[02] Goodbye Dad

593 84 13
                                    

Sinar matahari menyengat kulit sampai menusuk ke dalan tulang. Cahayanya sangat terik hingga membuat siapapun pasti akan mengeluh saking panasnya siang hari ini.

Vanza pulang dengan selamat sampai di rumah dengan diantar oleh orang tua temannya yang kebetulan menawarinya untuk pulang bersama.

"Aku pulang," ujarnya dengan riang gembira saat melangkahkan kakinya di pekarangan rumah.

Ia segera melepaskan sepasang sepatunya di teras rumah, meletakkannya di atas rak sepatu dengan rapi. Lalu ia berlari-an kecil untuk masuk ke dalam rumah.

Seseorang yang ia lihat pertama kali adalah Ray yang sedang bermain mobil-mobilan miliknya itu di ruang tengah. Tapi anehnya, adiknya itu tidak menyentuh mainan-mainannya, ia hanya menatap benda-benda kecil itu dengan tatapan kosong.

Vanza berjalan mendekat, lalu mengambil tempat kosong di sebelah Ray untuk duduk. "Ray ada apa? Kenapa kau membiarkan mainanmu?"

"Mobilnya tertabrak truk kak," balas Ray dengan menggumam lirih.

Vanza mengalihkan pandangannya pada mainan adiknya yang ada di hadapannya. Ia melihat salah satu mobil mainan tergeletak, di dekatnya juga terdapat truk mainan.

Gadis itu tertawa kecil. "Yaampun Ray, kalau ketabrak gini ya masuk ke rumah sakit. Tunggu ya, kakak mau ambil boneka dokter kakak dulu." Vanza baru saja hendak beranjak dari sana, sebelum ucapan Ray menghentikan langkahnya.

"Sudah pergi kak."

Deg.

Entah kenapa Vanza merasa aneh pada perkataan adiknya barusan. Seperti ada sesuatu buruk terjadi. Namun, ia berusaha tidak memikirkannya, ia membuang jauh-jauh dan menganggap hanya firasat yang salah tebak.

"Papa pergi, ninggalin Kakak, aku dan Mama," celetuk Ray. Ia masih sama saja seperti tadi, menatap kosong.

Vanza menggeleng. "Enggak Ray, Papa masih kerja kok. Nanti sore juga pulang."

"Vanza, udah pulang toh?"

Vanza spontan menoleh ke sumber suara saat mendengar namanya di panggil.

Mama nya berdiri disana sambil tersenyum hangat. "Cepat ganti baju dulu, habis itu baru boleh mainan sama Ray."

Titah Wanita itu langsung di jalankan oleh Vanza. Ia mengangguk lalu beranjak masuk ke kamarnya seperti perintah Mamanya.

Triing triing triing.

Suara telepon rumah berdering nyaring, mengundang Ranti untuk segera mengangkatnya.

Ia berjalan menghampiri telepon yang berada di atas nakas dekat televisi itu. Tangannya meraih telepon dan menempelkannya pada telinga.

"Halo," Ranti terlebih dahulu membuka panggilan tersebut.

"Halo, benar ini kediaman Pak Martin?"

"Iya benar. Dari siapa dan ada apa?"

"Ini saya Pak Hendri, teman kerja Pak Martin. Kami dapat kabar kalau Pak Martin kecelakaan di Jl. Pahlawan 81 saat ada urusan di Bank, sekarang beliau ada di Rumah Sakit Mutiara. Tolong anda segera kemari."

Tiba-tiba saja tubuh Ranti bergetar hebat. Tangannya yang memegang telepon tiba-tiba melemah dan lemas tanpa tenaga, membuat benda itu jatuh ke lantai menimbulkan suara.

Air matanya tumpah tetes per tetes. Kakinyapun turut melemas, ia terduduk di lantai dengan tangisannya yang tanpa suara. Ia menutup mulutnya, tak percaya dengan kabar yang baru saja ia dengar dari telepon tersebut.

Soul Reaper [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang