Sayangku~ 💕
Lelaki itu melirik pria yang duduk dengan tenang di sampingnya. Bagaimana pria itu dengan santai memperhatikan jalanan di depan mereka. Mengemudikan mobil dengan kesunyian yang sejujurnya, membuat Jimin merasa risih.
"Kenapa?"
Dan lelaki itu pun menarik napasnya dalam kala pria itu bertanya dengan suara beratnya. Sadarnya kembali berkumpul.
"Tidak." Ia menggelengkan kepalanya seraya mengalihkan pandangannya untuk menatap jalanan di depannya.
Membuat lelaki yang lebih tua menarik napasnya dalam lalu mengembuskannya dengan penuh penekanan.
"Kau baik-baik saja?"
Yoongi mengernyitkan dahinya mendengar Jimin bertanya padanya dengan nada dingin. "Jimin--"
"Kau bahkan tidak menghubungiku dan tidak mengunjungiku selama satu minggu terakhir. Lalu untuk apa kau datang menjemputku? Serahkan saja aku pada supir. Atau lebih baik lagi serahkan aku pada Kim Taehyung."
"Jimin."
"Oh, kau pasti sibuk mencari Jungkook dan Hoseok Hyung ya?" Namun Jimin yang terlanjur tak lagi dapat menahan rasa sesaknya, justru kembali berbicara tanpa memperdulikan Yoongi yang sudah mengeratkan rahangnya. "Kudengar mereka bahkan belum ditemukan? Aneh sekali ya, Hyung. Mereka sudah menjahati orang lain, tapi bahkan tidak meminta maaf sama sekali. Tahu begitu mereka memang layak mendekam di penjara."
"Min Jimin!" bentak Yoongi seraya menepikan mobilnya kasar. Rem mendadak yang ia injak, membuat tubuh keduanya sedikit terhuyung ke depan.
"Yak! Kau mau membunuhku, Min Yoongi? Hah! Tahu begini aku tidak perlu bangun! Cukup mati saja di kamar rumah sakit. Setidaknya aku tidak perlu merasakan sakit sebelumnya!"
"Hentikan!" bentak Yoongi nyalang. Matanya terbuka lebar, dan urat di dahinya mulai terlihat menonjol.
"Apa? Kenapa?" tantang Jimin, "bukankah itu yang semua orang inginkan? Tak ada satu pun orang yang peduli padaku--"
"Arrrghh!" teriak Yoongi kencang dengan tangan yang memukul kemudi mobilnya kuat. Ia meneguk salivanya kemudian. Berharap amarahnya akan ikut tertelan.
Yoongi membuka kaca mobilnya, menarik napasnya dalam, berharap udara sejuk pagi ini akan membuat dirinya merasa lebih baik.
"Kau sudah selesai?" tanyanya pada Jimin yang terlihat terkejut, "sudah tak ada lagi omongan tak berdasar yang ingin kauucapkan?" Matanya menyipit tajam.
Namun Jimin hanya terdiam dan memalingkan wajahnya, menyembunyikan air matanya yang terjatuh. Karena perasaan sakit saat ia mendengar Yoongi membentaknya.
Membuat Yoongi kembali menarik napas panjang.
"Look," ujarnya melembut, dan Yoongi tetap melanjutkan ucapannya walaupun Jimin masih bergeming, "selama kau dirawat aku selalu meninggalkan pekerjaanku, Jimin. Banyak hal yang semestinya kuurusi dengan cepat menjadi tertunda karena aku tak bisa berkonsentrasi pada hal apa pun selain dirimu." Mulainya.
"Beruntung Appa memberikanku kelonggaran untuk dapat menyelesaikan pekerjaanku di rumah sakit. Meskipun masih ada banyak hal yang tak bisa kuatasi dengan baik saat aku tidak berada di kantor. Dan sekarang, setelah kau siuman. Selama satu minggu masa pemulihanmu itulah, aku bisa menyelesaikan semua pekerjaanku yang tertunda. Agar aku bisa menjemputmu hari ini." Lemahnya, berharap Jimin akan mengerti.
"Bukan karena aku tak peduli padamu, tapi karena aku menggunakan seluruh waktuku untuk menyelesaikan pekerjaanku lebih dulu." Ia menghela napasnya kala Jimin masih tetap tak ingin menatapnya. "Dan tentang Hoseok dan Jungkook, bukankah itu semua keputusanmu untuk melepaskan mereka semua yang telah menyakitimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE, MINE (SUDAH TERBIT)
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Orang bilang merasa cemburu saat saudara kita telah dimiliki orang lain adalah hal yang wajar. Tapi bagiku, apa benar begitu?"