Kang Seulgi tersenyum tipis sembari memandang kearah jendela. Ia bisa melihat rembulan dari atas ranjang rumah sakitnya, wanita itu juga menikmati cahaya dari kunang-kunang di musim panas tanpa berniat mengistirahatkan tubuhnya.
Seulgi menutup matanya, mencoba merasakan angin musim panas yang masuk melalui sela-sela jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Ia merasakan deburan ombak serta halusnya pasir di pantai Busan, ia bisa mendengar tawa seseorang yang sangat dirindukannya, dan Seulgi bisa mengingat ciuman pertama mereka disana.
Ia merindukan Park Jimin.
"Memikirkannya lagi?" Seorang pria yang duduk di pojok ruangan bertanya pada Seulgi.
Seulgi hanya membalasnya dengan senyuman. Ia memang merindukan pria itu, rasa rindunya seakan-akan seperti balon yang akan meledak jika terus diisi dengan udara. Tapi Jimin tak pernah merindukannya, pria itu malah membenci Seulgi.
Seulgi selalu merindukan Jimin tetapi ia tak dapat menunjukkan apa yang hatinya rasakan pada pria itu. Jika Seulgi mengatakannya, ia takut jika Jimin akan pergi ke tempat yang tak bisa dijangkaunya dan itu akan membuat hatinya semakin sakit. Cukup melihat Jimin dari jauh yang selalu tersenyum saat bersama wanita lain dan bukan dirinya, sudah membuatnya tenang. Setidaknya ada yang membuat Jimin bahagia meski itu bukan Seulgi.
"Aku hanya memiliki waktu satu bulan lagi" Seulgi berkata.
Pria itu menghela nafasnya kasar sebelum berjalan mendekat kearah ranjang Seulgi. Ia mendudukkan dirinya di ujung ranjang sambil mengusap lembut telapak tangan Seulgi seakan bisa merasakan beban wanita itu.
"Mengapa tak mengatakan yang sebenarnya saja?" Pria itu bertanya.
"Mengatakan bahwa aku dulu adalah kekasihnya?"
Pria itu menggeleng tanda tidak setuju. "Kau masih kekasihnya sampai saat ini"
"Tidak perlu"
Seberapa keras Seulgi berusaha, Jimin tidak akan pernah melihatnya. Pria itu tidak akan pernah melihat wanita cacat penyandang kursi roda seperti dirinya. Seulgi hanya ingin bisa melihat Jimin sampai sisa waktunya. Seulgi akan bertahan selama satu bulan saja.
"Haruskah aku yang membuatnya sadar?!" Pria itu mulai meninggikan suaranya karena kesal.
"Tidak, jangan Jongin. Jimin melupakanku juga karena aku, itu salahku" balas Seulgi.
"Justru kau lumpuh seperti ini karena dia!"
Kim Jongin membenci Seulgi yang seperti ini, Seulgi yang selalu menyalahkan dirinya sendiri. Hilangnya sebagian memori Jimin bukan karena Seulgi tetapi wanita itu mengatakan jika itu salahnya sehingga membuat Jimin membencinya. Menurut Jongin, seharusnya Seulgi yang membenci Jimin karena telah membuat hidupnya berubah.
Disaat sisa hidupnya tinggal menghitung hari, ia masih saja tersenyum membuat Jongin semakin tidak menyukainya.
"Aku tidak ingin membuatnya semakin menjauhiku" lirih Seulgi.
***
Jimin menatap wanita yang ada dihadapannya dengan pandangan tidak suka. Kang Seulgi tersenyum kearahnya dan itu membuatnya semakin muak. Jimin datang ke rumah sakit karena ibunya selalu memaksa agar dirinya pergi menjenguk Seulgi, dan ia tak mengerti mengapa ibunya bersikeras menyuruhnya untuk selalu pergi ke rumah sakit.
Untuk apa ia datang menjenguk orang yang sudah membuat ingatannya hilang. Jimin lelah karena setiap hari harus melihat wajah Seulgi, bahkan pria itu berharap jika wanita yang ada dihadapannya ini cepat mati saja agar dirinya tidak perlu repot-repot datang setiap hari.
