"Apa yang kau pikirkan, sayang?"
Panggilan itu lagi. Jungkook setidaknya sudah mulai membiasakan diri, untuk tidak dipanggil dengan embel-embel 'ssaem' di luar lingkungan kampus.
Menjatuhkan formalitas. Melupakan gengsi. Karena pada kenyataannya, baik hati, maupun tubuhnya, kini sudah sukses teracak oleh pemuda yang kembali merengkuh pinggang telanjangnya erat, serta mengelus halus surainya yang basah menutupi kening.
"Babyー"
"Aku tidak punya uang."
Dan Kim Taehyung mengerjap. Bingung. Begitu Jungkook sedikit beringsut menjauh. Mengeratkan lilitan selimut tebal itu di sekeliling tubuh, menenggelamkan wajah dalam rangkulannya sendiri. Menyembunyikan diri dari pandangan pemuda itu yang terlampau teduh.
"Oh," suara itu bergumam tenang, "Memangnya perlu berapa?"
Dan disini, Jungkook menggeleng. Memainkan pinggir selimut itu kaku dengan jemari. Pikirannya melayang, "Bukan untukku."
"Lalu?"
"Mencuci sepraimu." Jungkook menggumam, "Jimin bilang, ini perlu shampoo khusus, 'kan? Aku tidak punya uang. Maafkan aku."
"Hah?"
Dan ia mendecih, "Kau tau maksudku, Kim!" dengusnya, kali ini sembari membuang muka, "Aku mengotorinya. Maaf. Aku akan cuci. Pelan-pelan dan hati-hati dengan tangan. Tidak perlu khawatir ia akan rusak!"
"Tunggu, jadiー" Kim Taehyung mendengus geli, "Kau mengkhawatirkan uang cuma untuk.....seprai?"
"Ya, lalu? Kenapa?"
Kemudisn tawa itu terdengar begitu lepas. Seolah meledek harga dirinya yang kembali terkoyak sadis.
Jungkook berbalik. Menatap tidak percaya ke arah Kim Taehyung yang justru menatapnya dengan ekspresi tak terbaca. Dan seolah tidak terima, Jungkook tanpa pikir panjang justru membiarkan insting hewaninya yang bergerak. Melayangkan satu pukulan keras ke arah ulu hati Kim Taehyung; tidak keras, namun cukup kuat hingga pemuda itu mengaduh dan meringkuk kesakitan.
"Aduh!"
"Apa sih yang kau tertawakan?!"
"Ya kau lah, ssaem! Aduh-" ia meringis, "Sumpah. Sadis. Kenapa sih?"
"Ya harusnya aku yang bertanya!"
"Berani sumpah, kau malah memutar balikkan kata-kata." Taehyung dengan cepat, reflek mencekal pergelangan Jungkook sebelum pria itu melayangkan satu pukulan lagi, "Berhenti bersikap anarkis, sayang. Mau nanti anak kita jadi berlaku kasar?"
"Tidak apa, bagus kalau begitu."
"Apanya yang bagus?"
"Karena dia bisa menghajarmu kalau nanti dia lahir sebagai laki-laki."
"Ouch."
Hening sejenak.
Sekilas, Jungkook menikmati permainan jemari Taehyung yang terselip di antara helaiannya. Menyisir begitu hati-hati, sembari memberi kecupan halus bagai kupu-kupu pada pucuk kepalanya.Semakin membiarkan dirinya untuk tenggelam, ke dalam rengkuhannya yang begitu hangat dan menjanjikan.
Sejenak, ia termangu.
Kehidupan kecil itu ada. Di antara mereka. Terlelap begitu nyenyak, tersembunyi dari gemerlap dunia. Dan ia membiarkan tangannya untuk mendekapnya sekali lagi. Menyalurkan rasa kasih dalam diam. Terkesiap begitu sebelah tangan Taehyung, ikut menyakup miliknya.
"Sekarang, kau adalah tanggung jawabku, ssaem." Pemuda itu berbisik, dalam bibirnya yang masih setia mengelus pelipis Jungkook, "Kau dan dia. Kalian berdua."
Jungkook tersenyum tipis. Balas merangkul lengan Kim Taehyung begitu erat. Menenggelamkan wajah pada ceruk bidangnya yang begitu kental akan musk. Hingga ia tidak sengaja mencium aroma asing yang membuat perutnya sedikit berputar.
Ah, sial.
"Kau masih merokok?"
Taehyung beringsut, menjauh sedikit, menatap Jungkook dengan pandangan bersalah, "Ssaem tau?"
Yang dibalas dengusan olehnya, serta cubitan halus pada lengan, "Jelas aku tau."
"Mantan kekasihmu dulu suka rokok?"
"Aku tidak punya mantan kekasih, Kim."
"Jiminー?"
"Dan kau tau jelas itu cuma cinta bertepuk sebelah tangan, sialan." Rengutnya, "Bohem cigar mojito. Aku tau. Dulu favoritku, sebelum aku tau kalau Fizzy Yellow ternyata lebih pekat."
Dan rengutan itu berpindah. Kim Taehyung balas menatapnya dengan pandangan memicing tidak suka, "Kau merokok, ssaem?"
Kembali, Jungkook hanya mendengus. Meremehkan. Dengan kerlingan mata yang begitu jahil, serta sunggingan ranum tipis yang terkesan main-main,
"Aku pria matang berusia kepala tiga nyaris empat puluh. Stress hidup menyerangku seperti hujan bulan November. Merokok itu hal wajar, Kim."
"Aku tidak suka ide tentang kau yang merokok, ssaem." Decaknya kesal. Bibirnya merengut, hingga satu cubitan gemas ia dapatkan dari pemuda yang kini berada dalam pelukannya sembari menahan kikikan, "Kenapa, ssaem? Mau mengataiku bocah? Silahkan." Jeda, ia mengeratkan pelukannya pada tubuh Jungkook yang telanjang. Nyaris tersipu ketika kulit mereka bergesekkan penuh intimasi, "Ada hal yang lebih baik kau hisap ketimbang rokok, sayang."
"Oh ya?" Jungkook tertantang, "Apa?"
"Penisku."
"Oh, ya Tuhan! Bocah kurang ajar!"
"Bocah kurang ajar ini akan jadi suamimu nanti, ssaem. Tunggu saja." Ia berbisik. Kali ini, mendekatkan wajah mereka berdua. Membiarkan hembusan nafas hangat mereka berdebur menjadi satu, di antara deru panas tubuh mereka yang menyatu, "Aku akan membeli cincin."
"Hah?" Jungkook terkesiap. Wajahnya berubah panik, "Kenapa tiba-tibaー"
"Aku tidak mau menunggu lagi. Tidak siap kalau nanti kau akan dilamar oleh pria lain yang lebih matang."
"Contohnya?"
"Yah, siapapun. Ayahku misalnya?"
"Ya, ucapkan saja kata-kata tidak masuk akal itu terus."
"Intinya, Jeon-ssaem yang terhormat, sayang," Taehyung menghela nafas. Kini, ekspresi yang sebelumnya datar, kini kembali pada hangatnya. Memperlihatkan kembali senyum kotak yang membuat Jungkook, kembali jatuh pada pesonanya,
"Kau, dan kehidupan kecil yang berada dalam.....uh, perutー? Rahimーmu? Ini adalah tanggung jawabku." Bisiknya, "Dan aku bersumpah, tidak akan ada yang boleh menggantikan tempatku untuk itu."
.
.
.***
Maaf ya, ini gaje,
Sedang pusing :(
Terus kepala gue penuh lagi yodel 'yololeihu' dari tadi terus gue bingung :((