Alea terkejut mendapati dirinya baru terbangun pukul setengah tujuh. Akibat dari tugas sialan itu membuatnya harus tidur agak larut dan mimpi-mimpi buruk itu kembali menghantuinya. Alea mengumpat kesal sambil menyambar handuk biru mudanya dan berlarian ke kamar mandi.
Tinggal di rumah besar ini memaksanya mandiri. Membuatnya Kesepian. Alea terkadang merasa bukan menjadi dirinya saat di rumah karena perasaan kosong yang tak pernah kunjung terisi. Hal itu membuatnya sekarang terburu-buru agar tak terlambat ke sekolah. Jika saja ia nanti terlambat tentu saja ia tak diizinkan masuk. Itu sama saja menyiksa diri sepanjang hari di rumah menyebalkan ini.
Walau dulu rumah ini terasa sangat hangat dan nyaman.
Selasai mandi, Alea segera mengenakkan pakaian putih abu-abunya. Memperbaiki tatanan rambutnya asal-asalan, meski begitu ia tetap terlihat cantik. Ia pun langsung berangkat kesekolah. Tak ada acara sarapan karena Alea tak terbiasa makan pagi sekarang, hal itu hanya akan membuatnya kesal dan ingin memarahi takdir jika saja mereka bertemu. Ia justru pergi ke kamar di sudut rumah. Mengecek apakah orang itu sudah bangun atau masih berkeruh. Orang yang selama ini menemani Alea walau Alea lebih merasa kesepian.
Alea membuka pintu. Sama seperti pagi sebelumnya, Ia sudah bangun sambil duduk di atas tempat tidur. Menatap kosong kearah jendela yang tak pernah tertutup. Jendela yang langsung menghadap ke halaman belakang.
Kosong, tatapan itu selalu kosong.
Alea kembali menutup pintu. Membiarkan orang itu sendirian. Lantas berlari menuju motor nya. Menghidupkan mesinnya lalu berangkat membelah jalan raya.
"Lima menit lagi" Alea bergumam sendiri. Satu tangan nya terangkat untuk melihat jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya sementara yang satunya lagi memegang kendali motor.
"AAKKH" Alea terpekik saat tau sebuah mobil hitam menyerempet membuat motornya kehilangan keseimbangan. Oleng ke bagian kiri lalu terjerembab. Ia terduduk di aspal dengan kedua siku dan lutut yang berdarah. Sementara mobil yang membuatnya sial itu menepi di bahu jalan tak jauh darinya. Seorang laki-laki terlihat keluar dengan santai.
Laki-laki itu memakai baju seragam putih abu-abu seperti Alea. Namun terlihat sangat kusut. Bajunya tak dimasukkan kedalam celana dan dua kancing teratas yang terbuka.
"Maaf gue ga sengaja" Ia tampak santai. Alea yang kesal segera bangkit dan mendirikan motornya yang tumbang di jalan. Segera menaikinya dan melaju tanpa memedulikan laki-laki yang menyerempetnya ataupun luka-luka di tubuhnya.
Namun Alea sempat membaca nama sekolah yang tertera di seragam laki-laki itu. SMA Harapan. Cih, ternyata mereka satu sekolah. Alea segera pergi sebelum ia benar-benar terlambat.
Yang benar saja, Alea terlambat!Pagar sudah tertutup rapat saat ia tiba. Ia tahu satpam sekolah tak kan memberi celah masuk bagi siswa yang terlambat. Alea mulai berpikir jahil jika ia mungkin bisa memanjat gerbang sekolah.
"Udah, ga bakal ada celah masuk. bolos sehari ga apa-apa kan?" Sebuah suara mengagetkannya dari arah belakang. Alea menoleh. Ternyata itu laki-laki yang tadi pagi menyerempetnya.
"Ngapain lo?" Alea menatap galak.
"Eiits, cantik-cantik kok galak. Nama gue Laskar kalo lo pengen tau"
Laskar Dewangga.
"Ngapain juga gue pengen tau nama lo!" Alea menatap lebih galak. Ia berdiri tepat di depan Laskar. Membuatnya mendongak karena Laskar yang memang memiliki tinggi yang lebih darinya. Menantang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar Pelangi Alea
Fiksi Remaja[S L O W _ U P D A T E] Tentang Alea yang dirundung mendung, banyak lara. Tentang masa lalu kelam yang terlampau menampar dengan paksa. Sakit, trauma berkepanjangan. Alea rapuh. Hanya ingin bahagia. Alea parau, bahkan tercekat. Laskar mungkin ingin...