[07] Friend

362 54 13
                                    

"MMMM!!" jerit Vanza, tapi suaranya tidak bisa keluar karena tangan yang masih bertengger membungkam mulutnya.

Tak lama kemudian tangan yang membungkam mulut gadis itu terlepas. Ia langsung menoleh pada seseorang di sebelahnya yang sedang tersenyum lebar seolah tak bersalah. Vanza sudah menduga jika ia adalah si pembungkam tersebut.

"Kenapa sih? Tidur terus tiba-tiba hampir jerit gitu? Lo lupa? Dosen hari ini killer!"

Vanza sibuk membenarkan rambut yang jatuh di depan matanya. "Maaf,"

Gadis di sebelahnya itu memutar bola matanya sambil mendengus. "Mimpi apa sih?"

"Gak apa-apa, cuma mimpi," balas Vanza. Ia mencoba menutupinya dengan senyuman yang ia paksa keluar.

"Dari senyum lo itu kelihatan bohongnya. Udah cerita aja. Dijamin aman." Gadis itu terkekeh geli.

Vanza menatap lamat-lamat gadis di sebelahnya itu, ia sedikit ragu apakah gadis ini bisa ia percaya sebagai teman ceritanya. Ia khawatir jika ia menjauhi dirinya hanya karena cerita hidupnya yang berbeda dari gadis seumurannya pada umumnya.

"Ehm, mungkin lain waktu," ucap Vanza lalu tersenyum lagi.

Gadis disebelahnya meniup rambut yang jatuh di keningnya, lalu menopang dagu dengan tangannya, seraya merubah posisi menjadi berhadapan dengan Vanza dan menatapnya.

"Udah gue duga, kenapa sih lo terlalu tertutup begini, Van? Gue itu prihatin sama lo. Orang yang banyak ketawa aja nyembunyiin banyak rahasia, apa lagi yang hobi diem sampai ngelamun kayak lo Sampe kebawa mimpi lagi."

Mereka tidak sadar bahwa belasan mata kini menoleh pada mereka, termasuk Dosen yang sedang berdiri di depan ruangan itu.

"Ehm. Apa kalian tidak memperhatikan materi yang sedari tadi saya berikan?" tanya Wanita paruh baya itu, ia menatap dengan sorot tajamnya yang sangar dan dianggap menakutkan bagi kalangan mahasiswa.

Vanza sedari tadi memang menatap ke depan kelas. Sementara gadis di sebelahnya itu, memutar tubuh sambil memasang senyun tak berdosa yang ia punya. Tak lupa ia juga berdoa agar masalah ini tidak bertambah rumit, mengingat betapa ketatnya dan garangnya dosen yang sedang mengajar saat ini.

"Maaf atas kesalahan kami, Bu. Tapi kami baru saja berbicara dan sepertinya hanya meninggalkan beberapa kata dari materi yang ibu terangkan saat ini," dusta Vanza. Sekuat tenaga ia memasang raut meyakinkan, berusaha terbebas dari sorotan tajam Dosennya.

Wanita itu mengangguk sambil menghela napas panjang. "Jangan ulangi lagi!" Lalu ia kembali menatap layar Laptop nya yang di pantulkan ke dinding menggunakan LCD untuk menerangkan materi.

Vanza menghela nafas lega, begitu juga gadis yang ada sebelahnya. Mereka terpaksa tidak berbicara lagi, karena waspada atas incaran dosen killer itu.

*

"... makasih ya, Van. Lo jadi terpaksa bohong tadi karena gue"

Vanza tersenyum hangat. "Gapapa Al."

Tiba-tiba mereka yang sedang berjalan bersama di kejutkan oleh kemunculan dua mahasiswa laki-laki yang sedang bertengkar entah karena apa.

Seorang mahasiswa yang berkulit kecoklatan itu mendorong temannya, sampai laki-laki itu tersungkur di atas tanah dan menghasilkan beberapa luka lecet di siku, dagu dan beberapa di anggota tubuh lainnya. Orang-orang menyayangkan, turut kasihan pada laki-laki yang terluka itu, namun mereka hanya diam.

Tanpa banyak berpikir lagi, Vanza langsung menengahi mereka untuk menghindari perlawanan atau penyerangan lagi dari salah mahasiswa itu ke yang lainnya.

Soul Reaper [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang