"Lain kali kalau sekertaris saya berbicara jangan di potong! Dan ini adalah kantor, bukan club malam! Saya tidak tertarik dengan anda, anda bisa lihat sendiri di jari manis saya sudah ada cincin yang melingkar! Saya sudah menikah! Kancingkan baju anda, baru kita akan lanjut pembicaraan ini!" perintah Nathan.
"Pergi kemana?" tanya Nathan saat Emma sudah selesai dengan masalah bajunya.
"Entah, mungkin ke rumah sakit," jawab Emma.
"To the point aja, tadi ada kejadian apa?" tanya Nathan, sementara Hans masih tetap duduk di sofa sambil menyimak pembicaraan mereka.
"Kedua mahasiswi magang itu bersama dengan Lily dan Stella telat kembali dari istirahatnya, maka saya memberikan hukuman kepada mereka dan mereka tidak mau mengerjakkannya malah membuat keributan," jawab Emma.
"Hukuman?" tanya Nathan tak percaya.
"Iya, saya menghukum mereka untuk membersihkan toilet," jawab Emma.
"Kamu pikir mereka apa? Mereka itu mahasiswi magang, bukan OG! Dan seharusnya kalau ada yang terlambat bukan urusan anda. Itu adalah tugas HRD! Kenapa mereka ke rumah sakit?" ujar Nathan emosi.
"Salah satu siswi magang itu mengalami pendarahan, Pak. Biasalah, Pak, anak zaman sekarang. Hamil diluar nikah," jawab Emma dengan nada takutnya.
"Anda tinggal tunggu surat pemecatanmu keluar! Dan kamu Chika, batalkan seluruh jadwal saya hari ini!" ucap Nathan lalu melenggang pergi.
"Oi! Nath! Nathan!" teriak Hans sambil berusaha mensejajarkan langkah mereka.
"Apa?" tanya Nathan saat mereka di lift.
"Lo kenapa?" tanya Hans.
"Fenny, gue gak akan bisa maafin diri gue sendiri kalau sampai sesuatu terjadi kepada mereka berdua," jawab Nathan.
"Maksudnya?" tanya Hans.
"Yang magang itu Fenny, Fenny sedang hamil. Jadi pasti yang mengalami pendarahan itu Fenny, kalau sesuatu terjadi dengan Fenny atau bayi yang di kandungannya aku gak akan pernah maafin diriku sendiri," jawab Nathan, lalu langsung melengang keluar dari lift dan berlari ke arah mobilnya.
Nathan menyetir mobilnya dengan kecepatan yang tinggi dan Hans mengekori di belakangnya, waktu yang seharus mereka tempuh 30 menit, kini hanya mereka tempuh dalam 10 menit.
Sesampainya disana Nathan langsung meninggalkan mobilnya di lobby dan menyerahkan kuncinya kepada satpam yang kebetulan menjaga lobby. Sementara Hans memarkirkan mobilnya terlebih dahulu.
"Nih anak benar-benar gila, mobilnya di parkir di lobby," gerutu Hans sambil memindahkan mobil Nathan, setelah meminta kuncinya kepada satpam yang tadi di serahi kunci oleh Nathan.
"Maaf ya, Pak, duh ... sepupu saya sedang panik," ucap Hans saat masuk dan melewati satpam yang di titipi kunci oleh Nathan.
"Iya, tidak masalah, Tuan," ucap satpam itu.
---
"Gimana keadaan Fenny, Olive?" tnya Nathan.
"Fenny masih pingsan, Kak. Seperti yang kakak lihat dan untungnya bayi yang dikandungan Fenny masih bisa diselamatkan," jawab Olive.
"Syukurlah," ucap Nathan.
"Pak Nathan?" ujar Stella dan Lily yang baru kembali dari toilet.
"Iya," jawab Nathan.
"Kok bapak ada di sini?" tanya Stella.
"Memangnya saya salah jika ke sini? Istri saya mengalami pendarahan, bagaimana bisa saya gak kesini?!" ujar Nathan.
"Sebentar! Jadi maksudnya Fenny itu-" ujar Lily.
"Iya, Fenny itu istri saya," ucap Nathan.
"Sudah, kalian gak usah terkejut seperti itu," ucap Olive.
