[30]. Papa Laskar

731 21 7
                                    

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat pada pipi Laskar, rasa panas langsung menyebar. Laskar menatap tak percaya pada Okta yang baru saja memberikan serangan itu padanya.

"Itu buat lo yang udah bikin Alea hampir celaka!" Okta berseru. Emosinya tersulut saat mendengar semua detail yang Laskar berikan. Ada rasa tak suka saat sahabatnya dilukai oleh seseorang yang selama ini ia sangka dapat dipercaya.

"Gue gak maksud! Sumpah, Ta!" Laskar membantah seraya memegang pipinya. Menatap Okta penuh penekanan.

"Tapi gak gitu juga caranya! Lo jelas-jelas bikin Alea sakit hati padahal selama ini gue percaya lo orang yang pantas bikin Alea bahagia" Okta berseru setengah berteriak. Suaranya memenuhi gedung olahraga yang kosong kecuali mereka berdua.

"Iya gue tau, gue nyesel, tapi gue gak maksud sama sekali bikin Alea celaka!" Laskar masih bersikukuh. Mendebat Okta dengan segala fakta yang ia punya bahwa Laskar tak ada niatan menyakiti Alea.

"Dia pingsan, Kar! Kalo dia kenapa-kenapa gimana? Lo mau tanggung jawab!"

"Gue bakal tanggung jawab segala hal tentang Alea, segala hal! Tapi lo harus percaya kalo gue juga gak nyangka semuanya bakal berakhir seburuk ini!"

Okta menghentakan kakinya kesal, menghela napas panjang lantas membuang pendangannya ke arah lain. "Serius lo gak ada niatan jahat sama Alea? Dia udah cukup rapuh, Kar!"

"Dia bukan cukup rapuh tapi dia udah terlalu rapuh! Gue tau, Ta! Dan gak mungkin gue bakal punya niatan jaha-"

"Iya, iya gue percaya!" Okta langsung memotong ucapan Laskar. Mengurut pangkal hidungnya sendiri.

"Gue sayang sama Alea, Ta" suara Laskar melembut, diiringi helaan napas panjang.

"Iya gue tau" Okta mengalah, tak tega melihat Laskar yang jauh dari biasanya. Bukan Laskar dengan sosok sangar yang pada awalnya ia takuti.

"Lo percaya kan sama gue?" Laskar kembali bertanya, menjatuhkan tubuhnya untuk duduk di tribun. Ia menumpu kepalanya dengan kedua tangan, menunduk.

"Gue salah, gue gak seharusnya begitu, gue bego sumpah!" Laskar mulai merutuk dirinya sendiri.

Okta ikut duduk, melayangkan tatapannya pada langit-langit gedung.

"Gue percaya lo gak salah, lo gak maksud, gue juga gak suka liat orang lain nyalahin dirinya sendiri tepat di sebelah gue" Okta menoleh, Laskar masih menunduk dalam.

"Udah lo gak usah mengheningkan cipta! Minta maaf sana!" Okta berseru.

"Gak bisa, Ta, Alea udah bilang dia benci sama gue, dia nyesal pernah percaya sama gue"

"Terus gimana? Lo mau nyerah gitu aja?"

Laskar terdiam. Okta kesal.

"Yaudah minta maaf sana! Gue yakin Alea mau maafin lo, walau gue belum ikhlas lo hampir celakain Alea begitu, dia pingsan bos!"

"Gua juga gak paham kenapa bisa sampai pingsan"

Okta bergeming, sesaat kemudian meraih bahu Laskar, mencengkam pelan.

"Kalo lo mau perbaiki semuanya, usaha, gue yakin Alea luluh" suaranya lembut.

Laskar mendongak, pelan menatap Okta.

"Gue bakal bantuin lo" lanjut Okta kemudian.

Laskar tersenyum, mengangguk.
"Makasih, Ta, demi Alea gue bakal coba"

"Tapi awas aja kalo lo sia-siakan kesempatan yang gue kasih, gue gak segan-segan patahin leher lo, inget baik-baik!"

Laskar tersenyum, mengangguk mantap, "Gue dengan senang hati biarin lo patahin leher gue karena gue janji gue gak bakal nyakitin Alea lagi!"

Laskar Pelangi AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang