Hari benar-benar berjalan begitu cepat, Guanlin dan Jimin masih saja menyibukkan diri untuk persiapan mereka. Jimin yang bersiap untuk pulang, juga Guanlin yang bersiap untuk pernikahannya dengan Jisung, tunangannya. Guanlin dan Jisung berencana untuk meninggali apartemen Guanlin dan membelinya, agar mereka tidak perlu berpindah-pindah tempat lagipula Jisung sudah nyaman dengan apartemen Guanlin, oleh karena itu hari ini Guanlin--dibantu Jimin yang sudah selesai packing--mulai mengecat ulang ruangan, membeli beberapa hiasan dinding dan menata ulang perabotan diapartemen Guanlin.
"Jimin, aku benar-benar senang nilai akhirmu memuaskan. Aku juga senang kau akan segera kembali ke Korea. Tapi.. tidak bisakah kau mendengarkan perkataan Jisung? Kau.. bisa tinggal bersama kami disini." Pinta Guanlin yang tengah mengecat ruangan. Jimin tersenyum kecil, ia mengangguk. "Aku pikir, aku harus sangat, sangat, sangat merasa bersyukur. Karena saat aku berkuliah di London nanti, aku kembali mendapatkan tempat tinggal gratis."
Guanlin terkekeh mendengar candaan Jimin, ia berhenti melakukan pekerjaannya sejenak dan menghampiri Jimin yang tengah menata ulang ruang tamu. "Jimin-"
"Jangan khawatir, hyung." Potong Jimin. "Aku tahu apa yang kulakukan, terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi aku ingin pulang." Jimin menunduk dalam. Membuat Guanlin menghela napas lelah dan berakhir dengan memberikan satu pelukan untuk adik kecilnya. "Aku mengerti, Jim. Aku mengerti. Jaga dirimu baik-baik, dan aku harap kau selalu ingat, apartemenku akan selalu menjadi tempat untuk kau beristirahat dari lelahmu."
Jimin tersenyum dan membalas pelukan Guanlin. "Terimakasih, hyung."
'Terimakasih karena telah membuatku merasa diinginkan.'
*****"Hyung! Janji untuk tidak mengatakan semua hal buruk yang kulakukan selama sekolah disini. Oke?" Bisik Jimin pada Guanlin yang berdiri disampingnya, Guanlin menoleh ke arah asisten Kang yang tengah sibuk membereskan barang-barangnya untuk menginap selama beberapa hari diapartemen Guanlin. Sembari menunggu tugas asisten Kang di London selesai. "Ah~ apa maksudmu itu.. tentang baku hantam antara dirimu dan Jackson? Begitu?" Goda Guanlin dengan wajah menyebalkannya, membuat Jimin menyikut keras sisi perutnya. "Berani mengatakannya, kubuat Jisung hyung berpaling padaku!"
Guanlin tertawa kecil mendengar ancaman Jimin, namun ia memilih untuk mengangguk kecil daripada harus kembali dipukuli Jimin. Helaan napas dari pria yang ada didepan mereka, membuat obrolan kecil Jimin dan Guanlin terhenti. "Baiklah, Jimin. Kurasa kita perlu bicara." Ujarnya sembari menepuk kedua tangannya karena telah selesai membereskan barang bawaannya. "Baiklah, ahjussi. Tapi sepertinya aku perlu memasak untuk makan malam terlebih dulu. Kita bicara setelah makan malam nanti."
Daesung tersenyum hangat dan menganggukkan kepalanya, yang dibalas senyuman mata melengkung dari Jimin. Saat Jimin berlalu ke luar ruangan, Daesung menahan lengan Guanlin. "A word?" Guanlin tersenyum dan mengangguk, ia memilih untuk duduk dimeja yang biasa Jimin gunakan untuk belajar, sedangkan Daesung memilih untuk duduk ditepian ranjang. "How's life Guanlin-ah?"
Guanlin yang tengah memainkan ponselnya segera mengalihkan atensinya pada Daesung yang membuka percakapan mereka. "Aku baik paman, bagaimana denganmu?" Daesung mengangguk sembari tersenyum, "aku dengar kau akan menikah?" Guanlin sedikit tersentak mendengar ucapan Daesung, namun ia mengangguk kemudian. "Ya, paman. Segera."
"Kupikir kau akan menikahi puteraku." Daesung terkekeh membuat Guanlin ikut tertawa canggung sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Jimin menyukaiku sebatas hyung-nya saja, paman. Aku tidak mungkin mendapatkan hatinya." Keduanya tertawa kecil, "terimakasih, Guanlin-ah. Terimakasih sudah merawat Jimin dengan baik, sejak pertama melihatmu membawa dirinya pulang ke apartemen, disaat itu juga aku percaya kau adalah pria yang baik. Maaf sudah merepotkanmu dengan sifat manja tuan Jimin."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE, MINE (SUDAH TERBIT)
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Orang bilang merasa cemburu saat saudara kita telah dimiliki orang lain adalah hal yang wajar. Tapi bagiku, apa benar begitu?"