Gelapnya malam berganti secercah cahaya mentari, menciptakan buliran embun basah yang sejuknya menggoda. Pagi ini terlihat mendung, udara dingin diluar sana membuatku mengeratkan pelukan.
Dapat kurasakan bocah kecil dalam pelukanku sedikit menggeliat, semakin beringsut ke arahku. "Hyung?" Lirihnya.
Aku berusaha membuka mataku dan sedikit menunduk untuk menatapnya lebih jelas. Wajahnya memucat, tubuhnya menggigil. Aku menyentuh dahinya, berusaha memastikan.
"Oh! Ya Tuhan! Jimin." Aku panik. Segera aku bangkit dan menggendongnya.
Dia sakit, aku benar-benar berharap Eomma dan Appa belum pergi bekerja. Kupercepat langkahku dan sedikit kecewa saat kulihat mereka tak lagi ada di ruang makan.
"Tuan muda? Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?"
Aku menoleh menatap ke arah wanita paruh baya yang kini terlihat khawatir.
Aku mengela napas perlahan, berusaha menyembunyikan panikku. "Bibi Oh, bisakah kau memberitahu Paman Choi untuk menyiapkan mobil? Aku harus berangkat lebih pagi, akan kubawa Jiminie bersamaku. Aku harap aku bisa mengandalkanmu, Bi."
Aku pun mulai kembali menaiki tangga untuk masuk ke dalam kamar setelah mendapat anggukan paham dari salah satu asisten rumah tangga di rumah kami.
"Hyung.." Jimin mengeratkan pelukannya dileherku. Membuatku bertambah khawatir, karena tubuhnya semakin gemetaran, menggigil hebat, dan panasnya semakin terasa menempel dikulit leherku.
"Mine, hyung harus berganti baju terlebih dahulu. Kau berbaringlah dulu di ranjang, oke?" Jimin mengangguk paham saat aku membaringkan tubuhnya di ranjang. Dengan segera, aku membasuh wajahku dan menyikat gigiku asal. Kemudian mengganti bajuku dan kembali membawa Jimin ke dalam gendongan.
"Mine, sekarang kita harus bertemu dokter terlebih dahulu. Mine tidak takut, kan?" Tanyaku pelan.
Dia menggelengkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya diceruk leherku, berusaha bersembunyi di balik mantel yang kugunakan. Pagi ini memang benar-benar dingin.
"Jiminie tidak akan takut selama Yoongi hyung ada disini. Yoongi hyung tidak akan pergi dan meninggalkan Jiminie, bukan?" Ucapannya terdengar semangat, namun suara yang dikeluarkan olehnya begitu lirih. Dia pasti sangat lemas sekarang.
Kami sudah memasuki pekarangan rumah, dapat kulihat Paman Choi dengan sigap membuka pintu mobil dibangku penumpang. "Tuan muda, ada apa?" Tanyanya khawatir.
Aku hanya masuk ke dalam mobil, menidurkan Jimin di pahaku dan membelai surainya lembut, memintanya untuk memejamkan mata hingga aku membangunkannya nanti.
"Tuan muda Min?"
Aku menoleh menatap Paman Choi yang sudah siap mengemudi. "Paman, antarkan kami ke rumah sakit. Jiminie sakit." Paman Choi mengangguk paham atas penjelasanku dan mulai mengemudikan mobil ke rumah sakit terdekat.
Aku merasa bingung, aku cukup sangsi dengan hal ini. Apa aku harus memberitahu Eomma atau tidak. Aku takut Eomma sedang disibukkan oleh pekerjaan pentingnya, dan membuat fokus Eomma terbagi-bagi bukanlah hal yang baik, kurasa.
Hingga kami tiba di rumah sakit dan aku pun membangunkan Jimin, membuatnya melenguh dan sedikit merengek. Hampir terisak. "Kau tak apa, Minie-ya?"
"Hyung~ hiks. Badan Jiminie sakit semua." Rengeknya.
Aku merasa tak tega dan segera membawanya ke dalam gedung rumah sakit, setelah sebelumnya aku meminta Paman Choi untuk mendampingi kami dan menunggu di depan ruang pemeriksaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE, MINE (SUDAH TERBIT)
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Orang bilang merasa cemburu saat saudara kita telah dimiliki orang lain adalah hal yang wajar. Tapi bagiku, apa benar begitu?"