Bab 12

3.2K 518 126
                                    

Author's PoV

"Bagaimana kabar Taehyung?" Tanya Yoongi berusaha memecah keheningan antara dirinya dan Jungkook di dalam mobil. Jungkook terdengar bergumam kecil, "kabar tentang kehidupan pribadinya, sosialnya, atau karir si bocah nakal itu?" Yoongi terkekeh mendengar Jungkook berdecak sebal di akhir kalimatnya, "apa Taehyung masih sering membuat masalah?"

Jungkook mengangguk, "ya, dan frekuensinya menjadi semakin sering. Aku heran kenapa Appa bersikeras menginginkan Taetae hyung yang menjadi penerus perusahaannya? Maksudku, dia bocah nakal selama Senior High dulu, itulah sebabnya kenapa kami sekeluarga harus pindah dari Daegu ke Seoul. Beruntung dia bisa lulus dengan tenang dari Senior High bersama kau dan hyungdeul lainnya. Belum lagi selama kuliah nilainya sangat pas-pasan, beruntung Hoseok hyung selalu membantunya. Aku tak habis pikir".

Lagi, Yoongi hanya tertawa kecil dan mengusak surai Jungkook pelan. "Maka dari itu, belajarlah yang rajin dan jadilah penerus perusahaan keluarga Kim." Jungkook mengangguk ragu, kemudian ia menoleh ke arah Yoongi dengan senyuman diwajahnya, "tapi bukankah lebih baik jika kita segera menikah, hyung? Lalu kau merawat dan mengembangkan perusahaan keluarga kita berdua. Kau lebih berpengalaman dibandingkan denganku bukan, hyung?" Jungkook tersenyum, begitu manis. Ia melingkarkan tangannya dilengan Yoongi, menyandarkan kepalanya dibahu yang lebih tua.

Yoongi hanya terkekeh kecil mendengar permintaan Jungkook, membuat Jungkook mendesah kecil dan mengganti topik pembicaraan mereka. "Hyung, sore nanti aku akan langsung pulang. Jangan tunggu aku, oke?" Ujarnya sembari melepaskan lengan Yoongi dan kembali bersandar dijok mobil. Yang lebih tua hanya mengangguk sembari terus fokus pada jalanan dihadapannya. Membuat Jungkook mendesah kasar, "kau tidak penasaran apa alasanku, hyung?"

Yoongi mengendikkan bahunya, sesekali melirik ke arah Jungkook saat ia berbicara, "apapun itu kurasa alasanmu adalah hal yang baik. Itulah sebabnya kau rela tidak kuantarkan pulang sore nanti, bukan begitu?" Jungkook yang tengah mengerucutkan bibirnya menoleh terkejut ke arah Yoongi, namun ia tersenyum kemudian. "Ya, hyung. Alasanku sangat baik." Jungkook tersenyum tulus dengan wajah yang memerah.
*****
























Rutinitas Yoongi dikantor ia lakukan seperti biasa, menghadiri rapat, mendengar celoteh penting sang sekretaris, membaca proposal juga laporan-laporan penting dimeja kerjanya, mempelajari kontrak dan menatapi foto serta video lama yang selalu membuat hatinya menghangat. Sesekali tertawa kecil dengan pelupuknya yang bergenang berair, hari sudah sore dan semestinya Yoongi sudah pulang, karena pekerjaannya sudah selesai. Tapi ia lebih memilih berdiam diri dikantor, menghabiskan waktunya untuk membuka kenangan yang selalu indah dihatinya.

"Tuan Min?" Yoongi menjeda komputernya dan berdehem kecil, melihat ke arah sang sekretaris yang memegang sebuah kotak berukuran sedang yang terlihat tipis. "Ada kiriman hadiah untukmu, juga telepon dari calico cat." Mendengar kode sang sekretaris, Yoongi tersenyum sumringah, ia meraih kotak yang diberikan sang sekretaris dan mengangguk paham. "Terimakasih, hubungkan aku dengannya, Bomie noona." Sang sekretaris tersenyum dan mengucapkan semangat untuk Yoongi tanpa suara.

Tak lama, telepon dimeja kantornya berdering, Yoongi mengangkat gagang telepon itu dengan jantungnya yang berdebar kencang. Ia hanya diam, beberapa saat hening menyapa keduanya, hingga seseorang diseberang sana mulai berucap. "Happy birthday, Min Yoongi. My blue mold." Yoongi dan pria diseberang sana sama-sama terkekeh mendengar panggilan itu, "kau sudah mendapatkan hadiahku?"

