[08] Go Away

304 50 14
                                    

Sepulang dari sekolah yang menghabiskan waktu selama 9 jam hari ini, juga ditambah dengan kegiatan ekstrakulikuler yang Ray ikuti, yaitu basket. Kini ia sedang berjalan santai menyusuri jalanan untuk pulang setelah turun dari angkutan umum.

Ia masih saja dengan hobi yang sama, yaitu meminum susu kotak dengan perisa rasa cokelat.

Saat ia berpapasan dengan seorang anak kecil, Ray diberi tatapan ngeri. Lalu anak kecil itu menangis kencang.

Ia tidak tahu apa-apa, namun Ray tetap merasa bersalah. Pelan-pelan, ia mendekati anak itu. "Hey, ada apa? Kenapa kau nangis?" tanyanya dengan mencoba membuat suaranya menjadi lembut.

Alih-alih menjadi tenang, anak kecil itu masih saja menangis dan bertambah kian keras. Ray mengelus kepala anak itu, lalu perlahan menariknya kedalam pelukan hangatnya untuk menengangkan. Nampaknya hal itu berhasil, ia sudah tidak mendengar suara tangisan lagi.

"Jadi, kau bisa beritahu kakak? Kenapa kau menangis?" tanya Ray, ia masih bersuara lembut.

Anak itu menatap-bukan menatap Ray, tapi menatap udara kosong dibelakang Ray. "Orang yang ada di belakang kakak seram. Dia ketawa sama aku," lalu ia cemberut dan malah menangis lagi.

Saat anak itu menangis untuk kedua kalinya, seorang ibu-ibu keluar dari rumah di sebelah Ray. Ia langsung menghampiri mereka dengan raut cemas.

"Ya ampun ada apa sih, nangis ter-," kata-kata yang hendak Wanita itu lontarkan terhenti begitu saja saat melihat Ray berjongkok di depan anaknya.

Dengan cepat ia menarik anak nya kedalam pelukannya. "Dasar anak kurang ajar, kau apakan anakku, hah?!"

Ray mengelus tengkuknya bingung. Tatapan tajam dan benci dari Wanita itu kepadanya seakan-akan ia baru saja melakukan sebuah kesalahan besar serupa pembunuhan. Padahal ia tidak melakukan apapun.

"Saya tidak melakukan apa-apa. Justru anak anda tiba-tiba menangis, dan saya mencoba-"

"Mencoba apa? Kau mencoba mengeluarkan teman-teman iblismu untuk menghibur anakku? Iya?!" potong Wanita langsung, tanpa memberikan Ray kesempatan untuk penjelasannya.

Wanita itu langsung menggendong anaknya masuk ke rumah nya. Terdengar suara pintu di tutup dengan keras, dan juga pintu yang di kunci dua kali berturut-turut.

Ray menghela nafas gusar lalu menoleh kebelakang. Ia melihat sosok asing berupa bayangan hitam dengan mata merah menyala dan mulut yang tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang tajam.

Ray memilih untuk segera berjalan menjauh, meninggalkan sosok itu yang masih saja tertawa di sana. Untungnya makhluk itu tidak mengikutinya lagi.

***

Ray melepas sepasang sepatunya di depan teras rumah. Ia membuka pintu lalu mendapati 3 pasang mata menatapnya. Satu pasang mata milik Vanza dan 2 lagi milik orang yang tidak ia kenal.

"... aku... pulang...?" ucap Ray kikuk karena bingung harus berkata apa. Ia masih mengenakan seragam basketnya yang mungkin sudah terkontaminasi bau keringat. Namun satu pasang mata milik perempuan yang jelas bukan milik Vanza, menatapinya dengan berbinar-binar semangat.

"Vanza, ya ampun!" pekiknya heboh, lalu ia beranjak untuk menghampiri Ray. "Ini beneran adik lo?" Telunjuknya menuding Ray yang berdiri dengan raut kebingungan.

Vanza mengangguk pelan, ia juga tidak kalah heran dengan tingkah Aletta yang tiba-tiba itu.

"Dia kenapa?" bisiknya pelan pada Alex.

Soul Reaper [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang