——
Langit masih gelap. Masih belum waktunya bagi matahari untuk bangun. Kebanyakan orang pun masih betah berada di alam mimpi.
Tapi hari ini Seokmin memulai pagi nya lebih awal. Lagi-lagi ia harus mengurus proyek besar di luar kota. Walaupun sering berpergian dan tidak pernah lebih dari satu minggu, rasanya berat jika harus jauh dari keluarga.
Seokmin sibuk sejak pagi buta, tapi ia tidak sendiri. Ada istrinya yang menyiapkan keperluannya sebelum pergi. Yuna juga sudah membantunya mengemas barang sejak semalam.
Bahkan Yuna lah yang membangunkan Seokmin sampai menyempatkan diri untuk membuatkan makanan.
Setelah berkali-kali mengecek barang bawaan Seokmin dan memastikan tidak ada yang tertinggal, Yuna menutup kopernya. Mendorongnya pelan keluar dari kamar.
Beruntung Seokmin datang sebelum Yuna turun. Ia tidak perlu membawa koper itu menuruni tangga sendirian. Walaupun ukurannya tidak besar, tapi kopernya cukup berat.
Usai memasukkan semua barangnya ke mobil, Seokmin tidak langsung pergi. Ia malah kembali masuk ke dalam rumah. Ingin pamit pada si kembar katanya. Walaupun mereka pasti masih tidur.
Seokmin tidak bisa menahan senyum ketika masuk ke kamar dua anaknya. Yoora tak tahan suhu dingin, ia selalu menutup sempurna tubuhnya dengan selimut tebalnya sebelum tidur. Tapi entah kenapa Seokmin selalu menemukan selimut Yoora tergeletak di lantai setiap paginya. Sama seperti sekarang.
Seokmin meraih selimut merah muda itu dari lantai. Lalu menyelimuti Yoora yang terlihat lebih kecil karena tidur dengan posisi meringkuk akibat kedinginan.
Tangan Seokmin mengusap lembut surai hitam putrinya yang berantakan. Kemudian tersenyum melihat Yoora bergerak menyamankan tidurnya sambil merapatkan selimutnya.
"Papa berangkat dulu, ya..." bisik Seokmin sebelum mencium kening Yoora.
Seokmin berpindah pada sang kakak. Berbanding terbalik dengan Yoora yang tak kuat dingin, Yoobin lebih mudah kepanasan. Tapi perlakuan mereka terhadap selimut masing-masing tetap sama.
Usai memungut dan menutup tubuhnya dengan selimut, Seokmin melakukan hal serupa dengan apa yang ia lakukan pada Yoora.
"Papa berangkat, ya..."
"Kemana...?"
Tanpa disangka Yoobin membuka matanya. Ia menggeliat pelan sambil mati-matian mengumpulkan kesadarannya. Matanya menyipit menatap Seokmin dihadapannya, "Papa mau kemana?" tanyanya lagi dengan suara sedikit serak.
"Kan papa udah bilang mau kerja jauh," kata Seokmin. Ia sudah menceritakannya pada si kembar kemarin tentang kepergiannya ini.
"Hari ini?" tanya Yoobin. Lagi.
Seokmin mengangguk.
Mata Yoobin menyapu kamarnya yang masih redup, "Berangkatnya malem-malem?"
Seokmin tertawa, "Ini udah pagi tau, kak. Tapi belum ada mataharinya," ujarnya. Yoobin mengangguk kecil dengan wajah mengantuknya.
"Udah, ya. Papa berangkat. Kakak tidur lagi aja," lanjut Seokmin sembari menepuk punggung putranya.
Mendadak Yoobin bergerak, menahan Seokmin untuk beranjak dengan memeluk lehernya. Sayangnya, Seokmin tidak bisa melepas pelukan Yoobin ketika ia malah bangun lalu menyandarkan kepalanya pada bahu ayahnya. Kemudian memejamkan matanya pura-pura tertidur disana.
Mau tak mau Seokmin kembali turun dengan tubuh Yoobin berada digendongannya.
"Bangun?" tanya Yuna heran dari lantai bawah saat Seokmin menuruni tangga. Seokmin tersenyum miring lalu mengiyakannya.