Yoongi mengangguk sembari berdehem kecil, "sudah, terimakasih." Yoongi mendengar helaan napas diseberang sana, membuatnya tersenyum kecut. "Kuharap kau suka hadiahku, maaf karena itu bukanlah hadiah yang mahal. Ah! Dan aku merindukanmu, hyung".

Ia tersenyum mendengar ucapan pria yang selalu dirindukannya. "Aku-"

"Tuan Min?" Yoongi refleks mendongakkan kepalanya, senyuman dibibirnya sirna. "Ia sudah memintamu untuk pulang. Dan.."

Yoongi menghela napas kasar, sembari meletakkan kembali gagang telepon itu dengan wajah yang kecewa. "Aku tahu. Terimakasih, noona. Kau bisa pulang lebih dulu."

Yoongi terkekeh kosong saat Park Bom sang sekretaris telah meninggalkan ruangannya. "Diputus sepihak lagi. Sangat konyol."
*****


















Dinginnya air membasuh seluruh tubuh Yoongi, meluruhkan segala lelah dan penat yang dirasakan tubuhnya dari mulai fajar hingga petang. Mandi air dingin selalu menjadi kebiasaannya dalam meluapkan segala masalah yang dihadapinya, tak pernah berubah. Hingga sebuah pemikiran menghampiri dirinya.

Ya, Yoongi baru saja mengingatnya. Yoongi baru mengingat bahwa hari ini dirinya berulangtahun. Biasanya, setiap dirinya berulangtahun Yoongi akan senantiasa menanti kiriman kado, menanti sebuah telepon diberikan kepadanya hanya untuk mendengar suara yang selalu ia rindukan. Tapi tahun ini berbeda, Yoongi bahkan disibukkan dengan urusan pekerjaan dan tak ada waktu untuk mengingat hari penting miliknya.

Beruntung, sekretaris Yoongi begitu pengertian pada dirinya. Yoongi terkekeh kosong saat dirinya kembali mengingat betapa sulit baginya hanya untuk berbicara dengan seseorang yang begitu ia kasihi. Berbagai macam dalil selalu diberikan pada Yoongi hanya untuk membantah keinginan si sulung. Dan Yoongi hanya bisa menangis dalam diam, memendam kerinduan yang tak satupun orang akan mengerti mengapa.

"Yoongi! Apa masih lama?" Yoongi terkekeh saat mendengar suara pecah milik ibunya. "Sebentar Eomma, aku masih membasuh tubuhku." Yoongi mempercepat mandinya mendengar sang ibu mendesah kesal. "Percepat, oke? Besok akhir pekan. Dan kau pasti akan menghabiskan waktumu bersama teman-temanmu. Jadi rayakan malam ini bersama orang-orang terdekatmu. Kami semua sudah menunggu."

Yoongi tersenyum kecut mendengar perkataan Chaerin, kata 'semua' terdengar begitu menyesakkan. Karena bagi Yoongi, sejak saat itu hingga malam ini, tak ada yang terasa lengkap dikehidupannya. Yoongi butuh dia, Yoongi butuh malaikatnya, Yoongi butuh hatinya.

"Min Yoongi? Kau sedang apa?"

Yoongi menghela napas, mengusak wajahnya sekilas dan menggelengkan kepalanya, mematikan shower dan segera melingkupi tubuhnya dengan handuk hingga pinggang. "Aku keluar Eomma."

Chaerin tersenyum lembut menatap Yoongi, ia menepuk pundak puteranya dan mengusap pipi basah Yoongi. "Selamat ulang tahun sayang, semoga hidupmu dilimpahi kebahagiaan hingga kehidupanmu yang selanjutnya. Semoga semua keinginan dan impianmu bisa kau capai. Eomma mencintaimu, Yoongi." Chaerin memeluk puteranya dengan hangat.

Chaerin melepaskan pelukan mereka dan mengecup kening Yoongi kemudian, "segera turun, saatnya makan malam. Jungkook juga sudah datang, sepertinya dia tidak sabar ingin memberikan hadiah padamu." Chaerin tersenyum hangat. Yoongi terkekeh mendengar Jungkook sudah berada dirumahnya. "Jadi ini sebabnya bocah itu tidak memaksa ingin kuantar pulang tadi." Chaerin tersenyum dengan wajahnya yang kebingungan. Sedangkan Yoongi hanya terkekeh dan mengangguk sembari mendorong bahu Chaerin agar keluar dari kamarnya.

"Lima belas menit, dan aku akan turun. Dah Eomma!" Ia pun menutup pintunya dan terkekeh saat Chaerin memajukan bibirnya kesal karena merasa di usir.
*****

-tbc-

It's a rainy day~ and I have to go to campus *sigh




January, 25th 2018



-1stWings-







YOU ARE, MINE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang