BAB 10

132K 13.5K 501
                                    

"Aku takut pada kenyataan bahwa kamu menganggapku asing dan tidak ada. Karena hal itu lebih menyakitkan dibanding apapun."

================

SUDAH lebih dari dua hari Sandra bolos sekolah dan ini tentu saja membuat Olip pusing—kenyataan bahwa Mama dan Papa Sandra tidak mempermasalahkan itu tentu saja membuat Olip semakin sepaneng. Olip pusing bukan karena tugas Sandra yang menumpuk dititipkan padanya selaku tetangga. Tapi Olip pusing karena Sandra berlaku seenaknya sendiri di kamarnya seolah sudah menjadi hak milik.

Seperti saat ini. Olip baru pulang sekolah dan membuka pintu kamar, wujud Sandra yang membolak-balik majalah hadir di hadapannya. Olip tidak kuasa lagi menahan emosi batin, dia pun melempar tasnya yang sebesar gaban ke arah Sandra, membuat perempuan itu terkejut setengah mati.

"Mau bunuh gue, loooo?" tanya Sandra heran dan terkejut menjadi satu.

"Sekolah sana! Kayak pengangguran aja lo," gerutu Olip saking kesalnya pada kelakuan Sandra.

"Kan udah abisan sekolahnya," ucap Sandra, mengunyah keripik jagung yang tergeletak manja di atas kasur. Sandra menyingkirkan tas Olip yang seberat batu itu kemudian kembali tiduran, dengan majalah di tangan.

"Ya sekolah dong besok!"

"Males."

Olip berkacak pinggang, duduk di samping Sandra dan melepas kaus kakinya, melempar kaus kaki itu di sudut kamar. "Masih pundung ya karena sakit perut pas audisi?"

Sandra diam.

"Masih pundung? Serius?" tanya Olip tidak percaya. "San, lo udah ribuan kali ditolak, dan lo selalu punya kepercayaan bahwa kali ini pasti diterima. Lo pundung?"

"Gak gitu, Lip," jawab Sandra, ini pertama kalinya Sandra mengungkapkan isi hatinya sejak berhari-hari memilih diam. "Gue ketemu seseorang di sana."

"Siapa? Cogan?" tanya Olip langsung.

"Cogan mulu lo, Lemper," ucap Sandra sambil melempar majalah ke wajah Olip.

Olip mengusapnya sambil menggerutu. "Kasar."

Sandra mengambil guling dan memeluknya—pose galau yang sudah Olip kenali sejak mereka masih di dalam rahim berbeda. "Lo tuh gak pernah ngertiin gue."

Olip diam sesaat, kemudian menaruh majalahnya di nakas. Dia mengambil duduk di hadapan Sandra, namun Sandra berguling sehingga Olip dikasih punggungnya. Dasar, teman paling pundung dan manja.

"Lebay banget, sih, sini cerita," ungkap Olip langsung. "Emang orangnya kenapa?"

Kini, Sandra menjawab dalam sunyi. Olip lantas menoel bahu Sandra dengan jari telunjuknya. "Heiii, lo gak mau cerita sama gue?"

Sandra menatap langit-langit, sehingga Olip bisa melihat ekspresi wajahnya yang nelangsa. Dia melirik Olip sekilas sebelum cemberut. "Lo pasti ngetawain gue."

"Enggak."

"Janji?"

"Iya janji, udah cepet."

Namun, janji hanyalah janji. Ketika Sandra menceritakan insiden itu, Olip ngakak setengah mati membuat Sandra menimpuknya dengan majalah dan bantal.

"Jadi, lo ketemu Thama dan Sadena pas kebelet berak? Sumpah, gak elite banget, San!" kemudian, Olip tertawa sampai perutnya sakit, sementara Sandra kembali memeluk guling, ngambek.

Olip memaksa tawanya untuk reda demi menjaga perasaan Sandra yang tersakiti. Kemudian dia mengusap punggung Sandra, menenangkan. "Ya sabar aja, San. Gak semua orang bisa face to face langsung sama mereka, kan? Momennya aja yang kurang tepat."

S: Sadena, Sandra & SandiwaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang