Author's PoV
Jimin terlihat kesal, semenjak kejadian di day care sore tadi mood-nya benar-benar berubah. Ia tidak menyangka bahwa memiliki teman baru akan semenyebalkan ini. Jungkook sungguh sangat sulit dipahami. Terkadang dia baik, terkadang dia jahat. Kadang Jungkook bersikap manis, tetapi ia lebih sering berubah menjadi menyebalkan.
Sebenarnya apa yang salah dengan Jungkook? Apa orang tuanya tak memberikan Jungkook nutrisi yang tepat? Apa Jungkook pernah terbentur kepalanya saat ia terjatuh? Seperti di drama yang biasa Jimin tonton bersama Eomma-nya di akhir pekan. Kenapa dia tidak bisa stabil?
Saat Eomma dan Appa-nya menjemput Jimin pada pukul 05.15pm semestinya Jimin senang. Seharusnya ia berlari ke pelukan Ayah dan Ibunya, sama seperti saat kedua orang tuanya tiba dirumah. Tapi Jimin tidak melakukannya, ia hanya terus berjalan dengan bibir yang dikerucutkan ke depan dan tangan yang bersidekap di dada.
Kakinya ia hentak-hentakkan pertanda Jimin tengah kesal. Bahkan di dalam mobil pun ia masih menggunakan gaya yang sama, dengan pandangannya yang lurus ke depan. Setiap kali Ibu atau Ayahnya bertanya apa yang terjadi, Jimin akan menghela napas dan memijat pangkal hidungnya. Persis seperti saat sang Ayah merasa bingung akan sesuatu. Kemudian ia akan menjawab.
"Eomma, Appa, tidak bisakah kalian diam sebentar? Jiminie butuh keheningan. Minie harus berpikir, kenapa bisa ada seseorang yang begitu membingungkan. Kadang baik, kadang jahat. Apa sebenarnya dia punya 2 kepribadian?"
Ujarnya sok dramatis, kemudian ia akan berdecak dan kembali membuang napas kasar, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Hingga saat dirinya tiba di rumah, Jimin bahkan tidak memperdulikan sapaan para pelayan dirumahnya. Padahal Jimin sudah ditawari berbagai makanan dan minuman yang enak. Namun Jimin tidak berkutik dari lamunannya yang terfokus pada Jungkook.
Jimin memasuki kamarnya, ia tidak pergi ke kamar Yoongi sekarang. Padahal biasanya ia akan menunggu sang kakak hingga kakaknya pulang ke rumah. Menghabiskan waktu bersama, mandi bersama, menunggu orang tua mereka pulang, dan makan malam. Lalu mengakhiri hari dengan terlelap dipelukan Yoongi.
"Jimin, tidak mahu mandi?" Chaerin merasa gemas namun khawatir di saat yang bersamaan. Jimin pasti sedang serius memikirkan sesuatu, makanya dia hanya terus merenung dengan wajah yang tertekuk tanda berpikir terlalu dalam.
Jimin menoleh ke arah Chaerin yang duduk disampingnya. "Ada apa Eomma?"
Chaerin tersenyum, ia mengusak lembut surai Jimin dan mengatakan. "Ceritakan. Apa yang membuatmu merasa kesal sekarang ini. Eum?"
Jimin menghela napas kemudian ia menatap Ibunya dengan mata sipit bulatnya. "Eomma, apa pernikahan itu?"
Mata sipit Chaerin membola mendengar pertanyaan si bungsu, "kenapa bertanya seperti itu?"
Jimin menggelengkan kepalanya dengan bibir yang sedikit mencebik. "Eomma sendiri yang bertanya. Kenapa Jimin kesal. Lalu kenapa saat Jimin akan bercerita Eomma malah melawan? Eomma ini sama saja dengan Jungkook, Eomma tahu? Kalian sama-sama menyebalkan dan tidak bisa mengerti Jimin! Jimin tidak suka. Eomma keluar saja sekarang, Jimin mahu mandi!" Teriaknya sembari menelungkupkan diri di ranjang besarnya. Membiarkan Chaerin mengeluarkan satu helaan napas bingung.
"Yasudah jika memang begitu. Eomma tunggu sampai jam makan malam nanti. Kalau Jiminie merasa sudah baikan, jangan lupa bercerita, ya?" Ujarnya sembari menggoyangkan kedua pipi pantat Jimin. Membuat Jimin berdecak sebal namun terkekeh saat wajahnya kembali menghilang di bantal tidurnya.
Chaerin pun tersenyum dan meninggalkan putera bungsunya sendirian di kamar.
Jimin yang mendengar suara pintu ditutup segera bangkit dan duduk, menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. "Tapikan, Jiminie tidak bisa mandi sendiri?" Ia mengerucutkan bibirnya sebal. Jimin baru saja sadar, bahwa dirinya hanyalah seorang bocah kecil berusia 5 tahun. Yang selalu mengerjakan segala sesuatunya bersama dengan sang kakak, Yoongi.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE, MINE (SUDAH TERBIT)
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Orang bilang merasa cemburu saat saudara kita telah dimiliki orang lain adalah hal yang wajar. Tapi bagiku, apa benar begitu?"