——
"SEOK ANGKAT JEMURAN!!"
Seokmin meringis. Yuna berteriak dari kamar atas sementara dirinya ada diruang tengah lantai bawah, tapi entah bagaimana caranya lengkingan suara istrinya itu menusuk tepat di telinganya.
Ia beranjak dari duduknya. Melakukan apa yang Yuna pinta sebelum mendapat resiko terburuk—pecahnya gendang telinga—jika istrinya itu kembali berteriak.
"JENDELA BELAKANG TUTUP! ANGINNYA KENCENG!!"
Seokmin baru saja ingin duduk dikursinya sehabis mengangkat pakaiannya ketika Yuna kembali berteriak. Ia kembali beranjak, menutup jendela belakang rumahnya seperti yang Yuna katakan. Benar saja, dapurnya bisa saja banjir jika ia telat menutup jendela. Angin kencang diluar membawa masuk air hujannya.
Seusai mengepel sedikit lantai yang basah, Seokmin kembali keruang tengah. Duduk di sofa empuknya kemudian meraih remote tv. Seokmin pasti sudah menyalakan tv nya jika Yuna tidak berteriak. Lagi.
"JANGAN NYALAIN TV! PETIR!!"
Seokmin kini memposisikan dirinya untuk tidur di sofa. Tepat saat itu, ia menangkap suara langkah kaki Yuna yang turun dari tangga dengan tergesa-gesa.
Sontak Seokmin bangkit kemudian menatap Yuna, "Enggak! Aku nggak jadi nyalain tv kok!!" Seokmin berkilah cepat. Padahal Yuna bicara saja belum.
Seokmin pikir Yuna akan memarahinya karena mencoba untuk menonton tv di saat hujan petir seperti ini. Namun melihat raut khawatir Yuna, rasanya bukan itu yang membuat Yuna berlari cepat dari lantai atas.
"Yoora belum pulang..."
Oh, Seokmin lupa satu anaknya belum sampai rumah...
——
Hari ini Yoora ada latihan tambahan disekolah dan Yoobin menyesal tidak menunggu adiknya selesai latihan lalu pulang bersama seperti biasanya. Ia malah memilih untuk pulang lebih dulu agar bisa bermain dengan temannya tadi.
Yoobin menggigit bibirnya. Melihat ayahnya menelfon guru disekolah sampai teman-teman Yoora. Dan tidak ada hasilnya. Yoora tidak bersama mereka.
Sekolah bilang, Yoora sudah pulang satu jam yang lalu tapi hingga kini gadis kecil itu belum sampai rumah. Padahal jarak sekolah ke rumah termasuk dekat. Yoora juga tidak pulang bersama teman-temannya katanya.
Diluar hujan deras tapi pipi ibunya ikut basah. Membuat Yoobin tambah menyesal.
"Aku cari. Dia pasti di deket sini," Tidak ada waktu bagi Seokmin untuk menenangkan Yuna yang sudah menangis. Ia meraih dua payung di dapur lalu beranjak keluar rumah.
Seokmin tidak bisa menahan Yuna yang merengek untuk ikut pergi mencari Yoora bersamanya. Dan disinilah mereka, menelusuri jalan menuju sekolah Yoora dengan payung besarnya. Meninggalkan Yoobin yang terkunci sendirian di dalam rumah.
Dirumah, Yoobin tidak bisa tenang. Ia menatap keluar jendela, berharap Yoora tiba-tiba datang. Bermenit-menit berlalu, harapannya belum terkabul juga. Yoora belum pulang, begitu juga orang tuanya.
Yoobin memutar otak. Dimana kira-kira adiknya berada sekarang?
Hingga ia mendapat satu jawaban. Satu tempat yang Yoobin yakini adiknya ada disana saat ini. Tanpa pikir panjang Yoobin mengambil payung lalu kunci rumah cadangan yang seingatnya selalu diletakkan ayahnya di laci ruang tengah. Mengunci pintu lalu beranjak dari rumah dengan payungnya. Syukurlah sudah tidak ada lagi petir yang terlihat, hujan juga tidak sederas sebelumnya.
——
Yoora selalu menyempatkan dirinya untuk membeli permen di toko permen favoritnya setiap pulang sekolah. Jadi Yoobin yakin hanya tempat itu kemungkinan terbesar adiknya berada sekarang.
Mata Yoobin menyipit, menatap bangunan sedang dengan warna cerah diujung jalan. Ia yakin tulisan didepan pintu toko itu adalah tutup. Tokonya tutup dan Yoobin tidak melihat seorangpun di toko itu.
Meski begitu Yoobin tetap melangkah hingga sampai tepat didepan toko permen tujuannya. Hingga suara tangisan pelan membuatnya tersadar bahwa ada seseorang dibalik mesin permen didepan toko.
Yoora meringkuk duduk sambil menutup kedua telinganya dengan tangannya. Kepalanya menunduk, wajahnya tenggelam dilututnya.
"Adek!"
Merasakan sentuhan diatas kepalanya, Yoora mendongak, "Kak Yoobiiiiinnn hiks..." Gadis kecil itu bangkit dari duduknya lalu menabrak tubuh Yoobin.
"Petirnya gede, adek takutttt..." lirih Yoora memeluk erat kakaknya.
Yoobin tertawa pelan. Sebelah tangannya yang terbebas dari pegangan payung mengusap punggung adiknya, "Pulang yuk..."
Di lain sisi, Seokmin dan Yuna memutuskan untuk kembali ke rumah. Belum selesai rasa khawatir mereka karena Yoora yang belum juga ditemukan, kini mereka mendapati Yoobin ikut menghilang.
Seokmin ingin kembali mencari mereka keluar rumah ketika yang dicari menampakkan diri di pintu rumahnya.
"Kakak darimana sih??"
"Kakak nyari adek..."
Melihat Yoora yang tiba-tiba menunjukkan dirinya dari belakang tubuh Yoobin, Seokmin dan Yuna bernafas lega. Yuna bahkan langsung memeluk putrinya.
"Adek kemana aja? Kita panik tau kamu nggak sampe rumah..."
"Maaf, harusnya adek langsung pulang bukannya belok buat jajan, eh tokonya malah tutup. Waktu adek mau pulang, hujannya turun, udah gitu adek lupa bawa payung. Tadi adek mau hujan-hujanan tapi ada petirnya, adek takut..."
Ocehan panjang lebar dari Yoora membuat ketiga orang sisanya mengulum senyum. Merasa tubuh Yoora dalam dekapannya tiba-tiba menggigil, Yuna menggendong putrinya, membawanya masuk ke dalam rumah.
"Kakak tau dari mana adek ada disana?" tanya Seokmin.
"Setiap pulang sekolah adek selalu ngajak buat beli permen disana. Papa sama mama kan gatau tempatnya, jadi aku ikut keluar cari adek," Yoobin menjelaskan. Ia mengembalikan kunci rumah yang ia gunakan untuk mengunci pintu tadi pada ayahnya.
"Papa marah?"
Sudut bibir Seokmin terangkat, "Kan kakak nemuin adek, kenapa papa harus marah?"
Yoobin tersenyum mendapati usapan tangan ayahnya pada kepalanya. Kemudian Yoobin mengikuti langkah ayahnya yang menggiringnya untuk masuk ke dalam rumah. Sepertinya hujan akan kembali deras.
🌙