[05] Ridicule

419 60 19
                                    

Pagi menjemput langit, warna birunya yang di hiasi gumpalan abstrak bernama awan tercetak di atas sana. Burung-burung ikut meramaikan suasana pagi, beserta angin yang menambah kesejukan di hari yang cerah ini.

Namun nampaknya, keadaan itu tidak cukup untuk memulihkan sepenuhnya semangat kedua orang. Mereka tetap jatuh kedalam lubang kesedihan mengenai kejadian yang telah menimpa mereka dengan kejamnya.

Takdir memang selucu itu, ia berhasil mempermainkan hidup seseorang walaupun hal tersebut tidak pernah di minta oleh orang itu.

Kini hari-hari mereka sudah sangat jelas dapat di katakan hening. Tidak ada lagi mamanya yang selalu berceloteh agar Vanza hati-hati saat menuruni tangga, juga menasehati saat Ray tidak sarapan dan malah menghabiskan cemilan di pagi hari.

Hanya ada dua anak dengan di landa oleh kesepian di sana, mereka menyantap sarapan mereka dengan lesu seperti tak mempunyai semangat lagi.

"Kak, tidak ada mama bagaikan seperti dunia ini tidak ada lagi cahaya."

Vanza mengangguk setuju lalu tersenyum paksa. Setidaknya ia lebih semangat dari pada adiknya. "Itu benar, tapi kita tidak boleh patah semangat, Ray. Mama dan Papa yabg ada disana pasti akan sedih, kalau melihat hari-hari kita seperti ini."

Tidak ada balasan, tidak ada obrolan setelah itu. Setelah masing-masing sarapan telah terkuras bersih dan selesai, mereka bergegas berangkat ke sekolah masing-masing.

*

"Ray."

Ray menoleh ke kanan dan kiri, mencari sumber suara yang baru saja menyebut namanya.

"Ray," suara itu terdengar lagi, tertangkap di telinganya walaupun hanya terdengar lirih.

Akhirnya mata Ray menangkap seorang sosok dengab setelan jubah berdiri di pojok kelas memanggilnya. Ray langsung menghampirinya tanpa ragu-ragu.

"Ada apa?"

Ray tidak tahu jika perbincangannya dengan sosok itu menyita perhatian semua teman sekelasnya.

"Semua menatapmu nak," ujar sosok itu kepada Ray sambil tersenyum miring.

Ia membalikkan tubuhnya ke belakang, menatap semua temannya yang kini malah balas menatap dirinya dengan raut heran.

Salah satu temannya dengan langkah ragu-ragu mendekatinya. "Kau bicara dengan siapa, Ray?"

Dengan mudahnya Ray menunjuk tempat sosok itu berada, tapi ia tidak tahu jika tidak semua orang memiliki penglihatan seperti dirinya. Tidak semua orang bisa melihat sosok yang ia ajak bicara.

Semua orang menatap geli pada Ray, ada juga yang memandang aneh. "Yang benar saja, kami tidak melihat seorang pun disana. Kau bicara pada hantu?"

Ray menggeleng, ia tidak berpikiran jika teman-temannya akan menjauhinya karena hal itu. Maka, ia tetap bersikeras memberitahu teman-temannya bahwa ia sedang berbicara pada seseorang. Lalu sampai akhirnya ia menoleh pada-yang tadinya- tempat berdirinya sosok tadi, tapi ia tidak menemukan teman bicaranya itu

"Dia hilang," ujar Ray lirih dan datar. Perlahan tangannya yang tadi menuding tempat itu juga turun.

"HUUU!!" ejek teman-temannya dengan kompak.

"Kau bicara pada Hantu, Ray!"

"Jangan berteman dengan Ray, dia berteman denhan hantu. Kata mamaku, hantu suka menculik anak kecil."

"Jangan-jangan dia siluman karena bisa melihat makhluk gaib? Seperti di TV."

Banyak sekali cercaan dari teman-temannya, tapi Ray memutuskan untuk tidak menghiraukannya. Ia berjalan menuju bangkunya, lalu duduk manis disana.

Soul Reaper [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang