Alea mematut dirinya dicermin, pantulan bayangannya mengenakan kebaya biru muda dipadu bawahan batik. Rambutnya dicepol tinggi serta polesan make up tipis menghiasi bingkai wajahnya yang manis. Alea berputar-putar, berpose peace didepan cermin lalu mengambil ponselnya untuk berswafoto. Benar saja, seluruh baju milik mama sangat cocok ditubuhnya, dan pilihannya jatuh pada kebaya ini.
Setelah puas mengambil gambar, Alea memandang foto ukuran besar bergambar kedua orangtuanya. Foto itu kini menjadi bagian utama dari kamar Alea setelah ia memindahkannya dari kamar orangtuanya itu. Alea tertawa, lalu kembali mengacungkan jari telunjuk dan tengah bermakna peace pada foto papa dan mama lalu tertawa kecil, "He He Alea cantik, Ma, Pa, Alea berangkat dulu" Ia melambai singkat lantas mengambil tas kecilnya untuk berangkat menuju sekolah. Hari ini olimpiade serta festival sekolah. Alea memutuskan berangkat menggunakan taksi online karena ia takut dandanannya rusak jika harus mengendarai motor sendiri -sangat langka. Dan ia tidak mau dijemput Laskar karena menurutnya lebih baik ia bertemu Laskar ketika sudah disekolah.
Sekian menit perjalanan, Alea sampai di sekolah. Sekolah belum terlalu ramai pagi ini tetapi sudah lumayan banyak dibanding hari biasanya. Banyak dari mereka yang antusias sudah mengenakan kostum masing-masing. Bahkan disana ada dua orang mengenakan kostum pocong-pocongan, ada joker, teletubbies, juga berbagai profesi seperti dokter, guru, dan petani. Alea mengamati tiap orang yang hari ini tampil berbeda. Kemudian tersenyum saat ujung matanya menangkap Okta dan Refa yang melambai padanya.
Refa menggunakan gaun selutut berwarna pink lengkap dengan sepasang sayap dipunggungnya. Sementara Okta mengenakan kostum sekolah khas ala anime Nisekoi serta wig berwarna kuning, ia memang benar-benar serius ingin menjadi Kirisaki Chitoge. Alea tertawa melihat keduanya.
"Al? Wah, lo cantik banget gila" Refa memuji setengah berteriak takjub.
"Lo pake kebaya mau kondangan apa? Tapi cantik lho" Okta ikut memuji walau harus diikuti dengan celotehan mengejek.
"Ha Ha ini gue make baju mama, gimana?" Alea bertanya.
Refa dan Okta sontak menatap takjub, keduanya tersenyum senang, "Pasti Laskar suka" jawab Refa.
Tak karuan mendengar itu sontak membuat pipi Alea sedikit memerah, ia teringat saat Laskar dengan rewel mambantunya mencari kostum, malah ia memaksa Alea mengenakan baju kantoran papa. "Laskar yang bantuin gue bongkar lemari kok" Alea menjawab jujur. Ia mengode teman-temannya untuk bercerita sambil melangkah menuju stand kelas mereka.
"Lah kok bisa?" Refa histeris.
Okta memukul ringan kepala Refa, "Yaiyalah, mereka bareng terus kemana-kemana"
Alea menggeleng, "Jadi kemaren gue sempet down gitu pas masuk kamar mama papa, itu pertama kali gue masuk setelah papa mama meninggal" Alea menjelaskan, "Terus Laskar datang buat nenangin gue, ya dia baik banget lah"
Refa dan Okta sontak memeluk Alea, "Yah, kita ga disana" ucap keduanya.
Alea menggeleng lagi, mengusap kepala teman-temannya yang kini bersandar di kedua bahunya, "don't worry, i'm okay, Laskar there"
Refa dan Okta melerai pelukan mereka. Kini Refa berganti memukul pelan lengan Alea, "Jangan macem-macem ya lo, awas aja! Sebagai sahabat kami juga bertugas mengawasi dan memantau lo"
"Bener! Kalo sampe lo diapa-apain Laskar, gak bakal dikasih restu, lo tau gak dapet restu dari temen itu lebih bahaya!"
Alea meringis mendengarnya, lalu manut paham. Mereka sampai distand kelas mereka, bertema absurd. Lebih tepatnya kelas IPS yang sangat menghemat pengeluaran, menggunakan apa saja yang ada di rumah masing-masing hingga jadilah sebuah stand yang tak kalah dari stand kelas lainnya. Ternyata Luischa sudah disana, ia sampai lebih dahulu. Mengenakan pakaian ala koki lengkap dengan topi dikepalanya. Itu juga sesuai dengan tugas Luischa sebagai penanggungjawab produksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar Pelangi Alea
Teen Fiction[S L O W _ U P D A T E] Tentang Alea yang dirundung mendung, banyak lara. Tentang masa lalu kelam yang terlampau menampar dengan paksa. Sakit, trauma berkepanjangan. Alea rapuh. Hanya ingin bahagia. Alea parau, bahkan tercekat. Laskar mungkin ingin...