sadena. Semua orang memperhatikan dan perhatian semakin bertambah besar.
"Sadena!!! Itu Sadena!" seru salah satunya seolah memberitahu seluruh dunia bahwa salah satu aktor kesukaan mereka berbagi satu ruangan.
Deru napas Sadena mulai tidak teratur ketika kepanikan menjalari sekujur tubuhnya. Sadena mencari tempat aman, namun pikirannya sudah kosong. Sadena hanya bisa berlari menghindari kerumunan yang kian bertambah.
Sampai akhirnya, Sadena menyadari bahwa ada satu tempat yang tidak bisa mereka jangkau.
Toilet.
Tapi, jangan! Sadena baru ingat bahwa aktor lain pernah memiliki ide bersembunyi di sana, tapi para penggemar fanatiknya menerobos masuk dan membuatnya malah terjebak.
Bulir keringat mulai bermunculan ketika Sadena terus berlari menghindar. Sadena naik ke eskalator, berharap menemukan tempat persembunyian. Di belakangnya, para penggemarnya melangkah naik menjangkau Sadena, membuat Sadena mau tak mau kembali menghindar.
Oke, rencana. Dari eskalator ini, Sadena akan naik ke lift, dan..., kalau di depan lift, kerumunan itu sudah menunggu, bagaimana?
Sadena ingin sekali meminta tolong pada petugas keamanan di sana, namun Sadena tidak ingin tertangkap wartawan dan menjadi bahan berita bagi para netizen kurang kerjaan. Sadena, hanya, ingin, tenang.
"Sadena! Liat sini, Sadena!"
"Kok gak nemuin Hana? Dia nge-instastory kalo kamu bakal ke sini, loh!"
"Sadena, ayo foto bareng!!"
Seruan-seruan itu membuat Sadena bertekad satu hal, mau bagaimana pun, dia akan dan tetap harus kabur.
Setelah figurnya untuk sepersekian detik tidak terlihat oleh mereka yang masih naik eskalator, Sadena berlari lebih cepat, sangat cepat hingga kerumunan itu tertinggal lebih dari 100 m. Sadena hendak berbelok ke lorong yang sepi ketika tangannya tiba-tiba ditarik sangat kencang hingga dia terjerembab ke sebuah toko pakaian remaja.
"Lepas—" desis Sadena.
"Ssht!"
Sadena berhenti memberontak. Matanya bekerjap, tak percaya melihat figur di depannya. Namun figur itu menariknya hingga masuk lebih dalam ke toko yang sepi. Hanya ada satu pelayan yang sedang menunduk dengan tangan mengait sopan. Sadena melihat sekitar dan tidak ada yang lebih aneh lagi dengan menemukan Sandra di sini, masih dengan seragam putih dan rok abu-abu panjang, sehabis pulang sekolah.
"Sandra?" tanya Sadena memastikan.
Sandra mengangguk. "Cepet ganti pakaian lo. Mereka gak akan ngejar lagi."
"Tapi..., kenapa...."
Suara berat dan terdengar sinis itu muncul dari balik tirai merah. "Jangan banyak tanya. Turutin aja perintah pacar gue," kemudian, tirai itu disingkap dan wajah menyebalkan Thama muncul. "Masih untung pacar gue mau nolongin."
"Pacar...?" Sadena menautkan alis. "San?"
Sandra menghela napas. "Ganti pakaian lo sekarang, Den."
"San," Sadena menahan Sandra yang ingin pergi.
Sandra melepasnya, dan tidak mengatakan satu patah kata lagi, menghampiri Thama. "Kita pergi."
Sadena masih terduduk di sana ketika Thama merangkul Sandra begitu saja, dan senyum yang Thama berikan sekilas ke arahnya, sebelum mereka benar-benar meninggalkannya di toko itu.
Pelayan yang tadi menunduk menghampiri Sadena. "Mau saya bantu pilihkan?"
Sadena menoleh ke arah pelayan, kemudian menunduk dan tersenyum.
"Akhirnya," ucap Sadena lirih.
Akhirnya, lo berhasil lupain gue, San.
KAMU SEDANG MEMBACA
S: Sadena, Sandra & Sandiwara
Teen FictionSUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU Part lengkap "Mungkin bagimu sandiwara, tapi bagiku ini nyata."