Semuanya menjadi berbeda? mungkin saja. Laskar dan Alea sepakat untuk berdamai. Keduanya memilih jalan tengah dengan menyingkirnya keegoisan masing-masing dan memberikan ruang baru dalam diri keduanya untuk saling menerima. Satu langkah yang mereka ambil hari ini dengan satu tujuan yang sama, ingin bahagia dan mencari sisi keadilan dari dunia.
Alea mengerti, Laskar juga terluka. Bahkan jauh dalam diri laki-laki itu tersimpan perih yang tak kentara. Alea bilang pada dirinya sendiri untuk dapat sembuhkan luka itu. Untuk memberinya obat merah atau bius yang kali ini dengan cara menjadi pendengar yang baik. Ia ingin Laskar lebih sering bercerita. Ia ingin Laskar tak terlihat kuat untuk sekedar pura-pura.
Laskar juga semakin paham, gadis itu punya trauma bahkan depresi. Ia tak bisa asal memaksa, ia tak bisa asal bicara. Alea terlalu rapuh untuk itu, dan Laskar tak akan ulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Laskar tak mau lagi ada yang pergi dengan langkah tertanam dan hati kecewa. Oke, tidak akan ada lagi.
Tapi, ini kehidupan, keadaan dengan gampangnya diputar balik semesta.
Senja beranjak gemintang. Dua ayunan di taman belakang bergerak pelan mengikuti irama abstak dari pijakan kaki. Keduanya diam, menatap bintang seolah baru kali ini menatap bintang. Menatap malam seolah baru kali ini dunia menjadi gulita. Dua remaja yang masih tak mengerti bagaimana alur dari dunia. Sederhananya semisal, bagaimana cara malam tiba? Kemana matahari berdiam terluka?
Sebelumnya ada topik tentang ayunan, kelinci yang berteman dengan kucing, anak kecil yang suka bintang, dan pasangan paling norak seantero SMA Harapan. Menarik, klise dan julid. Ya, begitulah.
Alea menoleh pada Laskar yang masih fokus pada langit, "Kar, tentang keinginan kamu itu, aku setuju" ucapnya pelan dan, manis.
Laskar menoleh, menaikkan sebelah alisnya, "kamu yakin?" bertanya.
Alea mengangguk yakin, "Aku rasa kak Natha juga butuh terapi itu,"
Laskar tersenyum tulus, "Thanks"
Alea balas tersenyum, mengangguk.
"Selama kak Natha terapi, aku akan selalu temenin kamu, biar semua ketakutan kamu itu gak bakal terjadi" ucap Laskar lagi.
Alea masih tersenyum, menyerahkan jari kelingkingnya ke hadapan Laskar, "Janji?"
Laskar mengangguk, mengaitkan jari kelingkinya ke jari kelingking Alea, "Janji" katanya.
Saling diam, lalu keduanya tertawa. Menarik tangan masing-masing.
"Mulai besok, kita akan mulai cari,"
Alea mengangguk, pernyataan yang kali ini menyenangkan, tak menyakitkan lagi.
Alea melirik jam di pergelangan tangannya, lantas kembali menoleh pada Laskar. "Anak-anak jadi kesini?" Tanyanya.
Laskar yang masih tetap menoleh pada Alea mengangguk, "Ya, aku gak mau maksa kamu, kalo kamu belum siap ya gak apa-apa, kita siap pesta barbeque aja malam ini"
Alea tersenyum tipis, "Kar, mereka mungkin berhak tau," Alea menunduk. Merencanakan memberitahu sahabatnya perihal trauma yang ia derita ternyata sesulit ini. Alea jadi meragukan dirinya sendiri, gue sahabat macam apa?
Yang Alea ragukan adalah ketika Alea beritahu, mereka akan marah bahkan kecewa. Tidak sepatutnya Alea merahasiakan ini sementara mereka berkali-kali berkata akan ada kapanpun Alea butuh. Alea mengidentikkan dirinya sebagai sahabat yang tidak baik.
Sebuah genggaman hangat menerpa permukaan tangan Alea. Laskar meraih tangannya, menyalurkan rasa hangat. "Udah, gak usah nyalahin diri sendiri, aku yakin mereka ngerti"
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar Pelangi Alea
Teen Fiction[S L O W _ U P D A T E] Tentang Alea yang dirundung mendung, banyak lara. Tentang masa lalu kelam yang terlampau menampar dengan paksa. Sakit, trauma berkepanjangan. Alea rapuh. Hanya ingin bahagia. Alea parau, bahkan tercekat. Laskar mungkin ingin...