Suasana pondok kecil dari ketinggian terasa dingin bagi Laskar maupun Amanda. Dua gelas kopi susu hangat dan jagung bakar menemani keduanya di bawah cakrawala gelap pertanda malam. Amanda dari tadi terus-terusan mengoceh dan Laskar yang menanggapi sesekali.
Laskar melirik jam di pergelangan tangannya, pukul sepuluh lewat lima belas menit. Puncak adalah pemberhentian terakhir mereka setelah seharian Amanda merengek minta ditemani keliling kota kecil di kaki bukit itu.
"Laskar kita gak beliin eyang makanan?" Amanda bertanya, meniup jagung bakarnya yang masih panas.
Laskar menoleh sebentar, lalu kembali menatap kerlap-kerlip lampu rumah yang terlihat dari kejauhan, "Gak usah, eyang pasti udah tidur"
Amanda mengangguk paham. Menoleh lagi pada Laskar dengan tatapan dalam menatap separuh wajah cowok itu dari samping. Wajah Laskar menenangkan, bagi Amanda begitu, dari dulu hingga detik ini.
"Laskar gak capek kan nemenin Amanda jalan seharian?" Amanda berceletuk asal. Hanya ingin terus-terusan membuka obrolan.
Laskar menggeleng, ia jujur. Jalan dengan Amanda bisa dibilang menyenangkan. Dia anak baik yang selalu pandai menghidupkan suasana.Amanda tersenyum, mengigit bibir bawahnya pelan. Pandangannya dialihkan pada kelip lampu kejauhan yang tampak seperti taburan bintang diatas bumi. Ada yang ingin Amanda sampaikan- lagi.
"Tapi Laskar cuma anggap ini biasa lagi kan?" Ucapnya pelan.
"Ini udah enam tahun Manda"
Jawaban cepat dari Laskar itu membuat Amanda menunduk dalam. Iya, Amanda juga tahu ini sudah enam tahun.
"Tapi Laskar yang selalu bikin Amanda ngerasa aman, sejak mama papa pisah, cuma Laskar yang bisa bantu Amanda kembali hidup" Amanda susah payah menahan tangisnya agar tak jatuh. Ia tak ingin lagi menangis dihadapan Laskar. Walau hangat dekap itu menghantuinya setiap hari. Rindu, Amanda ingin Laskar membantunya selalu.
Ya, pertanyaan kala itu terjawab. Perasaan Amanda tak pernah berubah, akan selalu seperti itu.
Laskar merangkul pelan Amanda. Mendorong kepala Amanda ke bahunya lantas mengusap-usap punggung gadis itu. Dengan begini, Amanda tak akan tahan. Amanda selalu rindu Laskar.
"Alea, nama gadis yang kamu lihat di ponsel aku tadi" Laskar memulai cerita. Amanda diam, ia tau ini tak akan berakhir menyenangkan baginya.
"Dia lucu, ceria, nyebelin, juga ngeselin, namun ia sosok paling hebat menyembunyikan luka, dia kuat. Itu yang membuat aku... suka Alea" Laskar bilang ini terus terang. Laskar juga tak ingin Amanda terus-terusan terkekang perasaan menyakitkan. Sedang Laskar juga tak mampu memaksakan perasaannya untuk lebih dari sekedar sepupu Amanda.
"Beberapa hari yang lalu, Alea marah. Aku membentaknya dan aku tau itu salah, Alea marah, mungkin lebih dari sekedar marah"
"Amanda, aku sedang berusaha membuat Alea kembali lagi, membuat Alea memaafkan, Aku-"
"Kar? Maksud kamu nyeritain ini apa? Kamu gak suka dia tersakiti sementara disini aku yang tersakiti"
Laskar menghela napas panjang, bukan maksudnya begitu.
"Amanda, ini udah enam tahun, selama itu, dan kamu tau gak ada yang bisa dipaksakan" Laskar berkata pelan, lebih berbisik. Angin mengibas wajah keduanya.
"Jahat" Amanda berdesis. Menghapus pelan bulir dari matanya yang mendadak jatuh. Ia menjauh dari Laskar. Mengigit besar jagung bakarnya.
"Kalau ditolak, bilang dari awal kek, pake ceritain gebetan segala, kesel" Amanda berceloteh kesal, "Masa harus tiap tahun ditolak kamu"
![](https://img.wattpad.com/cover/122132693-288-k427627.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar Pelangi Alea
Teen Fiction[S L O W _ U P D A T E] Tentang Alea yang dirundung mendung, banyak lara. Tentang masa lalu kelam yang terlampau menampar dengan paksa. Sakit, trauma berkepanjangan. Alea rapuh. Hanya ingin bahagia. Alea parau, bahkan tercekat. Laskar mungkin ingin...