27. crying

2.9K 466 141
                                    

sebelumnya aku mau nanya,
si kembar ini cocoknya umur berapa ya wkwkwkwk

——

Usai memarkirkan mobilnya, Seokmin bergegas untuk masuk ke dalam rumah. Jarum jam menunjuk pukul tujuh malam. Ia pulang lebih cepat, tapi entah kenapa hari ini terasa lebih berat dari biasanya.

Seokmin memijat pelipisnya sebentar sebelum tangannya menggapai pintu rumah. Belum sempat mendorongnya, pintu terbuka sendiri ketika seseorang membukanya dari dalam.

Yoora tanpa permisi bergerak memeluk kaki ayahnya, "Papa, Kakak tuh," adunya.

"Kenapa?" tanya Seokmin sembari menarik pelan Yoora dikakinya, untuk kemudian dibawanya ke dalam gendongannya.

Gadis kecil bergelayut pada leher Seokmin sambil memasang wajah cemberut, "Kakak nyebelin..."

Seokmin merespon dengan gumaman kecil sambil membawa putrinya ke ruang tengah. Dimana Yoobin tengah menonton tv sendiri disana.

Menyadari adiknya berada digendongan ayahnya, Yoobin loncat dari sofa menuju ayahnya. Menarik-narik baju Yoora, "Kakak juga mau gendong!" ucapnya riang yang malah membuat Yoora menatapnya kesal.

Seokmin bergerak duduk dengan posisi Yoora masih di gendongannya. Ia menghela nafasnya, "Papanya pulang harusnya di salimin, bukan rebutan minta gendong."

Setelahnya si kembar kembali ribut. Kali ini karena rebutan untuk mencium punggung tangan ayahnya hingga keduanya saling berteriak.

"Kalian nggak capek setiap hari berantem?" tanya Seokmin heran pada si kembar, "Nggak kasian liat Mama pusing dengerin kalian berantem seharian?" lanjutnya.

Yuna yang baru bergabung di ruang tengah, terdiam karena tidak tau apa-apa. Apalagi teguran Seokmin barusan membuat suasana berubah. Yoobin maupun Yoora kini duduk berjajar di sofa sambil menundukkan kepalanya.

"Berantemnya baru dari Papa pulang kok..." Yoobin menyahut dengan suara pelan.

"Emang sengaja mau berantem depan Papa?"

Yoobin diam. Matanya melirik ayahnya sebentar lalu kembali menatap lurus kaki-kakinya.

"Kakak jangan nakal. Kakak nggak boleh terus-terusan jahilin adek."

"Maaf, Pa."

Selanjutnya Seokmin memerintahkan kedua anaknya untuk masuk ke kamar. Meninggalkannya bersama Yuna berdua diruang tengah.

"Kamu dulu ngidam apa sih?" tanya Seokmin pada Yuna. Si kembar memang sering terlihat akur, tapi tak jarang juga keduanya bertengkar seperti tadi.

Yuna terlihat berpikir, "Semangka kotak!" ujarnya diikuti tawa pelan.

"Ngidamnya aneh anaknya jadi aneh."

"Mereka aneh karena permintaan aku itu nggak kamu turutin!"

"Ya semangka kotak mana ada sih, Yuna??"

Mendengar suara Seokmin sedikit meninggi, Yuna berjengit, "Jadi salah aku?"

Melihat Yuna menatapnya datar, Seokmin menghela napas. Tangannya mengusap wajahnya kasar, "Maaf," ujarnya menyesal.

Setelahnya Seokmin merasakan usapan pada punggungnya bersamaan ketika Yuna mendorong cangkir teh yang tadi dibawanya ke hadapan suaminya.

"Kenapa? Tumben banget kamu marahin anak-anak. Aku yang lagi datang bulan kok kamu yang sensi," Yuna terkekeh. Seokmin hanya menggeleng pelan.

fami-leeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang