Together?

35.5K 4K 462
                                    



Kim Taehyung.

Si bocah priyayi. Kelewat biadab, terlampau kurang ajar. Seorang tuan muda berotak hewan. Dengan hormon membludak macam setan.

Kalau bisa saja Jungkook mengumpat, mungkin sudah habis rangkaian kata serapah dalam kamus tebal yang terpajang di salah satu rak dalam kamar, hanya untuk dirapal ke arah pemuda yang  kini, justru hanya berdengung tak menentu di seberang mejanya.


Surai abu-abu. Teracak begitu bebas. Begitu panjang menutupi kening, turun sebatas tengkuk. Luar biasa berantakan, namun sialnya panas.

Jelas melanggar aturan. Tapi, untuk kali ini, apa ia bisa melarang?

Toh, juga, pemuda ini adalah sumber dari segala pelik kehidupannya. Pusat gravitasi yang menariknya; membelenggu begitu kekal.

Biang kerok utama dari kehidupan kecil yang kini tumbuh dalam dirinya. Bermula dari segumpal darah, kini menjadi bongkahan daging. Belum berdetak, namun Jungkook tahu bahwa ia hidup. Terus tumbuh. Selalu berkembang. Dibungkus oleh cinta, dibaluti kasih sayang yang teramat sangat.


Tanpa sadar, ia reflek menyentuh perutnya yang semakin kentara. Mengelusnya hati-hati, seraya menghela nafasnya begitu pelan.


"Tae," panggilnya, yang membuat pemuda itu reflek menaruh bolpen, dan dengan sigap, melangkah begitu tergesa. Mencakup kedua pipinya kemudian. Membingkai wajahnya penuh afeksi, dan menatapnya terlampau dalam.

"Ya? Kenapa, ssaem? Sesuatu terjadi? Butuh apa?" Ia memburu, "Bilang, ssaem. Apaー"

Jungkook tersenyum. Balas menyakup wajahnya dengan sebelah telapak, "Bukan butuh sesuatu. Hanya ingin berdiskusi."

"Berdiskusi?"

"Yup," angguknya, "Perihal cuti."

"Cuti?"

"Lihat dia," Jungkook berujar seraya mengelus perutnya pelan. Membuat Kim Taehyung ikut sibuk menatap; tanpa sadar tersenyum tipis melihat bagaimana jemari Jungkook menggelitik kecil di atasnya, "Semakin besar, dan terlihat."

Dan ia balas menatap, "Nah, terus?"

"Semua orang akan mempertanyakannya, Tae."

"Aku tidak mengerti dimana masalahnya, ssaem." Ujarnya seraya mengendikkan bahu, "Bilang saja sejujurnya, kalau kau memang hamil."

"Lalu kalau ditanya ini anak siapa?"

"Ya anakku, lah!"

"Bocah, dasar!"



Maka Kim Taehyung mengaduh. Reflek mengelus pipinya sendiri yang menjadi korban cubitan ganas dari Jungkook yang terlampau gemas. Sedikit mencebik, namun masih kukuh dalam posisinya yang mengungkung Jungkook pada kursi.


Dekat sekali. Bahkan Jungkook bisa dengan mudah tersipu ketika aroma musk itu menerpa penciumannya lagi. Sangat suka.

Terasa maskulin, untuk seorang pemuda yang bersemangat. Begitu segar. Membuat Jungkook selalu mendamba. Menunggu untuk pulang. Ingin bergelung dalam pelukannya.

Ingin Taehyung.

Ah, ia menyalahkan hormonnya yang berguncang akibt kehamilan. Ia jadi melankolis, dan seperti bergantung.


"Aku tidak bisa dengan gamblang bilang kalau aku hamil anakmu, Tae." Kekehnya, "Satu kampus tidak akan menyukainya."

"Kenapa?"'

"Karena kau muridku, dan aku gurumu." Ujarnya lagi. Kali ini lebih hati-hati. Terlebih ketika kerutan tanda tidak suka itu kini kembali terbentuk pada dahi. Dimana Jungkook membiarkan dirinya sedikit lancang, mengelus kedua alis Kim Taehyung yang menekuk dengan ibu jari secara halus, "Jangan merengut."

"Kau tau aku tidak suka bahasan ini, ssaem."

"Iya, tau."

"Nah, lalu kenapa dibahas lagi?"

"Karena," jeda. Ia menarik nafas, "Suka atau tidak, ini kenyataan. Hubungan kita agak sulit diterima di lingkup pendidikan. Persetan dengan pandangan masyarakat; itu normal. Tapi tidak disini. Tidak dengan batasan bahwa aku adalah salah satu orang dewasa yang bertugas mendidikmu."

Kim Taehyung merasakan bahunya merosot. Terlebih ketika pandangan itu kini serasa menghujam. Tegas dan berpendirian. Prinsip yang kokoh tanpa bisa digoyahkan.

Jiwa Jeon Jungkook begitu kuat dan kekal. Ia seolah terhisap. Kembali jatuh cinta akan kepribadiannya yang begitu tegas dan dewasa. Membuatnya merasa nyaman.



"Karirku bisa terancam, dan kauーbisa dikucilkan."

"Aku tidak peduli, ssaem."

"Tapi aku peduli!" tegasnya, "Bukan pada karirku, tapi padamu, Tae. Jalanmu masih panjang. Aku tidak mau jadi batu penghalang."



Maka disitu, Kim Taehyung tersadar. Jelas sekali dan gamblang.

Bahwa cinta yang selama ini ia cari, sudah benar-benar ada dan nyata. Berada di hadapannya. Membawa benih kehidupannya. Begitu cantik dan mempesona. Luar biasa, sempurna luar dalam.


Dimana ia akhirnya tersenyum begitu lebar dan hangat. Reflek mengamit kedua tangan Jungkook begitu erat. Membubuhi satu kecupan tanda sayang pada kening, halus sekali. Mengusak kedua ujung hidung mereka bersamaan seraya berlutut.

Mendongak, menatap Jungkook yang reflek terduduk begitu tegak. Menatapnya bingung, hingga ia berujar begitu mantap,



"Dan kalau kau tau, ssaem. Aku tidak butuh semua itu." Kekehnya, "Masa depanku jelas, terencana, dan terbentuk. Garis takdirku, sudah ditentukan sejak dahulu. Aku adalah tuan muda, ssaem. Pewaris tunggal kekayaan keluarga Kim dari Daegu." Jeda, ia memberi satu bubuh kecupan begitu sayang pada punggung tangan Jungkook yang reflek mengeratkan genggaman hingga pucat,


"Hidupku berhenti juga tidak masalah. Selama aku bersamamu, ssaem. Tanpa ada yang disembunyikan, tanpa ada yang ditutupi." 

"Itu mustahil."

"Tidak untukku, yang memang serius ingin menikahimu, ssaem." Ucapnya dengan nada jahil, serta senyum yang tersungging seolah main-main. Membuat Jungkook reflek mengulum rasa gemas, berwujud sebuah tawa kecil yang menguar ketika Kim Taehyung mengecup permukaan perutnya untuk yang kesekian kali,


"Selama kita adalah satu, mati pun  tidak masalah untukku, chagi."

.
.
.

***

Selamat  pagi, selamat menjalani hari!

Ujian selesai kemarin dan rasanya lega :3





Latch ㅡvkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang