[18] A Meatball

203 37 1
                                    

"Ray."

Merasa namanya dipanggil, ia menoleh pada sumber suara itu dengan salah satu alisnya yang dinaikkan.

Sekumpulan-- tidak, hanya 3 gadis yang sedang tersenyum lebar menatapnya. Wajah mereka berseri, menampakkan ekspresi yang senang sekali hanya karena bisa bertemu dan menyapa dirinya.

Gadis di kanan berambut panjang dengan gaya kelabang ke belakang sampai punggungnya, ia juga membawa satu buku bersampul hijau.

Gadis di tengah yang rambut hitamnya lurus dan tergerai. Dan yang terakhir, gadis yang di sebelah kiri rambutnya pendek. Yang merangkul 3 buku agak tebal.

Ia membalas dengan senyum tipis. Gadis itu saling berceloteh tentang betapa senangnya mereka saat bisa bertemu dengan dirinya. Itu karena setiap hari mereka tidak bisa menyapa Ray, dan sudah pasti, alasannya adalah karena banyak juga perempuan yang menyapanya.

Ray mengangguk seolah-olah ia paham. Ingin rasanya segera pergi dari sana, namun ia masih punya perasaan untuk tidak mengabaikan gadis-gadis ini begitu saja. Ia tersenyum paksa, namun walau begitu, senyumnya itu terlihat tampan di mata para ketiga gadis itu.

Mereka sangat senang. Saking senangnya, mereka bisa saja berteriak kencang, tapi untungnya mereka ingat bahwa tempat ini adalah perpustakaan. Jadi mereka dituntut untuk tidak terlalu ramai sesuai peraturan yang berlaku. Juga pastinya mereka akan malu jika teriak di depan Ray.

Ray meminta izin untuk pergi dan segera bergegas menuju rak sebelah, dimana tempat buku-buku dengan topik Fiksi. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat seorang gadis sedang bersandar pada tembok perpustakaan. Di mulutnya terdapat gagang berwarna putih, Ray langsung tahu kalau itu adalah permen.

Ya, gadis itu adalah Claressa.

Ia menggigit permen itu dengan giginya, sampai menghasilkan suara retakan.

"Lo," seru gadis itu dengan menuding Ray, setelah membuang gagang permennya ke luar jendela.

Ray tidak menggubrisnya, ia memilih untuk mengalihkan perhatiannya pada rak yang penuh dengan buku di depannya.

"Jadi gimana rasanya dicekik kemarin?" tanya gadis itu dengan nada datar. Tangannya dilipat di depan dada, sambil memasang senyum miring yang sama seperti Aldi jelaskan.

"Nope," balas Ray dingin.

"Lo ada hutang sama gue. Dan sebaiknya lo cepet lunasi. Karena denger-denger, mati bawa hutang itu ... dosa."

Ray menoleh pada gadis itu dengan ekspresi bingung yang melekat di wajahnya. "Hutang?"

Claressa mengangguk. "Iya, lo hutang ucapan terimakasih sama gue," ujarnya dengan suara penuh penekanan pada bagian kata 'terima kasih'.

"Oh," balasnya singkat lalu kembali memalingkan wajahnya pada buku yang sudah ia pegang.

"Yes, so do it fast."

Ray mengambil salah satu buku, setelah membaca sinopsis singkat cerita itu pada bagian belakangnya, rasanya ia menyukai buku itu. Ia berjalan meninggalkan Claressa tanpa mengatakan apapun, dan tidak menggubris perkataan gadis itu sebelumnya. Seakan-akan ia tidak mendengar hal itu.

Soul Reaper [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang