Jungkook pikir, pertemuannya dengan Min Yoongi di akhir tahun lalu, merupakan pertemuan pertama, sekaligus yang terakhir.
Ia tidak bisa mengingat pria itu secara jelas dalam benak. Pun menggambarkannya dalam visualisasi gamblang terasa begitu sulit. Satu ciri yang bisa ia kenang adalah kulitnya yang pucat, serta pandangannya yang begitu tajam.
Dingin dan menusuk.
Begitu keras. Seperti berdiri dengan prinsip yang menantang. Memiliki kepercayaan akan pahamnya sendiri seolah tak mau ditentang.
Hanya memercayai diri sendiri. Pandangan sosok kuat yang berpegang teguh pada nurani. Jungkook bergidik ketika mereka bersitatap saat itu. Jimin sebagai jembatan di antara keduanya. Membawa telapak Jungkook untuk mengamit milik Yoongi yang begitu kurus.
Telapaknya dingin, namun kulitnya halus. Terasa sekali perbedaannya apabila dibandingkan dengan milik Jimin yang kasar dan kapalan. Jemarinya juga kurus dan panjang. Lentik sekali.
Jimin bilang, Yoongi adalah seorang pianis. Pertemuan pertama mereka terjadi di bar, terletak di sudut kota Seoul. Teratur setiap Rabu dan Sabtu. Begitu acak namun begitu manis.
Suatu kesalahan adalah, Jungkook salah menilai arti pandangan Jimin ketika menatap Yoongi kala itu.
Juga, sedikit lengah akan sentuhan ringan, penuh afeksi yang terlampau lembut ketika mereka saling berdampingan. Sembunyi-sembunyi. Penuh rahasia, seolah hubungan di antara keduanya merupakan muslihat manis dari ramainya dunia, juga pandangan Jungkook yang begitu mendamba.
Pertemuan kedua; di musim gugur.
Bertempat di lorong fakultas yang tidak terlalu ramai, namun tetap memberi privasi bagi pertemuan acak mereka bertiga.
Jungkook menghela nafas. Pandangannya buram. Betapa senyuman yang berusaha ia pancar, terasa begitu menyesakkan.
"Jadiーkapan kalian menikah?"
Dan disitu, Jimin tersenyum begitu tipis. Seolah berusaha menarik habis seluruh asupan udara Jungkook dari relung paru, ketika sebelah tangannya merangkul pinggul Yoongi begitu lekat. Erat sekali.
Mata Jungkook panas.
"Seminggu lagi, Jung. Setelah ini, aku akan mengantar Yoongi untuk fitting baju pengantin. Setelah itu kami akan...."
Seluruhnya tenggelam. Jungkook berusaha untuk mengalihkan perhatian dari hangatnya senyum Jimin ketika menjabarkan rencana pernikahan mereka. Mengabaikan senyuman tipis Yoongiーkentara sekali pria itu terlihat lelah. Pandangannya sayu, lingkar hitam di sekeliling matanya tidak bisa menipu. Ia butuh istirahat, itu pasti.
"Jadi Jung, bisa kau cover jadwal mengajarku siang nanti? Please?" Jimin berucap memohon, "Nanti kutraktir makan siang, kalau persiapan kami sudah beres."
"Astaga, hyung. Kau tidak perlu repotー"
"Aku memaksa." Jimin tersenyum, cengirannya lebar hingga kedua matanya melengkung. Jungkook tersipu, tapi buru-buru mengerjap cepat ketika Yoongi sedikit berdeham, "Restoran yakiniku di daerah Apgujeong, mau? Kutraktir kau sampai kenyang!"
Jungkook tersenyum tipis. Terkulum begitu rapi, nyaris melontarkan sergahan lainnya ketika ia merasakan sebuah beban mengapit tubuhnya dari belakang, dua lengan yang melingkari pinggang, serta aroma musk yang kuat pada ceruk lehernya yang diterpa nafas hangat.