Satu Minggu yang Lalu,
(Insiden rumah Jungkook)"Gyeomie?" Remaja laki-laki menoleh ke arah sumber suara. Kedua pria yang sedari tadi bersembunyi di dalam dapur rumah mereka pun kini menghampirinya. "Jungkook baik-baik saja?"
Lelaki itu menghela napasnya dan tersenyum kemudian, ia mengangguk kecil seraya menghampiri kedua orang tuanya. "He is fine, Papa. It's okay. Dia sedang mencoba untuk beristirahat."
"Kau ingin kamar tamu dirapikan?" Pria dengan tubuh semampai dan mata bundar itu bertanya khawatir.
Yugyeom tersenyum menatap salah satu ayahnya. "Papa, aku akan menemani Jungkook. Aku akan tidur di sofa. Tak apa, yang paling penting sekarang adalah Jungkook bisa merasa lebih baik."
"Jinyoung-ah, bisa buatkan aku kopi?" Pria yang tengah memandangi putra semata wayangnya itu pun menoleh. Menatap suaminya yang sedari tadi tengah bersandar pada counter di dapur mereka.
"Tentu, Sayang." Jinyoung tersenyum kecil lalu mengusap lembut lengan putranya. Berjalan untuk membuatkan kopi untuk suaminya.
"Gyeomie, my office. Now." Pria itu mengatakannya dengan begitu datar, lalu menurunkan lipatan tangannya dari atas dada saat Yugyeom mengangguk paham. Ia yang hendak menyusul putranya harus berhenti saat Jinyoung menahan lengannya. Melihat tatapan khawatir istrinya, ia pun mengusap punggung tangan Jinyoung lembut. "Bring it to my office, will you?"
Jinyoung menghela napasnya perlahan lalu mengangguk kecil. "Berjanjilah kau tidak akan menekannya."
"Hun, kau tahu aku tidak pernah suka berjanji. Biarkan aku lihat kondisinya lebih dulu, setelah semuanya jelas. Aku akan menentukan apa yang harus kita lakukan." Pria itu mencoba menenangkan sang istri.
"Jaebeom-ah, Jungkook sangat berarti untuk putra kita. Setidaknya bantulah dia." Pinta Jinyoung penuh kekhawatiran.
Membuat suaminya menghela napas lelah. "Babe, you fucking saw it. Jungkook membawa pisau dan tangan putra kita terluka. Jika perlu, I will arrest him." Jaebeom membolakan matanya merasa kesal.
"No you won't." Jinyoung mencengkeram lengan suaminya, membuat Jaebeom mengernyitkan dahi. "Aku yakin Jungkook tidak bermaksud untuk menyakiti Gyeomie--"
"Dan anak yang sedang kita bicarakan ini, adalah anak lelaki yang pada waktu itu membuat putra kita mendapatkan siksaan dari lingkungannya di masa kecil." Jaebeom mendengus kasar, membuat Jinyoung mengerutkan dahinya halus.
"Cobalah berfokus pada alasan mengapa Yugyeom membawa Jungkook dalam keadaan mengerikan seperti tadi. Putra kita pasti memiliki alasan, jika memang itu yang ingin kauketahui. Aku mohon." Pinta Jinyoung, membuat Jaebeom pada akhirnya mengalah dan menghela napas lelah.
"Just bring me the coffee."
*****Jaebeom membuka pintu ruang kerjanya perlahan, untuk mendapati Yugyeom kini tengah duduk di kursi lain di depan meja kerjanya. Menundukkan kepala dan memperhatikan sembari sesekali memijat luka di tangannya.
Ia menutup kembali pintunya, membuat Yugyeom menoleh dan mengambil napas tajam. "Apa aku harus mengetahui sesuatu?" tanya Jaebeom lembut.
Yugyeom menghela napasnya pelan lalu mencoba untuk menatap wajah sang ayah. "Ayah, Jungkook tidak berniat menyakitiku--"
"I know." Jaebeom menatap putranya tajam. "Lalu?"
Yugyeom menggigit pipi bagian dalamnya gugup, lalu mencoba untuk kembali menatap sang ayah. "Aku merasa khawatir saat aku mendengar kabar terbaru perihal hilangnya Jimin. D-dan, somehow I just knew that... Jung-kook, t-terlibat dalam hal ini, Ayah. Jadi, aku hanya berusaha untuk mengecek keadaan Jungkook. Dan--"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE, MINE (SUDAH TERBIT)
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Orang bilang merasa cemburu saat saudara kita telah dimiliki orang lain adalah hal yang wajar. Tapi bagiku, apa benar begitu?"