Breaking Point

34.4K 5K 510
                                    





"Aku bersedia mengisi tempat untukku disini, kalau-kalau kau patah hati, ssaem."








Jungkook masih mengingatnya.

Bagaimana kata-kata Kim Taehyung yang berdesir halus sore itu, terdengar seperti doa yang sekilas terucap. Tersembunyi di balik kilah senyumnya yang tersungging jahil, serta elusan halus pada pipi.



Mungkin saja itu memang doa.

Tapi Jungkook jelas tidak bisa  menyalahkan pemuda itu sebagai dalih dari kandasnya romansa.




Melainkan ia memilih disini. Terduduk sepi di hari minggu. Mendung pada empyrian kelabu sebagai pancaran gurat getir bercampur sendu yang beraduk.

Udara musim gugur yang dingin terasa menusuk. Membuatnya bergidik, bergetar memeluk tubuhnya sendiri. Menenggelamkan isak tangis yang mati-matian berusaha ia redam dengan menggigit bibir.






"Aku akan melamarnya hari ini, Jung." Jimin berkata padanya tadi pagi melalui sambungan telefon, "Doakan aku, yah!"


Senyumnya palsu. Matanya mendadak panas begitu sambungan tertutup. Bersamaan dengan suara dialer yang terputus, Jungkook sesenggukan.





Sakit sekali.



Bedenyut begitu pilu pada dada sebelah kiri. Debaran itu seolah mati. Seolah berusaha menghakimi diri; menyumpah atas dasar sakit hati.



"Dingin,"


Ia berbisik. Tenggelam oleh angin. Desakan pilu yang membuat nafasnya tercekat, nyaris mati akibat sesak.





Hingga ia bisa merasakan, tubuhnya di tarik ke dalam rangkulan hangat sepasang lengan yang melingkar begitu erat. Mendekapnya begitu lekat, disertai elusan luar biasa hati-hati.

Aroma musk yang familiar, berhasil ia resap. Membuatnya nyaman dalam pelukan yang begitu melindungi. Membiarkan dirinya untuk sekali saja, meruntuhkan ego, membuang harga diri yang ia junjung setengah mati, hanya untuk terlindung di balik tameng yang adalah Kim Taehyung.



"Aku melihatmu, ssaem." Taehyung berbisik. Nafasnya hangat, menyapa tengkuk Jeon Jungkook yang bergidik karenanya, "Kau menangis. Tidak apa-apa."

Dan begitu, Jungkook terisak. Melepaskan seluruh emosi, membasahi bagian depan mantel hitam yang dikenakan Kim Taehyung.

Ia menelan ucapannya sendiri. Membiarkan diri untuk mengotori setelan Kim Taehyung yang ia yakini seharga sewa apartemennya selama dua bulan. Tapi persetan,

Karena toh, seperti yang Kim Taehyung bisikkan pada tiap hembusan nafasnya; tidak apa-apa.



"Menangislah, ssaem." Taehyung mengecup pucuk kepalanya hati-hati. Pelukannya mengerat seiring isakan Jungkook yang semakin menjadi, "Tidak apa-apa."




Dan begitu Jungkook merasakan telapak kasar milik Kim Taehyung menyakup pipinya, mendongakkan wajahnya hingga keduanya bertemu tatap, barulah Jungkook tercekat.



Kim Taehyung disini. Menangis untuknya. Bersamaan dengan elusan halus pada kulit, serta bisikkan yang mampu membuatnya nyaman, dan meluapkan seluruh emosi dalam satu ciuman lembut yang mereka bagi.



"Tidak apa, ssaem. Kau boleh menangis." Taehyung berucap, nafasnya hangat menyapu di atas ranumnya yang merekah basah. Merah yang merona, terlihat cantik dalam tiap kilaunya,


"Aku ada disini." 




.
.
.

***

Kilat dulu, nanti dilanjut lagi/?
Baru habis makan siang, kalian jangan lupa ya♡

Untuk sekarang, biarkan diriku menikmati green-tea latte di siang hari yang mendung ini :>

Latch ㅡvkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang