——
"—na~ Yuna~~"
Samar-samar Yuna mendengar suara maskulin memanggil namanya. Meski begitu tak ada setitik niatpun bagi Yuna untuk menyahut atau bahkan sekedar membuka matanya. Ia terlalu mengantuk.
"Sayang~"
Oke, baiklah. Yuna tidak bisa menahan diri jika sudah dipanggil begitu oleh suara lembut yang ia sangat yakini berasal dari mulut suaminya. Ditambah, Yuna merasa Seokmin meniup poninya pelan untuk membangunkannya.
Yuna membuka matanya. Ia mengintip sedikit dan sukses terkejut mendapati wajah suaminya tepat dihadapannya. Seokmin tersenyum lebar merasa telah berhasil membangunkan istrinya.
"Udah siang. Aku udah masak, makan yuk?" ajak Seokmin. Yuna meregangkan tubuhnya sebentar sambil bergumam. Sedetik kemudian ia malah kembali memejamkan matanya.
Menyadari nafas teratur dari istrinya, Seokmin yakin Yuna sudah kembali ke alam mimpinya. Seokmin menghembuskan nafasnya, "nanti magh kamu kambuh kalo telat makan, bangun yuk?" ujarnya sedikit khawatir.
Tadi pagi Yuna hanya sarapan sedikit. Ketika Seokmin kembali ke rumah setelah mengantar si kembar les, ia mendapati istrinya yang kembali terlelap di kamar sampai kini jarum jam hampir menunjukkan pukul dua belas tengah hari.
Seokmin menarik pelan tangan istrinya, membuat Yuna yang tidurnya terganggu mendesah kasar, "aku capek, Seok... Badanku sakit..."
"Semalem cuma satu ronde kok kamu secapek ini?"
Bruk!
"Aww!"
Seokmin mendarat mulus dari atas kasur ke lantai setelah Yuna berhasil mengumpulkan tenaganya untuk menendangnya. Setelah itu Yuna mengabaikan Seokmin lalu kembali tertidur.
"Ih ayuk makan!"
Yuna hanya bergumam sambil melepaskan pegangan tangan suaminya. Tak berselang lama Yuna malah merasa wajahnya telah dihujani kecupan.
Ah iya. Bagaimana Yuna bisa lupa kebiasaan Seokmin yang satu ini. Jika dirinya sudah sulit dibangunkan seperti ini, Seokmin akan terus menciuminya sampai dirinya terbangun.
Sekarang Seokmin masih menciuminya dan Yuna masih tetap pada pendiriannya untuk tidur. Awalnya Yuna tidak peduli, toh Seokmin hanya mengecup kening, hidung dan pipinya berkali-kali. Tapi lama-kelamaan Yuna merasa Seokmin meminta lebih.
Mau tak mau Yuna membuka matanya lalu mendelik tajam pada suaminya yang kini tengah menatapnya sambil tersenyum lebar.
"Bangun gak?!"
"Iya ih! Dibilang lagi gak enak badan juga!"
"Kenapa? Apanya yang sakit?"
"Perutku sakit..."
"Wah, baru bikin semalem udah tumbuh."
"Kamu pengen aku tendang lagi?!"
Seokmin tertawa lebar.