[34] Bracelet (2)

131 23 4
                                    

"Bagaimana? Kau sudah merasakannya atau belum. Apakah dia kurang dekat?"

Vanza menggeleng. Sedari tadi memejamkan matanya untuk merasakan aroma Mammon. Sesyai intruksi dari Dio.

Hari ini Dio dan Mammon memutuskan untuk melatih Vanza. Hal pertama yang dipelajari Vanza adalah mencium bau Iblis disekitarnya dan merasakan keberadaan iblis itu dengan baunya. Dia berhasil mengenali bau khas milik Mammon, tapi masih belum bisa merasakan dimana keberadaan Iblis itu.

"Lama sekali, kapan kau bisa cepat tanggap seperti anak anak di iklan beb*lac yang di TV itu," keluh Mammon sambil mendengus gusar.

"Sebenarnya kamu ada dimana? Baumu memang ada, tapi aku tidak bisa merasakan darimana tempatnya," balas Vanza masih mencari-cari. Ia memejamkan matanya, tangannya berulang kali menangkap udara kosong.

Dio memijit pelipisnya. Ia berjalan menghampiri Vanza, lalu ia menepuk pelan pundak gadis itu. "Dengarkan aku dan ikuti. Bayangkan semua isi ruangan ini."

Walau ia tak bisa menatap wajah Dio, tapi Vanza bisa merasakan bila suaranya begitu dekat dengan Vanza, dan tangan hangat yang menyentuh pundaknya itu. Vanza tidak bisa konsentrasi, dan itu membuat Dio geram.

"Konsentrasi," ujarnya membuat Vanza gelagapan dan akhirnya berkonsentrasi karena ditekan.

Vanza membayangkan seluruh isi ruang tamu dan tergambar di benaknya berupa bayang-bayang abstrak. Ia melihat ada sebuah aura berupa gejolak api biru yang membentuk seseorang sedang duduk di sofa yang berada tak jauh dari dirinya.

"Dia ada di sofa," Vanza berucap membuat Mammon terbelalak karena tiba-tiba gadis itu mengetahui dimana ia berada.

"Wow, cepat sekali." Mammon berdiri dan menghampiri Vanza, ia menatap bosan pada tangan Dio yang masih saja ada di pundak Vanza. "Oi, mau sampai kapan tanganmu ada disana?"

Dio menurunkan tangannya lalu berdehem menyuruh Vanza membuka matanya.

"Apa aku salah?" tanya Vanza dengan wajah manisnya, membuat Dio memalingkan pandangan sambil menggeleng.

"Itu artinya... kau akan membawaku ke taman kota?" tanyanya lagi, dengan wajah berbinar ceria.

Dio mengangguk.

Vanza tertawa kecil dengan gembira mendengar jawaban dari Dio, melihat tawa itu entah kenapa hati Dio merasa sedikit hangat dari biasanya.

Aneh, apa aku punya hati - batin Dio

*

"Jadi, Valen itu siapa?" tanya Deru, ia duduk di tepi kasur bersebelahan dengan Claressa.

"Dia adalah... gadis yang menyukai Ray," balas Claressa, tampangnya menunjukkan seolah ia tidak suka.

Aldi tersenyum sumringah. "Cie yang cemburu," godanya membuat Claressa hendak beranjak untuk menjitaknya, tapi urung, karena Deru menghalanginya.

"Ngapain sebut nama gue?" Ray yang tadinya berdiri di depan rak buku Claressa akhirnya menoleh bingung saat mendengar namanya baru disebut.

"Ray bawel," celetuk Deru, ujung bibir bawahnya menaik, menyembunyikan bibir atasnya. Ditambah lagi sosoknya adalah anak laki-laki berumur 10 tahun, ekspresinya bisa dikategorikan masih imut dan membuat yang melihatnya gemas.

Soul Reaper [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang