HappyReading☕
Senja itu, hujan berhenti. Awan hitamnya bergerak mencari tempat lain untuk meluruhkan segala kesedihan. Membuka ruang tersendiri diatas langit tepat ketika lembayung jingga mulai menggantung. Bercampur ungu dan nila, jingga tak pernah merasa iri.
Alea berhenti menatap langit. Sedari tadi mereka hanya tertawa, menikmati hujan. Kini hujan telah pergi berganti senja. Mereka terpaku. Menatap ufuk barat yang kian lama makin menjingga. Kian lama makin memberikan kesan tersendiri bagi penikmatnya.
"Al? Lo suka senja?" Tegur Laskar. Ia ikut menatap ufuk barat yang memang memikat siapa saja.
Alea sedikit berpikir, lalu menggeleng, "tidak terlalu"
Kini Laskar menoleh pada Alea. Dengan raut wajah meminta penjelasan.
"Karena menurut gue senja itu licik, kehadirannya hanya membuat jingga tak dipuji, padahal senja indah karena jingga, gara-gara senja juga sore tak lagi dikenal, petang tak lagi mau kembali, pokoknya gitu, 'deh, menurut gue senja itu licik, dia hanya bisa menghadirkan gulita namun tetap disukai manusia"
Laskar terkekeh, "kata-katanya dari hati banget, kebanyakan baca novel tuh!"
Alea ikut tergelak, "Ga lagi-lagi temenan sama Adam"
Sebelum senja padam, Laskar pamit pulang. Alea mengangguk, mengantar hingga pintu sampai mobil Laskar hilang di tikungan jalan.
Laskar mematikan AC mobil. Cukup seragamnya yang kini basah kuyup membuatnya sedikit mengigil. Ia menyalakan musik. Lalu fokus pada kemudi mobil. Lalu lalang kendaraan senja ini tak berkurang sedikit pun.
Pikiran Laskar melayang, tentang siapa Alea, jelas. Ia hanya tak menyangka Alea sebahagia itu. Padahal cuma hal kecil dan terlampau sederhana. Benar, makin hari Alea semakin menjadi misteri baginya.
Laskar menyangga sebelah kepalanya dengan tangan yang betumpu pada jendela mobil. Memegang kemudi hanya dengan satu tangan. Ia hanya merasa, nasib Alea mungkin jauh lebih buruk darinya. Gadis itu pasti lebih terpuruk darinya. Laskar tahu itu dan ia mulai yakin, walau tak tahu jelas hal apa yang membuatnya seyakin itu.
Mungkin karena malam itu, dimana Alea khawatir berlebihan. Bahkan membuat kunci rumah terlempar. Atau malah karena teriakan misterius gadis itu menjelang tidur. Atau bisa jadi juga tentang puisi yang tak sengaja Laskar temukan. Puisi di potongan kertas yang masih ia simpan hingga saat ini. Entahlah, Laskar yakin saja Alea menyimpan sesuatu yang besar. Sesuatu yang menyakitkan dari masa lampau.
Namun apa? Laskar hanya bisa mendesah panjang karena belum mendapat petunjuk apapun.
Mobil terus melaju, berhenti mulus di depan rumah yang setiap hari ia datangi. Halaman dan seluruh sudut rumah itu sudah sangat hafal baginya. Disana lah ia besar oleh kedua orang tuanya. Oke, kita mungkin sudah pernah menggunakan bahasa ini sebelumnya. Laskar turun, tanpa curiga sedikit pun.
Namun, mendadak seseorang berlari, memanggil Laskar dengan setengah berteriak. Matanya tampak merah karena linangan air mata yang jelas di sekitar pipinya. Langsung memeluk Laskar yang masih basah kuyup.
"Abaaaaang!" Virgia merengek. Laskar langsung berjongkok, berusaha mengurangi raungan 'monster kecil bergigi kelincinya' itu.
"Hei? Kenapa 'sih?" Laskar mencoba melepas pelukan Virgia karena takut pakaian Virgia ikut terkena basah.
"Mama, bang, mama" adu Virgia. Ia mencoba menghapus air matanya dengan punggung tangan.
Dada Laskar langsung berdesir. Darahnya mungkin sedang menyebar secara tiba-tiba ke seluruh tubuh. Berputar secara paksa lalu bertabrakan dan kembali menyebar dengan kuat. Membuat badannya sedikit kesemutan. Laskar tak menjawab, membiarkan Virgia menjelaskan dengan tatapan penuh keseriusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar Pelangi Alea
Teen Fiction[S L O W _ U P D A T E] Tentang Alea yang dirundung mendung, banyak lara. Tentang masa lalu kelam yang terlampau menampar dengan paksa. Sakit, trauma berkepanjangan. Alea rapuh. Hanya ingin bahagia. Alea parau, bahkan tercekat. Laskar mungkin ingin...