Hari ini, Alea tak menemukan Laskar dimanapun. Bahkan gadis itu sudah menyempatkan diri berkunjung ke kelasnya, dia tetap tidak ada. Padahal Alea ingin mengantarkan bekal yang sengaja ia buat sebagai ucapan terima kasih. Namun, sepertinya sekarang gadis itu harus merasa kecewa.
Ia kembali memasukkan kotak bekal itu ke dalam tas saat bel pulang berbunyi.
"Bekel nya dibawa pulang lagi?" Tanya Luischa seraya menyandang ranselnya.
Alea mengangguk, "Gak ketemu orangnya, awas aja besok!"
Luischa terkekeh pelan. "Jitak aja besok, lagian baru kali ini gue lihat lo sampe repot-repot bikin bekal buat makhluk bernama cowok"
Alea mengerucutkan bibirnya. Menoleh ke kiri, sekilas pipinya bersemu merah, "Bukan apa-apa, kok. Cuma mau ngucapin makasih"
Luischa tersenyum jahil, menggoda, "pipi lo kok merah, Al?"
"Eh?" Alea terlonjak. Menangkup pipinya sendiri. Berbalik, tak ingin melihat Luischa. "Gak, kok, biasa aja," Elaknya.
Luischa tertawa, puas mengerjai Alea. Alea tak kehabisan akal. Penglihatannya dengan cepat menemukan Adam yang tengah berjalan seraya memainkan kunci mobil di salah satu tangannya.
"Hoi, Adam!" Teriak Alea. Ia melirik Luischa yang berhenti tertawa sekilas. "Lo pulang sendiri?" Tanya Alea lagi setengah berteriak.
Adam mengangguk, memamerkan kunci mobil di sebelah tangannya itu.
Alea menyeringai, "Pas banget nih, Luischa katanya butuh tumpangan. Lagi gak ada ongkos buat pulang!"
Luischa terlonjak, segera melakukan protes besar kepada Alea, "lo apa-apan 'sih, Al?" Menuding.
Alea menyipitkan matanya, "Ayo, Dam, Ajak!"
"Lo mau bareng Luis?" Tanya Adam polos. Bertanya seraya menatap Luischa.
Luischa berdecih, "Gak, kok, gue gak minta tebengan" walau dalam hati ngarep, karena uang saku bulanannya yang hampir menipis.
"Oh, oke" Adam pasrah. Tak ingin memaksa terlalu jauh.
"Lah, sok-sokan dia Dam, buruan Luis, entar ditinggal lho" Alea berdecak. Mendorong-dorong Luischa dengan sebelah tangannya.
Luischa mengigit bibir bawahnya, arah pandangnya melihat punggung Adam yang semakin mendekati pintu. Namun kemudian malah, "Adam! Tunggu, gue ikut!" Lalu berlari. Dan Alea tak tahan, langsung melepaskan tawanya hingga puas.
Gadis itu menggeleng dengan sisa tawa yang belum reda, beralih menyandang tasnya. Melambaikan tangan pada Refa serta Okta yang entah sedang memperdebatkan apa. Sontak, melihat itu Okta menghentikan perdebatannya beralih mengejar Alea.
"Al?" Panggil Okta berusaha mensejajari langkah Alea. Alea menoleh, menghentikan langkahnya.
"Bekal tadi jadi lo kasiin ke Laskar?"
Alea menggeleng, "orang nya tenggelem"
Okta mengangguk, "Kenapa gak lo coba cari ke rumahnya aja?"
Alea berdehem, mengapit dagunya dengan ibu jari dan telunjuk, memikirkan usulan Okta, "Gue gak tahu rumahnya dimana"
"Nomor telponnya?"
Alea kembali mengingat, "kalo gak salah ada, tapi gak gue save, itu sih kalo gak kehapus"
Okta menepuk dahinya sendiri, "Gimana sih? Gebetan sendiri juga" Sindir gadis itu.
Alea cemberut, "Sejak kapan gue nge klaim dia gebetan gue?"
Okta berdecak, "Iya-iya, tapi ingat pesan gue, pokoknya hari ini juga lo harus ketemu dia!" Okta menepuk kedua bahu Alea. Menatap dengan sorot mata 'harus hari ini!'

KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar Pelangi Alea
Fiksi Remaja[S L O W _ U P D A T E] Tentang Alea yang dirundung mendung, banyak lara. Tentang masa lalu kelam yang terlampau menampar dengan paksa. Sakit, trauma berkepanjangan. Alea rapuh. Hanya ingin bahagia. Alea parau, bahkan tercekat. Laskar mungkin ingin...