"Nathan gila!" maki Hans saat sampai di ruang inap Fenny yang ia tahu setelah tanya di bagian recepsionis.
"Ai, kamu sudah sadar. Ada yang sakit gak ?" tanya Nathan saat Fenny baru saja membuka matanya mengabaikan makian Hans.
"Nathan bodoh! Percuma kamu tanya'i dia panjang lebar, dianya masih setengah sadar. Mendingan kamu panggil dokter buat periksa keadaan Fenny," sahut Hans.
"Tadi kamu ngatain aku gila, lalu sekarang kamu ngatain aku bodoh. Nanti kamu ngatain aku apalagi?" tanya Nathan.
"Apakah mereka berdua bertengkar dari tadi?" tanya Fenny.
"Entahlah," jawab Olive.
"Hmm ... aku baru tau kalau Pak Nathan bisa bertingkah seperti ini!" ucap Stella.
"Ini mah baru biasa, dia bahkan bisa kejar-kejaran kayak anak kecil juga!" ucap Fenny.
"Ai, kamu kok buka aib sih!" ucap Nathan.
"Kan kenyataannya kayak gitu," ucap Fenny, yang kemudian ditertawakan oleh mereka semua yang ada di ruangan itu.
"Ngapain pada tertawa?!" ujar Nathan sinis yang langsung membuat Stella dan Lily berhenti tertawa.
"Tertawa aja kali Stella dan Lily, gak usah takut sama nih manusia triplek," ujar Fenny yang membuat tawa mereka pecah kembali.
"Sudah ah ... perutku sakit kebanyakkan tertawa," ucap Hans.
"Pak Nathan, kami pamit pulang dulu," ucap Lily.
"Sebentar, saya akan suruh supir untuk mengantar kalian pulang," ucap Nathan.
"Tidak usah, Pak, kami naik angkutan umum aja," ucap Stella.
"Tidak ada bantahan!" ucap Nathan.
"Iya, Pak, kalau begitu kami permisi. Kami akan menunggu di lobby aja, Pak," ucap Stella.
"Iya, plat nomer mobilnya L 4 F," ucap Nathan.
"Woi, sepupu somplak aku sama Olive mau pergi makan. Lo mau nitip gak?" tanya Hans.
"Iya, aku titip belikan apa aja yang penting bisa dimakan," ucap Nathan.
"Okey, bye-bye ... Nathan!" ucap Hans.
"Ai, nanti selesai magang kamu gak usah kerja aja ya?" tanya Nathan.
"Enggak, aku masih mau kerja, Kak," jawab Fenny.
"Tapi, Ai, Kakak gak mau kamu kenapa-napa," ucap Nathan.
"Please ... biarkan aku kerja, Kak," ucap Fenny dengan mengeluarkan puppy eyes.
"Baiklah kamu boleh kerja, tapi tetep di perusahaan Kakak aja," ucap Nathan.
"Tidak masalah yang penting aku boleh kerja," ucap Fenny.
"Seneng banget di bolehin kerja, hmm?" ujar Nathan sambil menyubit pipi Fenny gemas.
"Iya dong," jawab Fenny.
"Oh ya, Kak Nathan aku mau tanya boleh?" tanya Fenny.
"Boleh, memangnya kamu mau tanya apa?" tanya Nathan balik.
"Gajinya pegawai divisi keuangan itu besar atau kecil sih, Kak?" ujar Fenny.
"Emangnya kenapa?" tanya Nathan.
"Jawab dulu, Kak, baru kakak nanti tanya," jawab Fenny.
"Cukup besar kok," jawab Nathan.
"Cukup besar ya? Tapi kok makanan yang di beli Stella dan Lily setiap harinya itu mie goreng ya?" ujar Fenny.
"Masa sih, Ai?" tanya Nathan tak percaya.
"Iya, saat aku tanya berapa gaji mereka. Mereka jawab 2.500.000," jawab Fenny.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth (Revisi)
Roman d'amourAku selalu saja terkena masalah, entahlah aku merasa masalah sepertinya takkan bosan-bosannya menghampiriku. Jika aku bukanlah Fenny yang sudah terbiasa menghadapi masalah-masalah berat seperti ini sejak kecil, mungkin saja aku sudah ... Penasaran...