[32] Dream Again

146 24 3
                                    

"Hai Vanza, kita bertemu lagi rupanya," sapa Luka dengan senyum mempesona miliknya. Vanza yakin jika Luka menyunggingkan senyum itu di hadapan banyak orang, pasti ia akan sukses membuat mereka luluh.

Vanza menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan apa yang terjadi. "Apa aku sedang bermimpi?"

Kedua saudara kembar di hadapannya itu mengangguk kompak.

"Entah mengapa, sejak tempo hari saat kita pertama kali bertemu. Aku dan Luksa jadi selalu ingin bertemu denganmu, walaupun hanya bisa melalui mimpimu."

"Kenapa?" Vanza menaikkan sebelah alisnya.

Luksa tersenyum. "Karena, dari sekian banyak Empath hanya kau yang membuat kami teringat pada masa lalu kami yang kelam. Hanya kau Empath yang berhubungan dengan soul reaper setelah kami berdua, setelah sekian lama."

"Apakah itu salah?"

"Jelas salah besar, Vanza."

"Bukankah manusia harusnya mencapai keinginannya dengan usaha dan doanya kepada Sang Pencipta sendiri?" Luka menambahi.

Vanza mengangguk. "Itu benar, tapi keinginan yang kuminta pada Dio, bukan sesuatu yang dapat kucapai dengan usahaku sendiri. Maka dari itu aku butuh bantuannya."

"Lihat Luksa! Jelas-jelas dia seperti kita. Aku suka gadis ini, hanya dia yang mengerti perasaan kita saat berhubungan dengan soul reaper,"

Luksa mengangguk mendengar kegirangan saudara kembarnya. "Aku tahu, tapi sama saja, ia bergantung pada Iblis."

"Memangnya apa yang kau minta pada soul reaper itu?"

Jawaban dari Vanza selanjutnya berhasil membuat kedua saudara itu tercegang. "Menghilangkan kemampuan milik adikku."

Luka menatap Luksa dengan wajah sombong, seakan Luksa baru saja meremehkan dirinya.

"Adikmu itu menakjubkan. Dari sekian banyak manusia, dia bisa memiliki dua kemampuan sekaligus. Indigo dan melihat kematian seseorang."

Luksa mendongak ke atas, keadaan diatas sana yang awalnya segelap langit malam mendadak berubah dalam sekejap, menjadi sebuah galaxy luar angkasa yang indah. Berwarna-warni, memanjakan mata yang melihatnya. Vanza ikut mendongak dan dibuat terpesona juga dengan keindahannya.

"Sang Pencipta itu misterius, kau tidak akan pernah tahu kejutan apa yang akan di berinya setelah ini."

Luka terkekeh, mengangguk setuju dengan ucapan Luksa. "Kita hanya mendapat bagian kursi penonton, bukan?"

"Yah, kursi penonton, Luka." Luksa masih menatap indahnya pemandangan galaxy diatas sana yang tercipta di dalam mimpi Vanza.

Vanza menatap bergantian pada Luka dan Luksa, tak mengerti pasti kemana arah pembicaraan mereka berdua saat ini.

"Bukankah kemarin soul reaper itu langsung membawamu kepada Rafael saat mendengar kau bercerita tentang mimpimu yang kami datangi," ujar Luka setelah beberapa menit. Memecahkan keheningan yang menyelimuti sejenak.

Vanza mengangguk pelan.

"Kurasa dia menyukaimu," balas Luksa dengan senangnya, tak menatap raut Vanza yang tersentak.

"I-iblis tidak bisa menyukai manusia, bukan?"

"Bukan tidak bisa, Vanza. Lebih tepatnya, tidak boleh."

"Mereka bisa menyukai. Namun peraturan tetaplah peraturan, sejak kapan makhluk Immortal dan Mortal bisa saling berhubungan sejauh itu? Mungkin kalian akan menjadi yang pertama kalinya."

Soul Reaper [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang