Cup of Tea

35.2K 4.5K 280
                                    


Jungkook menghela nafasnya. Lagi. Entah untuk yang keberapa kalinya hari ini.

Dan entah untuk yang kesekian kali selama seminggu.




"Matamu besar sekali, ssaem." Pemuda itu terkekeh. Masih dalam posisinya menyakup wajah Jungkook dengan telapak tangannya yang besar. Membingkai wajahnya hati-hati, "Cantik."




Dan lagi, Jungkook menghela nafas. Kali ini diselingi decakan malas.


Seminggu sudah ia mengijinkan Kim Taehyung untuk menginvasi hidupnya. Menjajah hatinya. Dan sudah seminggu ini pula, pemuda itu menempel padanya.

Menghujaninya dengan pujian. Membanjirinya dengan hadiah. 
Dan semua dirasanya terlampau berlebihan.




"Berhenti berkata begitu, Kim." Jungkook menepis seluruh atensinya. Melepas cakupan Kim Taehyung dari wajahnya, seraya menatapnya dengan gurat lelah yang kentara, "Aku tidak cantik."

"Bagiku kau iya," Taehyung menyergah, "Dan lihat hidungmu itu. Lucu sekali."

"Tidak ada yang lucu."

"Dan kau juga manja, ssaem." Taehyung terkekeh. Benar-benar tidak memedulikan ekspresi jengah yang secara gamblang ditunjukkan oleh pria di hadapannya, "Manis sekali. Semakin membuatku jatuh cinta. Beritahu aku, ssaem. Berapa takar gula yang kau masukkan dalam cangkir minumanmu pagi ini?"


Dan begitu, Jungkook kembali menepis tangannya. Mendelik kesal, seraya mengepalkan buku tangan,


"Aku tidak suka gula dalam minuman pagiku."

"Hoo, black tea?"

"Black coffee, lebih tepatnya."

"Okay, noted." Pemuda itu tersenyum lebar, "Jeon-ssaem menyukai kopi hitam pahit tanpa gula di pagi hari." Jeda, ia membuat  gestur mengetuk kepalanya, "Satu informasi tentangmu sudah berhasil kudapatkan lagi, ssaem!"

Jungkook memijit pelipis, "Kembali lah ke kelasmu, Kim."

"Tidak sebelum kau memberiku satu ciuman, ssaem." Taehyung menunjuk bibirnya sendiri, "Sekali saja. Aku rindu akan rasa bibirmu yang manis dan basah itu."

"Komentar yang kurasa tidak pantas kau layangkan padaku yang notabene dosenmu, Kim."


Dan begitu, bibirnya secara reflek merengut. Sebuah ekspresi yang menunjukkan rasa tidak suka begitu jujur. Hanya untuk disentuh jahil oleh ujung jemari Taehyung yang mengulas permukaannya dengan manis,




"Jangan merengut begitu, ssaem. Di kelas kau memang dosenku." Ia tersenyum miring, membuat jantung Jungkook sedikit berdegup karenanya, "Tapi diluar itu, kau kekasihku. Benar kan, Jungkook-ssi?"

























.
.
.
.
.
.
.
.

"Seperti apa tipe kekasih idealmu?"



Yah, kira-kira, begitu lah pertanyaan yang terlampau sering terselip pada pendengaran Kim Taehyung. Dari segala sisi, dari segala pihak. Semua mengulik ingin tahu. Seolah memiliki kuasa penuh untuk itu.


Dan sebuah senyuman tipis, dan satu jawaban tetap lah yang akan mengalir dari bibirnya tang tersungging begitu jumawa. Merenggut seluruh pasokan udara dari relung paru lawan bicaranya. Disertai sebuah gebrakan kata-kata jujuf kelewat nyata, yang membuat siapapun akan menganga tidak percaya.



"Jeon Jungkook songsaenim."




Di satu sisi, beberapa akan mengangguk paham. Beberapa di antaranya, para gadis belia yang begitu mendamba akan kisah cinta dengan pria mapan yang dewasa.

Jeon Jungkook selalu masuk dalam kriteria. Pria itu begitu bersahaja. Berwibawa dan berkelas. Sekalipun ia hidup dalam kesederhanaan, namun pesonanya jelas tak terbantah.





Tapi di sisi lainnya, jelas ada yang berusaha membantah tak terima.




"Jeon-ssaem? Kenapa?" Satu diantaranya memekik, "Dia kan tua!"

"Tua bukan berarti masalah dalam hal cinta-cintaan."

"Tapi tetap saja!"

"Nah, jawabanku akan tetap sama, kok."

Cengiran kotaknya itu hanya semakin menyulut emosi yang tak kunjung padam. Salah satunya kembali menggebrak meja,

"Tetap saja, Tae. Bagaimana kalau kenyataannya dia sudah menikah? Beristri? Punya anak?"

"Wah, tidak ada celah bagiku untuk masuk kalau begitu."

"Nah itu maksudku!"

"Tapi kenyataannya tidak begitu." Taehyung menggeleng, senyumnya terukir tipis, "Park-ssaem sendiri yang bilang. Jeon-ssaem itu orangnya kolot. Tidak berani berkomitmen. Pengecut dalam hal hubungan. Bukannya justru itu yang membuatnya menarik?"

"Maksudmuー" nada gadis itu naik satu oktaf lebih tinggi. Kerlipan matanya berbinar excited, "Kau dan Jeon-ssaem cuma main-main, begitu?"



Taehyung nyaris tersedak, "Siapa bilang?"

"Bukankah begitu maksudmu?"



Sekali lagi, ia menggeleng. Mengetuk jemarinya asal di atas meja. Menggali seluruh atensi mengarah padanya. 

Berdeham begitu tenang. Tatapannya berubah lembut begitu visualisasi akan guru yang terbilang 'kolot' itu kembali menari dalam benaknya. Dan sunggingan tipis itu jelas tidak bisa ditahan begitu mendapati puluhan pasang mata seolah terpaku ke arahnya.



"Kukatakan sekali lagi, Jeon-ssaem memenuhi kriteria seorang kekasih bagiku." Jeda, "Hanya dia. Tidak ada yang lain."

"Tapiー"

"Dia sempurna. Dan aku suka." Begitu, ia mengukir senyum sekali lagi, "Bukankah menyenangkan, apabila kau menemukan segala hal yang kau damba, tertanam begitu rapi di dalam tubuh seseorang? Jeon-ssaem memiliki semua hal yang kucari. Dan aku menyukainya. Suka sekali."
























Dan Jeon Jungkook, sukses tersenyum begitu cerah siang itu. Bertepatan dengan jam periode ke-empat; dimana kelas linguistik akan dimulai di ruang kelas sebelas.

.
.
.

***

Met hari minggu yow gaes,

Besok senin lho


:')

Latch ㅡvkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang