——
Tangan Yuna masih mengalung di lengan Seokmin. Mereka terus berjalan tanpa tau arah. Mata mereka menyapu suasana taman yang entah kenapa malam ini terlihat romantis. Sesekali mereka mengomentari apa yang mereka lihat.
Hingga mereka tiba ditempat favorit mereka. Rumah pohon yang dibuat oleh mereka saat kecil. Seokmin melepaskan kaitan Yuna ditangannya.
"Oke, aku mau bilang sesuatu..."
Yuna menatap Seokmin heran. Seokmin sendiri terlihat jelas sedang gelisah. Pemuda itu menggaruk belakang lehernya kemudian tangannya merogoh sakunya.
Yuna sontak terkejut melihat kotak beludru merah yang berpindah dari saku Seokmin ke tangannya. Yuna mengerjapkan matanya beberapa kali sambil menggigit bibir bawahnya.
"Serius?"
Seokmin mendongak. Melihat wajah Yuna yang terkejut namun dengan senyum manis disana. Ia terkekeh pelan, "kamu maunya aku bercanda?"
Yuna tertawa lepas sambil menggelengkan kepalanya. Dengan jantung yang masih berdegup kencang, Yuna menutup kedua mulutnya saat Seokmin mulai berlutut didepannya.
Mata Seokmin melirik Yuna. Yang selanjutnya terjadi adalah hal yang Yuna tidak pernah prediksi.
"Bentar, tali sepatuku copot."
wTF
Seokmin masih berlutut dihadapan Yuna untuk mengikat tali sepatunya. Yuna tertawa tak habis pikir. Tangannya reflek mendorong kepala Seokmin gemas.
"Ngerusak suasana lo bego!"
Seokmin menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjungkal kebelakang masih sambil fokus mengikat tali sepatunya. Dirasanya sudah selesai, Seokmin mendongak dan menatap mata Yuna kemudian ia tersenyum lebar.
"Kan bahaya kalo tali sepatunya dibiarin lepas..."
"Bodoamat."
Melihat Yuna yang pura-pura merajuk, Seokmin tersenyum, "jadi gak nih??" godanya.
"Ihhhh Seok!!"
Seokmin tersenyum geli melihat tingkah Yuna. Ia berdehem pelan, "Choi Yuna..." ujarnya pelan.
Yuna kembali menatap Seokmin dihadapannya. Mata mereka bertemu. Selang beberapa detik, Seokmin belum juga melanjutkan ucapannya. Yuna harap-harap cemas menunggu kelanjutannya.
Disisi lain, Seokmin merasa lidahnya kelu secara mendadak. Ia bukan pria romantis. Ia tidak pandai merangkai kata-kata manis. Ia sadar akan hal itu. Tapi untuk saat ini saja, Seokmin ingin memberikan yang terbaik.
Ia sudah membuat semua susunan kata yang akan diucapkannya didepan Yuna dari jauh hari. Ia merasa sudah siap, tapi nyatanya, rasa gugupnya saat ini melunturkan semua rangkaian kata di otaknya.
"Ah... Yuna..." pada akhirnya Seokmin dapat bersuara. Seokmin meneguk ludahnya keras-keras.
"Aku gabisa bikin kata-kata romantis. Intinya, Aku mau makan masakkanmu tiap hari. Aku mau kamu yang ada disampingku setiap pagi aku bangun tidur. Aku mau kamu jadi ibu dari anak-anakku. Aku... Aku mau ngabisin hidup aku sama kamu. Yuna..." jeda sejenak dari Seokmin. Ia menghirup udara dalam-dalam.
"Yuna, boleh ya aku ganti nama kamu dari Choi jadi Lee? Lee Yuna? Bagus kan?"
Dua kali. Yuna merasa sudah dua kali Seokmin merusak suasana saat ini.
Yuna tersenyum sambil mengangguk, "bagus."
"Siniin tangannya!"
Seokmin menggenggam jemari Yuna. Perlahan ia memasukkan cincin kecil dari dalam kotak merahnya ke jari manis Yuna.
Seokmin kembali berdiri tegak. Ia melihat Yuna yang tak henti-hentinya tersenyum sambil menatap cincin dijarinya. Yuna menatap cincinnya lalu Seokmin lalu cincinnya lagi.
"Cincin ini kan..." cincin yang tak asing bagi Yuna.
"Cincin bundaku," kata Seokmin, "Bunda ngasih cincin itu ke aku waktu aku kasih tau mau lamar kamu..."
Yuna mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Melihat cincin yang melingkar dijarinya dibawah sinar rembulan. Lama-kelamaan pandangannya kabur karena matanya tertutup selaput bening.
"Ih kok nangis sih?"
Ditanya begitu, Yuna malah tidak bisa menahan airmatanya lagi.
"Kaget ya?" tanya Seokmin lagi.
Iya. Yuna kaget. Hubungan mereka memang dirajut sejak lama, tapi Seokmin maupun Yuna tidak pernah membicarakan perihal hubungan kedepannya.
Seokmin tidak pernah bicara soal lamaran apalagi soal menikah. Yuna sendiri tidak pernah memusingkan hal tersebut. Asal mereka masih bersama, mereka baik-baik saja.
"Yauda sini, besok aja ngelamarnya kalo kamu udah siap..."
plak!
Yuna memukul punggung tangan Seokmin cepat saat ia mencoba mengambil kembali cincinnya dari jari Yuna. Setelahnya Seokmin membawa Yuna ke dalam dekapannya.
"Besok aku mau bawa kamu kerumah yang bakal kita tempatin setelah menikah."
Yuna melepaskan pelukannya lalu menatap mata Seokmin dengan tatapan bertanya.
Seokmin langsung menangkap wajah Yuna yang terlihat bingung, "aku gak mungkin berani ngelamar kamu kalo aku belum punya apa-apa..."
"Kamu beli rumah?"
"Bikin," koreksi Seokmin, "makannya belakangan ini aku sibuk banget diperusahaan ayah karena aku bener-bener lagi ngumpulin uang buat bangun rumah kita."
Yuna mengulum senyum.
"Rumahnya gak terlalu besar sih, tapi lebih dari cukup. Nanti tinggal di renovasi buat nambah kamar anak-anak kita..."
"Seok..." ucap Yuna lirih, "mataku kelilipan hiks......"
Seokmin tertawa melihat Yuna mulai terisak sampai menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia kembali memeluk Yuna.
"Udah ih diajak nikah kok sedih..."
"Terharu gue anying!"
Seokmin dan Yuna masih betah berpelukan sampai akhirnya Seokmin membuka suara.
"Aku mau anak kembar, cowok cewek lucu kali ya?"
"Dih mesen..."
🌙
karena saya kehabisan ide untuk cerita sikembar.......