Alea baru sampai di rumah pukul tiga sore. Diantar Laskar mengambil motornya disekolah yang bertepatan dengan jam pulang. Beberapa teman Alea sempat risuh melihat Alea ada di gerbang padahal ia tak masuk jam pelajaran sama sekali. Apalagi Luischa, Refa dan Okta. Mereka tambah risuh lagi ketika melihat Alea bersama Laskar.
"Udah bisa bolos lo sekarang?" Luischa menahan tangan Alea yang ingin mengambil motornya.
"Lo ga di apa-apain kan sama Laskar?" Giliran Okta.
"Sumpah! itu yang namanya Laskar cakep gila" Mata Refa jelalatan mencuri pandang ke arah Laskar. Laskar mengangguk ke arah Alea lalu berlalu.
"Gak kok, Udah ya gue duluan, bye" Alea ikut berlalu dengan motornya.
Rumah selalu sepi seperti biasanya saat ia datang. Gadis itu langsung menuju ke dapur dan mengambil makanan ke atas piring. Ia pun pergi ke kamar di sudut rumah untuk menyapa satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang. Alea membuka pintu. Terdengar bunyi nyaring saat pintu di buka lebar karena kondisi engselnya yang sudah berkarat. Benar saja, Orang itu masih setia dengan posisi duduknya sambil menatap kosong.
"Kak, Alea datang.bMaaf tadi pagi Alea ga sempat siapin sarapan" Tak ada sahutan.
Alea duduk disamping kakaknya itu. Matanya tertuju pada sebuah gambar dengan krayon yang tertempel di dinding tempat tidur. Gambar empat orang yang saling bergandengan tangan dengan tulisan jelek diatasnya "Papa dan Mama, Nathalia Feriska dan Alea Megan Sabrina" Gambar itu yang sempat Alea buat dengan Nathalia, Kakaknya yang kali ini hanya diam menatap keluar jendela. Saat masa-masa indah mereka dulu.
"Kak, Alea suapin ya" Alea memberikan satu suapan. Nathalia menerimanya. Mengunyah makanan itu sangat lama dan sangat lambat tanpa semangat. Hingga lima belas menit kemudian Nathalia tidak berhasil menghabiskan makanan di piring. Alea tak memaksa, keluar dan menutup pintu pelan. Meletakkan piring itu di dapur lantas menuju kamarnya.
Ia berdiam diri di kamar hingga malam. Pukul 20.00, Alea melengos. Bosan yang selalu menyergap, kosong yang selalu setia. Alea berguling membenamkan wajahnya di bantal. Ponsel nya berbunyi. Sebuah pesan masuk. Alea langsung menggulir layarnya.
'From: Luischa
Al, pinjem catetan besok boleh?'Alea mengabaikan pesan itu. Biasanya juga Luischa main ambil aja tanpa izin. Kesambet setan apaan sekarang pake ritual ijin. Ponsel Alea kembali berbunyi selang dua puluh detik setelahnya. Ia mengira itu pasti pesan dari Luischa hingga ia membiarkannya saja. Lima menit berikutnya, ponsel itu terus berbunyi. Hingga Sepuluh sampai lima belas menit berikutnya.
"Apaan sih tuh anak!"Alea menggerutu tanpa peduli sedikit pun jika ponsel itu tetap mendapat pesan. Nada dering pesan ponsel berubah menjadi nada panggilan.
'08125436xxxx is calling'
Nomor baru. Alea segera mengangkat panggilan itu.
"Halo" Alea menyapa orang diseberang, "ini siapa, ya?"
"Malam Alea Megan" Alea terkejut mendengar suara itu. Sangat familiar di telinganya "gue Laskar"
"Oh, dapet nomor gue dari mana?" Jawab Alea ketus.
"Ada deh, lo belum tidur?"
"Ya kali orang tidur bisa angkat telpon" Terdengar suara tawa dari seberang. "Ada apa ya nelpon malem-malem"
"Oo ga boleh ya udah gue tutup ya" Alea berdehem "Selamat terlelap Alea Megan" Sambungan terputus.
Alea membuang napas panjang. Dilihatnya inbox di ponselnya yang ternyata pesan dari Laskar lah yang sedari tadi meribut. Alea mengabaikannya saja. Menarik selimutnya lalu tidur sebelum bayangan-bayangan sialan itu muncul lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar Pelangi Alea
Fiksi Remaja[S L O W _ U P D A T E] Tentang Alea yang dirundung mendung, banyak lara. Tentang masa lalu kelam yang terlampau menampar dengan paksa. Sakit, trauma berkepanjangan. Alea rapuh. Hanya ingin bahagia. Alea parau, bahkan tercekat. Laskar mungkin ingin...