Act 4. Obvious

4.1K 451 107
                                    

Previous Act :

Selesai mandi, selesai menyiapkan sofa dekat balkon jemuran untukku tidur. Aku berbaring di tempatku, hendak mengistirahatkan tubuhku yang lelah. Pandanganku kabur, suara di sekitarku memudar saat aku limbung. Tanpa sadarku, seseorang datang dan memandangi wajahku dengan begitu lekat. Farin...

Ia mencium pipiku hingga aku terbangun. Aku nyaris berteriak, namun ia membungkam bibirku dengan tangannya. "Jangan berisik! aku hanya mau ditemani tidur..."

Setelah mengatakan itu, ia menarikku dengan paksa ke dalam kamarku. Memelukku erat, membuatku gerah. Sesekali tersenyum setiap kali puas mencium pipiku. Seperti dulu ...

☽❁☾

Sekarang aku satu kasur dengannya. Aroma tubuhnya yang mirip dengan aroma tubuhku, napasnya, panas tubuhnya, bertautan denganku. Kakakku ini benar-benar seorang plin-plan yang aneh. Tadi siang dia masih kaku. Sekarang ... dia memperlakukanku seperti ini. Seolah tak ada apapun yang pernah terjadi. Ia panas dan dingin. Berubah-ubah begitu cepatnya. "Aku kangen sekali denganmu." 

"Sudah cukup? Aku ingin kembali ke sofa. Tidak nyaman tidur berhimpitan seperti ini. Kita sudah dewasa, ini tidak benar." pintaku.

"Kau menggemaskan sekali, sih!" ciuman lainnya mandarat di pipiku, mengalihkan pembicaraan. Ia mencubit wajahku dengan jemarinya, gemas. "Malam ini kita tidur berdua. Titik."

"Aku gay, memangnya kakak tidak takut?"

"Tidak. Bagaimanapun aku memelukmu kau tetap menganggapku kakakmu. Kau juga tidak nafsu denganku, jadi ini baik-baik saja." Ia tersenyum, memendamku lagi dalam tubuhnya. "Kalau saja dulu kau tidak nekat meminta perhatian laki-laki lain selainku, kau tidak akan jadi seperti ini. Kau bodoh!"

"..." Aku enggan bicara atau menanggapinya. Benar, waktu itu aku memang kehilangan Farin saat ia berpacaran dengan Cheska. Tapi itu bukan salahku, semua salah Farin.

Sebelum kedatangan perempuan itu, kakakku adalah seorang penyabar. Ia selalu tersenyum padaku, selalu jadi tempatku berlindung dari dunia, selalu ada untuk memelukku dan menghiburku dengan sentuhannya. Lalu Cheska mengambil semua itu dariku hanya dalam hitungan hari.

Perhatian kakak yang dulu untukku, tatapan penuh kasih sayangnya, bahkan pandangannya tentangku runtuh hanya karena kecantikan wajah Cheska. Aku ingat jika waktu itu kakak memukul wajahku hanya karena aku ingin bicara dengannya. Saat itu aku benar-benar terkejut, kaget dengan dirinya yang berubah drastis. Teriakan itu, pukulan tangan itu, bukan milik Farin yang kukenal. Farin bilang ia jijik denganku, membenciku dan ingin aku enyah dari hidupnya. Dia mengatakan semua itu hanya karena gengsi dengan Cheska.

Keesokan harinya, aku kembali mencoba untuk meminta sedikit perhatiannya, berusaha mengobrol seperti biasa, berusaha menyentuhnya. Namun Farin mengabaikanku, ia bahkan marah setiap kali aku memeluknya. Esok harinya, dan keesokannya lagi, bahkan hingga satu bulan penuh berlalu, ia tak juga kembali jadi dirinya. Menghancurkanku yang terus berharap padanya.

Dia bilang, "Kau mau mempermalukanku, huh? Dasar banci! Jangan pernah menyentuhku lagi!" Seperti permintaannya, aku berhenti mencoba. Berusaha bertahan hanya dengan diriku sendiri.

Awalnya, aku bisa menahan gejolak dalam diriku. Tapi, lama-kelamaan aku kembali anfal. Aku butuh perhatian, butuh semua yang diberikan Farin untukku. Aku butuh teman bicara, butuh seseorang untuk memelukku dan mencium pipiku. Butuh seseorang yang melindungiku dan menyukaiku seperti Farin yang begitu menyukai wajahku. Maka kuputuskan untuk mencari semua itu dari orang lain. Sampai akhirnya aku terdampar dalam hubunganku dengan Ares.

Bukan salahku aku terjerembab, bukan salahku aku melampaui batas. Ini salah Farin yang dulu mengabaikanku. Salah Farin yang dulu bercinta dengan Cheska di depan mataku. Aku membencinya ...

Bad Boy Cliches (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang