[20] Special

187 36 6
                                    

"Emang sejak kecil lo udah bisa lihat setan?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Ray.

Claressa mengangguk.

"Dan  yang pertama kali tahu lo ngomong-ngomong sendiri sama salah satu setan itu nenek lo?"

Claressa mengangguk lagi.

"Jadi, nenek lo kasih gelang itu ke lo, biar gak ada setan jahat yang deketin lo?"

Claressa mengangguk lagi dan kali ini diliputi perasaan kesal, karena banyaknya pertanyaan yang dilontarkan Ray kepadanya.

"Oh gitu toh." Ray membiarkan suaranya berhenti dengan nada menggantung, membuat suasana disana menjadi hening. Lalu ia melanjutkan lagi, "Gue juga mau dong gelang kayak gitu."

Claressa terbelalak kaget. "Lo masih waras? Lo kan cowok."

Ray memasang wajah memelas, sambil mengedip-ngedipkan matanya, bak seorang kucing kecil yang kawai. Lalu dengan cepat wajahnya berubah menjadi datar, sedatar papan triplek. "Bukan buat gue, bego. Gue mau kasih ke kakak gue."

"Emang kakak lo kayak gimana sampai lo minta gelang itu ke gue?" Claressa menaikkan sebelah alisnya.

"Kakak gue itu cantik, baik,manis, putih, tinggi, perhatian sama gue, sayang sama gue," balas Ray sambil senyum-senyum sendiri layaknya orang tidak waras.

Claressa menatap pongah. "Lo udah SMA tapi kayak anak SD, childish banget. Emang mama papa lo ga sayang sampai segitunya sama lo apa?"

Senyum Ray mereda pelan-pelan, digantikan dengan senyum miris dengan pandangan kosong menerawang kedepan. Sejenak sosoknya langsung berganti menjadi sebuah sosok yang nampak rapuh.

"Mama, papa gue udah gak ada. Papa meninggal waktu gue masih kecil, dan mama meninggal waktu gue SD. Selama ini cuma ada kakak. Walaupun semuanya menjauh dari gue, dia masih mau sempetin kasih perhatian, peluk, bahkan cium sekalipun ke gue, pas gue lagi butuh penyemangat. Jadi, lo pasti tau seberapa sayang gue ke dia."

Claressa jadi merasa bersalah karena mengungkit hal yang merupakan masa suram bagi Ray. "Maaf, gue gak maksud—"

"Gak papa kok, gak perlu merasa bersalah gitu dong. Gue ini cowok, jangan anggap gue lemah cuma gara-gara gue gak punya mama papa lagi. Kan gue masih punya kakak gue." Ray menampilkan senyum lebarnya, memamerkan deretan gigi putih dan ratanya. Matanya juga melengkung, indah, seperti lengkungan milik bulan sabit.

Hal itu membuat Claressa tersenyum tipis, senyum yang bukan seperti yang ia tunjukkan biasanya.

"Oh jadi lo bisa senyum juga toh. Gak kaya biasanya," sahut Ray sambil menunjuk Claressa dan tersenyum jahil.

Claressa menampar pelan pipi Ray, membuat laki-laki itu langsung mengelus pipinya setelah mendapat tamparan itu.

"Jahat banget, jadi baik dikit napa? Belum juga selesai omongan gue. Gue mau bilang kalo lo senyum gitu cantik lo nambah tau, maen asal tampar aja."

Entah kenapa ia merasa aneh karena mendengar pujian dari Ray, tiba-tiba pipinya merasa panas seperti di setrika, diikuti jantungnya berdegup kencang. "Udah diem aja, bentar lagi sampai ke rumah lo, kan?"

Mereka melanjutkan perjalanan dengan suasana hening sampai tiba di rumah Ray. Saat sampai disana, mereka berhenti sejenak. "Mampir dulu yuk," ajak Ray.

"Gak ah, palingan gak ada siapa-siapa dirumah lo. Nanti ujung-ujungnya lo males, dan gue jadi bikin minum buat gue sendiri."

Ray menggeleng. "Kakak gue udah pulang." Ia menyambar tangan Claressa, menarik gadis itu menuju rumahnya.

Soul Reaper [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang