Jimin pov.
Tanganku menjelajahi lekuk alisnya, lalu turun ke matanya yang tengah tertutup, aku suka bulu matanya yang lentik. Tanganku turun lagi menuju hidungnya yang kecil, ingin sekali aku menggigitnya karena gemas.
Ku usap pipi tembamnya pelan, dan terakhir jariku berada tepat dibibirnya. Bibir yang selalu menjadi candu, siapa suruh ia memiliki bibir yang nikmat saat dilumat.Seulgi merasa terusik dan membuka matanya, akhirnya aku bisa melihat mata coklatnya yang indah.
Ia langsung tersenyum begitu melihatku, wanita itu makin mempererat pelukan kami. Seulgi menenggelamkan wajahnya di dadaku, aku bisa merasakan ia sedang bernafas disana.
"naui cheonsa" bisikku
Seulgi mencubit kecil pinggangku. Aku tahu ia sedang malu. Setiap kali aku memanggilnya seperti itu mukanya akan memerah dan ia akan menarikku, lalu memelukku untuk menyembunyikan wajahnya atau paling tidak ia akan menutupi wajahnya dengan apapun.
Ku kecup puncak kepala Seulgi berkali-kali membuat wanita itu mendangakkan kepalanya dan memberiku kecupan singkat dibibir.
"semua ini bukan kebetulan kan? hubungan kita" Seulgi bertanya pelan.
Aku tertawa. "tentu saja tidak sayang"
"aku merasa dunia terasa berbeda, apa hanya perasaanku saja?"
Aku semakin memeluknya erat. Bagaimana bisa ia terlihat polos seperti ini.
Seulgi memukul-mukul pelan dadaku karena sesak. Aku sedikit menariknya keatas agar tubuh kami sejajar, jadi aku bisa memandangi wajah cantiknya lebih lama.
"aku juga merasakannya—
—mungkin karena kebahagiaanmu. hidupku akan lebih berarti jika melihatmu selalu berbahagia" kataku.
Seulgi tersenyum. Jemarinya bermain pelan di sela-sela rambutku. Aku tahu ia suka sekali mengelus rambutku, katanya wangi dan halus. Terkadang ia harus memegang atau memilin rambutku agar bisa tertidur.
Memang aneh.
"kamu tahu jim—"
"apa hmm?"
"dulu saat kamu memanggilku pertama kali, aku merasa seperti bungamu—
seolah aku sudah menunggumu untuk memanggilku" Seulgi berkata.
"kau memang bungaku sayang, kita mekar dengan indahnya. seperti takdir dunia"
Kali ini Seulgi melumat lembut bibirku. Setelah ia melepaskan bibirnya, ku rubah posisi tubuhku, menjadikan dinding dekat ranjang sebagai penyangga.
Ku buka lebar kedua tanganku, mengisyaratkan kepada Seulgi untuk duduk dipangkuanku. Sepertinya ia terlihat lelah sekali akhir-akhir ini.
Aku tahu ia sedang mengalami beberapa hal buruk, ia baru saja ditinggal senior yang paling dikaguminya. Menangis lebih dari semalam dan aku hanya bisa mengusap punggungnya saat itu.
Seulgi duduk diatas pangkuanku, tanganku melingkar dipinggangnya dan kami hanya saling bertatapan sambil tersenyum satu sama lain.
Bagaimana bisa Tuhan menciptakan bidadari secantik Kang Seulgi?
"jim, apa kamu tidak takut dengan tanggapan orang lain tentang kita? sebenarnya aku takut..." Seulgi mendekatkan tubuhnya dan merebahkan kepalanya di bahuku.
"aku juga sama takutnya denganmu" balasku
"lalu bagaimana—"
"yang aku takutkan berbeda, aku takut mereka akan menyakitimu" bisikku
Seulgi hanya terkekeh pelan. Beberapa orang memang sudah mulai menyakitinya meski tidak secara langsung. Aku ingin melakukan sesuatu, tapi Seulgi selalu menahannya.
Ia bilang mereka semua berharga untukku. Memang benar, tapi Seulgi lebih berharga.Seulgi adalah jiwaku.
Seulgi adalah nafasku.
Seulgi adalah duniaku.
Dan, Seulgi adalah aku.
"saat dunia pertama kali diciptakan, semua sudah ada takdirnya. dan sekarang biarkan aku mencintaimu" bisikku.
Kedua tangan Seulgi menangkup pipiku. Kali ini ia menciumku lebih dalam, seolah-olah melepaskan semua hasrat yang dipendamnya.
Lidah kami saling mengecap. Bibir kami saling menggigit satu sama lain, dan tanganku tidak bisa tinggal diam. Tubuh Seulgi terlalu indah, membuatku tidak tahan untuk menyentuhnya.
Seulgi melenguh saat aku meremas beberapa bagian tubuhnya. Ia tahu setelah ini kesadaranku akan hilang seperti sebelum-sebelumnya. Tapi sepertinya kali ini ia tidak menolak, malah semakin menikmatinya.
Sebelum kami melangkah lebih jauh, aku menahan tubuhnya yang terus mendesakku. Seulgi menatapku kesal dan aku langsung mengecup bibirnya.
"kamu bahagia saat bersamaku?" aku bertanya.
"apa selama ini yang kita lakukan belum cukup membuktikannya?" Seulgi balik bertanya.
Wajahnya yang merajuk semakin membuatku ingin menerkamnya saja. Ku tarik lagi tubuhnya agar aku bisa mengelus surai hitamnya yang panjang. Sesekali jemariku merapikan poni pendeknya.
"tidak masalahkan aku tidak mempublikasikan hubungan kita sekarang?" tanyaku lembut.
Seulgi menggeleng pelan di dadaku. "aku lebih senang seperti ini"
Aku juga lebih senang seperti ini. Tidak perlu banyak yang tahu.
"kita konfirmasi saja kalau kau sudah mau menjadi park seulgi, bagaimana?"
Seulgi tidak menjawab dan hanya tertawa kecil. Aku tahu ia pasti akan setuju dengan keputusanku tadi, tapi terlalu malu untuk sekedar mengatakan setuju.
"jim kau pasti sengaja kan berdiri disampingku kemarin saat kita satu panggung?" Seulgi bertanya.
"ternyata kau mengetahui motifku ya, semua ini bukan kebetulan sayang"
"kau membuat banyak orang semakin berdelusi saja!"
"tapi kita memang menjalin hubungan kan, apa salahnya menyenangkan mereka?"
Seulgi menghela nafasnya berat.
"tapi kan—"
"tidak perlu khawatir kang. aku akan selalu menggenggam tanganmu jika mereka yang lain mengatakan sesuatu yang buruk, aku akan melindungimu dan menggantikan tempatmu ketika mereka yang lain juga menyakitimu, aku akan melakukan apapun untukmu"
Ku genggam tangannya lebih erat dan Seulgi menatapku sambil tersenyum tipis.
"just let me love you, let me love you kang seulgi" kataku.
Seulgi memeluk tubuhku. Aku rasa ia sedang bahagia sekarang, terasa dari bagaimana cara wanita ini memelukku.
"park jimin—
love me now, and touch me now..."
Apasi ini haha. Maaf ya semisal tidak nyambung...